Sertifikasi Menikah

Mulai 2020, Calon Pengantin Harus Lulus Sertifikasi Pranikah Dulu Baru Boleh Kawin

Calon pengantin harus ikut kelas pranikah selama tiga bulan sebelum dapat sertifikat. Alasannya pemerintah sih biar pasangan enggak gampang cerai. MUI dan DPR belum setuju.
Mulai 2020, Calon Pengantin Harus Lulus Sertifikasi Pranikah Dulu Baru Boleh Kawin
Foto ilustrasi prosesi ijab kabul oleh ezagren via Wikimedia Comons/lisensi CC 4.0

Menko bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendi bergabung dengan Menteri Agama dalam barisan menteri berinisiatif tinggi di 100 hari pertama kerja. Rabu dua hari lalu (13/11) Muhadjir mengumumkan akan mencanangkan program sertifikasi perkawinan. Artinya, siapa pun pasangan yang mau menikah wajib punya sertifikat menikah yang didapat dari mengikuti kelas pranikah pemerintah.

"Jadi sebetulnya setiap siapa pun yang memasuki perkawinan mestinya mendapatkan semacam upgrading tentang bagaimana menjadi pasangan berkeluarga. [Kelas ini] untuk memastikan bahwa dia memang sudah cukup menguasai bidang-bidang pengetahuan yang harus dimiliki itu harus diberikan sertifikat,” ujar Muhadjir kepada Kompas. Ia terlihat serius dengan wacana ini ketika menekankan calon pengantin tanpa sertifikat enggak boleh menikah.

Iklan

Kata Muhadjir, kelas ini gratis. Materi berkisar dari kesehatan alat reproduksi, pencegahan penyakit, hingga tips merawat janin dan anak usia dini. Kebijakan ini bakal dimulai pada 2020 dengan durasi kelas tiga bulan. Dalam menjalankan program ini, Kemenko PMK akan menggandeng Kementerian Agama dan Kementerian Kesehatan untuk menjadi pemateri sesuai bidang masing-masing.

Muhadjir merasa program ini beda dari konseling pranikah yang sudah dijalankan Kantor Urusan Agama (KUA) sebelumnya. Program KUA tersebut, menurutnya, hanya menjelaskan perihal tujuan pernikahan serta hak dan kewajiban suami-istri. Sedangkan kelas ini akan lebih komprehensif.

Menanggapi ide ini, Wakil Ketua Komisi VIII DPR yang membidangi agama dan sosial Ace Hasan Syadzily mengingatkan pemerintah agar tidak memberatkan masyarakat dengan birokrasi rumit.

"Jangan sampai ini memberatkan warga untuk melaksanakan pernikahan, terutama dari segi biaya. Juga jangan sampai prosedurnya berbelit-belit," ujar Ace kepada Kompas. Sebagai anggota DPR, Ace mungkin sangat sibuk membuat undang-undang sehingga enggak sempet baca informasi bahwa programnya gratis.

Kalau Majelis Ulama Indonesia (MUI) sih pada dasarnya mendukung kebijakan ini asal tidak bertentangan dengan agama. MUI mengamini komentar Ace soal prosedur yang jangan sampai memberatkan calon mempelai.

"MUI kalau itu baik, tidak bertentangan dengan agama dan syariat islam, MUI dukung. Nah, [kebijakan] ini kita baca juga ternyata baik. Malahan sesuai dengan ajaran-ajaran agama dan ilmu. Hidup berumah tangga itu membutuhkan ilmu. Pemerintah harus memastikan ini tidak memberatkan [masyarakat]. Saya takutnya orang-orang malah jadi takut kawin, dan akhirnya malah berhubungan di luar nikah," ujar Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas kepada CNN Indonesia. Meski takut kawin dan berhubungan di luar nikah kurang punya korelasi, tapi kayaknya saya paham maksudnya.

Iklan

Respons Internet juga beragam menanggapi kebijakan ini. Ada yang ragu dengan kualitas kelas, ada yang optimistis dengan manfaatnya, ada juga yang menunggu penjelasan materi program sebelum memutuskan kelas ini diperlukan atau tidak.

Kepala KUA Kecamatan Makassar, Jakarta Timur, Bunawi Ahmad mengaku sudah melaksanakan kelas pranikah singkat selama dua hari di KUA-nya. Ia akui kelas pranikah memang penting. Hanya saja, selama ini bimbingan perkawinan (Binwin) pranikah yang dilakukan KUA kurang dana.

Kementerian Agama hanya memberi kuota 30 pasangan saja per bulan untuk mengikuti Binwin, padahal setiap bulan ada sekitar 150-160 pasangan yang menikah.

"Tidak sebagaimana negara tetangga kita, Malaysia. Di sana [kewajiban mengikut Binwin] itu sudah mengikat. Siapa pun harus melalui pintu itu manakala ia mau menikah. Kalau kita belum sampai ke sana. Ya mudah-mudahan arahnya ke sana. Kalau program [sertifikasi perkawinan] memang mau dilaksanakan, berarti mau tidak mau anggaran pun harus dipersiapkan. Jangan sampai program ditata sedemikian rupa, tapi anggaran kurang terpenuhi," ujar Bunawi.

Ayo, buat yang enggak mau ikutan kelas ini, kalian masih punya waktu dua bulan untuk menikah!