The VICE Guide to Right Now

Penjualan Mainan Seks Meningkat di Indonesia Selama Pandemi, Jadi Buruan Bea cukai

Karena UU Ponografi, bisnis mainan seks masih ilegal. Kantor Bea Cukai Bandung mengaku makin sering menyita dan memusnahkan paket alat bantu seks impor selama enam bulan terakhir.
Penjualan Mainan Seks Ilegal Meningkat di Indonesia Selama Pandemi
Ilustrasi sex toys via Getty Images

Dalam acara pemusnahan ratusan mainan seks dianggap yang digelar Kantor Bea Cukai Bandung, Dwiyono Widodo selaku kepala lembaga tersebut membagikan informasi menarik. Selama pandemi, jumlah mainan seks ilegal yang disita anak buahnya via jasa pengiriman barang mengalami lonjakan. Dwiyono menilai hal tersebut merupakan indikasi naiknya jumlah pengguna barang ini.

“Dengan ada pandemi ini penjualan online semakin banyak sehingga volume barang meningkat. Selain itu, penyalahgunaannya [mainan seks] meningkat. Jumlahnya ada 422, selama pandemi jumlahnya meningkat,” kata Dwiyono kepada Detik.

Iklan

Sebelum Anda berpikir permintaan pasar Indonesia yang tinggi bisa jadi peluang bagus membangun bisnis, kami harus kabarkan fakta pahit bahwa berdagang mainan seks di Indonesia adalah aktivitas ilegal.

Mengutip situs Hukum Online, pedagang mainan seks berpotensi dijerat UU Pornografi, KUHP Pasal 282 dan 533, dan UU Perlindungan Anak. Contoh kasusnya sudah ada, yakni seorang lelaki di Balikpapan yang pada 2019 dijerat UU ITE dan UU Perdagangan karena nekat berdagang mainan seks. Ditreskrimsus Polda Metro Jaya Adi Deriyan tercatat pernah mengonfirmasi perdagangan alat bantu seks melanggar hukum.

Meski cukup banyak pemberitaan tentang bagaimana petugas Bea Cukai menyita dan memusnahkan paket mainan seks yang ketahuan masuk Indonesia, perdagangan mainan seks masih banyak terjadi. Setelah terbukti memicu kriminalisasi komunitas LGBTIQ dan korban perdagangan manusia, rasanya bertambah satu lagi nih alasan untuk menggugat UU Pornografi.

Kebutuhan akan pemenuhan hasrat seksual lewat alat-alat bantu selama pandemi bukan cuma terjadi di Indonesia. Oktober lalu, diberitakan para perempuan lajang berusia 25-40 tahun di Tiongkok gencar berburu mainan seks yang membuat perputaran ekonominya mencapai Rp216 triliun.

Analis dari Daxue Consulting Steffi Noel melihat tren ini enggak akan bertahan lama, sebab 70 persen pembeli sex toys di Tiongkok adalah pembeli baru yang kemungkinan enggak akan beli lagi. 

Iklan

Tiongkok juga merupakan penyuplai 70 persen sex toys dunia. Pada paruh pertama 2020, ekspor mainan seks dari Tiongkok melonjak 50 persen dari tahun lalu. “Lonjakan datang dari Prancis, Italia, dan AS, terutama untuk vibrator dan boneka seks,” kata Noel.

Pindah ke New York, kota megapolitan AS tersebut turut mencatat pelonjakan penjualan mainan seks saat pandemi menghantam. Pada pekan pertama April 2020, situs sex toys Adam & Eve mengaku menjual 30 persen lebih banyak setiap hari. Dalam rentang waktu yang sama, toko penjual sex toys lain Emojibator melaporkan peningkatan penjualan 225 persen.

“Begitu banyak aspek kehidupan kita sehari-hari yang membuat kita merasa manusia tidak dapat mengaksesnya saat ini. Melakukan hal yang menyenangkan benar-benar cara yang bagus untuk merasa hidup dalam periode waktu yang aneh ini,” kata CEO produsen alat bantu seksual Dame Products Alexandra Fine.

Forbes mencatat peningkatan penjualan sex toys selama pandemi juga terjadi di Selandia Baru, Australia, Inggris Raya, Denmark, dan Kolombia.