Pelanggaran HAM

Pemkot di Tiongkok Permalukan Warga yang Keluar Rumah Pakai Piyama

Warga yang ketahuan mengenakan piyama di tempat umum dari pantauan CCTV akan diekspos foto wajah dan nama lengkapnya. Walikotanya benci banget sama piyama nih.
K
oleh Koyu
Lelaki dalam balutan piyama menenteng plastik sayur di Shanghai pada 5 Maret 2017. Johannes Eisele / AFP
Lelaki dalam balutan piyama menenteng plastik sayur di Shanghai pada 5 Maret 2017. Johannes Eisele / AFP.

Kalau mau ke warung atau supermarket, kita biasanya langsung pergi tanpa ganti baju dulu. Meski pakaian yang melekat di tubuh kita piyama atau baju lusuh sekalipun. Lagi pula, buat apa harus pakai baju bagus kalau keluarnya juga cuma sebentar. Ya, kan? Ibu-ibu aja suka pakai daster doang ke mana-mana.

Sayangnya ini enggak berlaku di Suzhou, Tiongkok. Kamu bisa dipermalukan habis-habisan jika tertangkap basah mengenakan pakaian ala kadarnya.

Iklan

Biro Manajemen Kota di Provinsi Anhui membuat postingan berjudul “Mengekspos Perilaku Biadab, Meningkatkan Kualitas Penduduk” dalam akun resmi WeChat mereka pada Senin, 20 Januari 2020. Situs berita The Paper melansir, postingan tersebut mempermalukan 15 orang yang dituduh “berperilaku tak beradab”, tujuh di antaranya mengenakan piyama di luar rumah.

Warga mengenakan baju tidur di tempat umum merupakan pemandangan biasa di Tiongkok. Selain menghangatkan tubuh saat musim dingin, piyama juga mempunyai sejarahnya sendiri di Shanghai. Pada awal abad ke-20, piyama impor hanya bisa dimiliki orang-orang kaya di sana sehingga pakaian ini dapat melambangkan status sang pemakai. Akan tetapi, pihak berwenang gencar memberantas piyama yang menurut mereka lusuh dan enggak sopan.

Setelah mereka difoto diam-diam oleh warga, wajah orang yang memakai baju tidur di luar rumah akan diidentifikasi menggunakan teknologi pengenalan wajah. Pejabat daerah kemudian mengekspos mereka berupa foto wajah, nama lengkap, nomor identitas yang disensor, dan lokasi mereka ketahuan mengenakan piyama ke akun resmi Biro.

Standar berpakaian yang konyol ini membuat geram masyarakat Tiongkok.

“Kapan ya mereka melarang orang kentut di tempat umum?” gurau pengguna Weibo.

“Mereka memedulikan yang enggak penting, tapi tutup mata dengan hal yang memang penting. Enggak pernah tuh pemerkosa diekspos informasi pribadinya. Mereka lebih suka mengekspos orang biasa yang pakai piyama (tertawa),” ujar orang ini.

Iklan

Pengguna Weibo lain menyayangkan kurangnya privasi bagi warga negara. “Mereka enggak menghargai privasi orang. Dasar otoritas keras kepala.”

Beberapa berusaha menjelaskan pentingnya piyama dalam menghangatkan tubuh. “Sebagai orang asli Suzhou, saya cuma mau kasih tahu musim dingin di sana dingin banget. Selimut tebal saja masih kurang hangat, enggak kayak piyama…”

Menanggapi amarah publik, Biro Manajemen Kota Suzhou segera menghapus postingan WeChat-nya dan melayangkan permintaan maaf.

“Kami mengakui konten dan cara kami tak tepat. Biro memperlakukan masalah ini dengan sangat serius, dan telah mengambil tindakan. Kami sudah menghapus dokumen yang berkaitan. Kami benar-benar meminta maaf atas perbuatan lancang ini. Kami belajar dari kesalahan, dan berjanji takkan terulang kembali di kemudian hari. Terima kasih atas semua perhatian dan pengawasan Anda terhadap biro kota Suzhou,” bunyi pernyataannya.

Pemberantasan “perilaku biadab” mulai dilakukan tahun lalu di Suzhou.

Menurut The Paper pada Agustus lalu, biro kota menjanjikan imbalan RMB10 (Rp19 ribu) bagi siapa saja yang foto-foto pemakai piyamanya disetujui. Oktober lalu, biro menerbitkan postingan berjudul “Perilaku Biadab Terekspos” yang menyertai foto seorang warga mengenakan piyama di luar rumah.

Pihak berwenang Tiongkok cukup sering melakukan ini. Selama persiapan World Expo pada 2010, Qiba di Shanghai membentuk komite khusus untuk menertibkan warga yang memakai piyama di tempat umum. Alasannya? Karena bikin malu.

Follow Koyu di Instagram

Artikel ini pertama kali tayang di VICE Asia