FYI.

This story is over 5 years old.

Menikmati Kopi

Swiss Jadi Negara Pertama Menyatakan Kopi 'Bukan Produk Pangan Penting Buat Kehidupan'

Gimana ya perasaan orang-orang Swiss mendengar sikap pemerintahnya? Padahal di sana tiap orang dewasa rata-rata mengonsumsi 4,5 kilogram kopi per tahun.
Bettina Makalintal
Brooklyn, US
Swiss Jadi Negara Pertama Menyatakan Kopi 'Bukan Produk Pangan Penting Buat Kehidupan'
Foto ilustrasi biji kopi pilihan oleh Mongkol Nitirojsakul / EyeEm via Getty Images

Negara-negara di Eropa punya kebijakan menimbun bahan pangan dan obat-obatan untuk situasi darurat. Makanya Wales, salah satu negara anggota Britania Raya, bersiap menimbun 22 ton gandum roti, buat jaga-jaga kalau Brexit bakal membuat arus impor pangan dari Eropa ke UK terhambat.

Swiss, negara independen di Benua Biru yang tidak masuk Uni Eropa, punya kebijakan serupa. Barangkali karena Swiss terbiasa bersikap netral, makanya harus rajin jaga-jaga. Ada berbagai jenis bahan yang ditimbun. Mulai dari gula, kentang, tomat kalengan, obat dasar seperti paracetamol dan amoxilin. Semua benda ini bermanfaat untuk menunjang kehidupan.

Iklan

Nah, kebijakan Swiss itu jadi unik, karena cuma mereka negara yang punya cadangan darurat biji kopi yang belum disangrai. Kebijakan menimbun biji kopi dimulai sejak Perang Dunia I, dan berlanjut selama Perang Dunia II. Ide pemerintah Swiss kala itu sederhana saja. Walaupun perang berkecamuk, dan pasokan pangan menipis, warganya masih bisa menikmati segelas minuman berkafein.

Kebijakan Swiss berubah memasuki 2019. Seperti dilaporkan Reuters, pemerintah menyatakan stok cadangan biji kopi tak perlu ada lagi. Selama ini, ada satu gudang di Swiss yang fungsinya menyimpan 15 ton biji kopi buat masa darurat. Alasan stok kopi dihapus: karena kopi bukan produk pangan yang penting dalam kehidupan.

"Kantor Negara Urusan Pasokan Ekonomi menyimpulkan kopi…tidak punya peran penting menunjang kehidupan," kata juru bicara pemerintah. "Kopi tidak mengandung kalori, serta tidak menyumbang nutrisi yang bermanfaat untuk tubuh."

Ya kalau kopi dibandingkan dengan beras dan gula, tentu manfaat kalorinya tidak terasa. Tapi coba pejabat Swiss yang merumuskan kebijakan ini ngobrol sama orang-orang kayak saya, yang bangun tidur butuh banget segelas kopi supaya bisa segar dan produktif. Ada jutaan orang kayak saya di dunia ini—apalagi di Swiss. Makin ironis, mengingat Swiss adalah salah satu negara paling gila kopi. Hitungan konsumsi per kapitanya menyatakan rata-rata orang dewasa di Swiss mengonsumsi setara 4,5 kilogram biji kopi per tahun.

Iklan

Negara penggila kopi jadi yang pertama secara resmi menyebut kopi tidak bermanfaat buat kehidupan rasanya ironis ya. Makanya, di medsos, banyak netizen julid mengejek Swiss. "Orang-orang Swiss sudah gila kayaknya," seperti ditulis seorang pengguna Twitter.

Kebijakan pemerintah ini belum final sih. Rencananya, kopi tak lagi ditimbun pemerintah mulai November 2019 mendatang. Saat ini, semua berjalan seperti biasa. Ada 15 perusahaan di Swiss yang wajib menimbun biji kopi dari seluruh dunia, termasuk Nestle. Andai keputusan pemerintah tak berubah, simpanan biji kopi itu masih bertahan hingga 2022.

Banyak perusahaan swasta di Swiss tak terlalu mendukung analisis dan kebijakan pemerintah. Dari total 15 mitra negara, 12 perusahaan mengaku akan terus menimbun biji kopi dengan biaya sendiri. Alasannya, kopi adalah bahan baku penting untuk produsen makanan-minuman. Tanpa cadangan stok, rantai pasok mereka bisa berabe. Apalagi kopi adalah jenis hasil industri tanam yang sulit diprediksi panennya.

Kebijakan ini, dibanding soal nutrisi, dirasa lebih terkait motif ekonomi. Pemerintah selama ini menggratiskan bea masuk impor biji kopi dari mitra penimbun. Hasilnya, kopi impor biasa akan lebih mahal. Nah, jika simpanan kopi negara tak wajib ada lagi, maka biaya impor akan turun.

Ya sudahlah. Toh ini memang urusan Swiss. Tapi ingat pak pejabat Swiss, enak banget lho menikmati senja, membawa gitar kopong, nyanyi lagu folk, sambil ditemani segelas kopi.

Artikel ini pertama kali tayang di MUNCHIES.