Coronavirus

Brutalnya Lockdown di India, Polisi Dituduh Gebuki Orang Keluar Rumah Sampai Mati

Beredar video viral di Negeri Sungai Gangga, menunjukkan aparat memukuli dan mempermalukan orang yang melanggar aturan keluar rumah selama pandemi Corona.
India lakukan Lockdwon nasional Polisi Gebuki Orang Keluar Rumah Sampai Mati
Polisi India membawa pentungan mengawasi orang yang berkeliaran di jalan selama lockdown. Foto oleh Channi Anand/AP Photo 

Kepolisian India dituduh menghajar seorang lelaki hingga tewas akibat melanggar kebijakan lockdown selama pandemi virus corona diberlakukan di negara tersebut. Banyak warga sipil India melaporkan tindak kekerasan pihak polisi hanya karena mereka keluar rumah.

Lal Swami, lelaki 32 tahun penduduk distrik Howrah di Negara Bagian Bengal Barat, dihajar dengan pentungan polisi ketika meninggalkan rumahnya untuk membeli susu pada Rabu (25/3), menurut pengakuan sang istri seperti dilaporkan India Today. Dia sempat dilarikan ke rumah sakit namun dinyatakan meninggal ketika tiba di UGD.

Iklan

Pihak keluarga meyakini Swami tewas akibat cedera dari pemukulan polisi, sementara jubir kepolisian mengatakan dia meninggal akibat serangan jantung.

Tuduhan kekerasan ini merupakan yang paling serius dari sekian banyak skandal menimpa polisi India, yang turut terekam dalam kamera. Berbagai video itu menunjukkan bukti kekerasan berlebihan aparat terhadap warga yang keluar rumah sejak Perdana Menteri Narendra Modi menerapkan aturan lockdown 21 hari.

Berbagai video yang beredar di media sosial menunjukkan petugas memukuli warga sipil dengan pentungan yang biasa disebut lathis—kadang dibarengi dengan perintah untuk mempermalukan korban, seperti melakukan push-up di tengah jalan seiring mereka dipukuli.

Kemarahan publik diperparah oleh satu video yang diunggah ke twitter, yang belakangan telah dihapus, menyorot perilaku seorang inspektur polisi di Kota Chandigarh. Video tersebut menunjukkan sang pejabat polisi menyemprot lathisnya dengan desinfektan, sebelum bearangkat tugas. Video yang nantinya diunggah ulang oleh pengguna Twitter lain tersebut, diberi caption "full tyari", bisa dimaknai persiapan penuh untuk menggebuki warga sipil.

Selepas membanjirnya laporan kekerasan polisi India di media sosial, politisi dan bos-bos perusahaan menghimbau aparat agar menahan diri dan tidak mempersulit pengiriman kebutuhan pokok yang esensial seperti makanan dan obat-obatan, yang memang diperbolehkan dalam aturan lockdown.

Iklan

Shashi Tharoor, anggota parlemen di India, lewat twitter, menerima laporan dari berbagai wilayah bahwa polisi memukuli kurir makanan dan warga sipil yang keluar rumah untuk membeli kebutuhan pokok.

"Saya memohon ke polisi di manapun untuk menghentikan tindakan kekerasan ini," kata Tharoor. "Tegas untuk mengamankan lockdown tentu saja boleh. Tapi kekerasan tidak bisa dibenarkan."

Krishnan Ganesh, pengusaha apotek dan makanan daring, saat diwawancarai NDTV India, menyatakan kurirnya dipukuli polisi yang mengaku tidak tahu bahwa pengiriman makanan dan obat-obatan masih diperbolehkan selama lockdown.

"Si polisi tidak tahu bahwa yang dikirim itu barang-barang penting, dia tidak punya mekanisme mana yang diperbolehkan mana yang tidak," ujarnya. "Dalam banyak kasus, polisi bertindak kasar, dan memukuli warga sipil. Di Kerala, salah satu pekerja kesehatan kami yang hendak mengunjungi pasien malah ditangkap."

Merespons laporan-laporan tersebut, pemerintah pusat India berjanji akan melakukan evaluasi dan mengatur mekanisme pengiriman kebutuhan pokok agar berjalan dengan mulus. Gubernur Delhi Arvind Kejriwal turut berjanji akan menerbitkan kartu izin digital untuk para kurir yang mengantar kebutuhan pokok sebagai bukti mereka diperbolehkan berkeliaran di jalan.

Pengumuman “lockdown total” Perdana Menteri Narendra Modi sejak Selasa pekan ini secara praktis hanya memberi empat jam saja per hari, bagi 1,3 miliar warga India untuk keluar rumah. Kebijakan agresif itu diambil, setelah kasus penularan COVID-19 meluas di Negeri Sungai Gangga, dan pemerintah menyadari banyak RS tidak siap untuk menghadapi lonjakan pasien.

Iklan

Modi berusaha meyakinkan masyarakat bahwa tidak akan terjadi kekurangan pasokan bahan pokok. Namun pengumuman lockdown ini terlanjur memicu banyak penjarahan dan penimbunan barang, serta menimbulkan kebingungan masyarakat yang merasa sulit mencari kebutuhan dasar selama tiga minggu ke depan.

Bahkan sebelum lockdown diumumkan, K. Chandrasekhar Rao, petinggi negara bagian Telengana, sudah menyiratkan adanya pendekatan keras dari pihak kepolisian bila warga membandel keluar rumah. Dia memperingatkan bahwa pemerintah tidak akan ragu memerintahkan kebijakan "tembak di tempat" apabila warga terus melanggar batas jam malam.

"Tolong jangan sampai kita harus bertindak keras," ujarnya dalam salah satu pidato pekan lalu. "Bila pemerintah tidak bisa memaksa semua orang patuh, maka saya terpaksa harus menghubungi militer atau memberlakukan kebijakan ‘tembak di tempat'."

Artikel ini pertama kali tayang di VICE News