FYI.

This story is over 5 years old.

Kesehatan Mental

Jangan Mau Pacaran Sama 'Tukang Bully'

Hubungan sehat mustahil muncul dari sosok perundung yang tidak pernah memperlakukan pasangannya secara setara.
Sumber gambar: Kristin Curette Hines / Stocksy

Artikel ini pertama kali tayang di Tonic.

"Kok elo kayak gitu sih penampilannya?" teriak pacar saya waktu itu, Joelle* ketika saya tiba di rumahnya. Saya tidak menjawab namun bisa merasakan tatapan amarahnya dari belakang kepala. Sudah hafal saya dengan rutinitas sewotnya semacam ini, namun tidak ada tenaga untuk melawan. Dia mengambil botol kosong dan mengayunkannya ke arah tubuh saya. "Oi!" Dia berteriak lagi sambil kembali menghantam tulang iga saya dengan botol. "Kok gak potong rambut kayak yang gue suruh? Ketahuan banget elo udah lama gak nge-gym!"

Iklan

Perlakuan kasar dan perundungan bukan hal baru dalam hidup saya. Sebagai siswa lelaki berkulit hitam pindahan di sebuah sekolah di Amerika Serikat yang mayoritas berisikan remaja kulit putih, saya sering dicaci maki secara verbal. Banyaknya perundungan, rasisme, dan penolakan yang diterima keluarga saya ketika tinggal di sana cukup untuk membuat kesehatan mental terganggu dan menghancurkan rasa kepercayaan diri.

Tubuh saya kurus, pendek, kecenderungan saya gagap ketika berbicara dan kekakuan ketika bersosialisasi menjadi bahan ejekan di masa muda. Biarpun ada stigma yang mengatakan isu body image biasanya dialami perempuan, sebuah penelitian yang terbit 2015 melaporkan bahwa baik lelaki dan perempuan sama-sama merasakan ketidakpuasan dengan tubuh sendiri.

Dampak dari perundungan di masa kecil bisa bertahan lama, bahkan ketika anda mulai dewasa dan tidak diejek-ejek lagi. Dilaporkan bahwa manusia dewasa yang menjadi korban perundungan di masa kecil mempunyai kecenderungan lebih tinggi memiliki masalah jiwa seperti gangguan mental dan tendensi bunuh diri.

Menyaksikan anak remaja saling merundung satu sama lain sering menjadi trigger untuk saya. Saya pernah bekerja di bidang konseling bagi remaja yang menderita gangguan mental dan trauma selama lima tahun—dan pastinya anda bisa bayangkan kalau anak-anak seperti inilah yang sering mengalami bullying. Sialnya di era teknologi seperti ini, mereka tidak hanya harus khawatir diejek-ejek di sekolah atau di komplek perumahan, tapi juga di media sosial. Adanya akses konstan ke teknologi telah mendorong perundungan menjadi sebuah isu kesehatan publik yang serius.

Iklan

Lalu kenapa hubungan saya dengan Joelle bisa sekacau itu? Isu body image di masa muda terbawa ke kehidupan romantis saya sebagai lelaki dewasa. Saya kerap tertarik dengan perempuan yang mempunyai pergumulan pribadi dengan isu tubuh dan penerimaan diri. Biasanya kami merasa terhubung melalui isu-isu ini, namun juga ada risiko untuk saling memanfaatkan satu sama lain—yang dampak psikologisnya bahkan lebih berbahaya.

Psikologi dibalik hubungan asmara yang tidak stabil dan mengapa banyak yang memilih untuk bertahan dalam hubungan semacam itu memang sangat rumit. Penelitian menunjukkan bahwa seseorang bisa kecanduan pasangannya, sama seperti seseorang kecanduan narkoba. Begitu kita mengalami efek nyaman dopamin yang timbul dari rasa ketergantungan dan kasih sayang (entah dari pengalaman pribadi atau sekedar dari layar kaca), kita dikondisikan untuk mendapatkan rasa nyaman tersebut dengan segala cara.

Saya tahu Joelle punya masalah. Saya juga sadar saya punya masalah. Semua perempuan yang pernah saya pacari punya masalah: mulai dari posesif tingkat akut, caci maki verbal hingga overdosis narkoba dan percobaan bunuh diri. Jelas tidak semua orang mungkin merasa seperti ini, tapi ketika berumur 19 tahun, ketertarikan saya dengan perempuan-perempuan semacam ini merupakan tanda bahwa sebetulnya saya merasa layak dicaci-maki dan dibully. Seakan-akan saya sudah nyaman dengan peran sebagai "korban perundungan."

Iklan

Salah satu alasan kenapa orang sering bertahan di dalam hubungan tidak sehat seperti ini juga disebabkan oleh ide setiap orang mengenai arti kata cinta.

"Ketika anda tidak mencintai dan menerima diri sendiri, anda akan membiarkan orang lain menginjak-injak anda karena anda merasa layak diperlakukan begitu," kata Michelle Hope, pakar hubungan asmara dan seksolog. "Seringkali kita berusaha mengisi kekosongan diri dengan pasangan atau berusaha mengkaitkan hubungan asmara dengan kesempurnaan. Manusia perlu mengisi kekosongan ini dengan cara mencintai diri sendiri dan mencari tahu penyebab isu-isu ini."

Sebenarnya mudah membicarakan konsep mencintai diri sendiri, tapi mengubah pola pikiran sangatlah sulit. Namun setelah berbagai isu dengan Joelle, narkoba, dan tulang rusuk yang terluka, akhirnya terjadi perubahan dalam diri saya.

Saya berhenti melakukan semuanya: narkoba, alkohol, perempuan. Saya berhenti ke kampus selama dua minggu dan menghancurkan ponsel pakai palu agar tidak bisa menghubungi siapapun. Saya tidak orang lingkaran sosial terdekat tahu tengan kondisi saya. Tentu saja hal semacam ini sulit tanpa ada bantuan dari pihak profesional.

Pacar saya mengirimkan puluhan email dan tidak satupun saya baca. Dia bahkan datang ke apartemen saya secara obsesif dan berusaha masuk dengan paksa. Namun saya tetap bertahan dan menjaga jarak dari semua orang. Sebulan kemudian saya dengar Joelle sudah punya pacar baru.

Iklan

Saya mulai melakukan hal-hal yang membuat saya bahagia. Sama seperti Presiden AS Barack Obama setelah masa jabatannya selesai, saya merasa bebas dan lega. Menulis dan ngegym bikin saya semakin pede. Saya juga ingin belajar memasak dan kini sibuk nyoba-nyoba bikin pasta. Pergi ke psikolog juga sangat membantu. Saya ingin bisa melihat diri di cermin dan merasa cukup. Saya mengganti nomor telepon, menghapus akun Facebook, dan menumbuhkan jenggot. Saya ingin mulai semuanya dari nol dengan cara pikir baru. Saya hmengingatkan diri setiap hari untuk tidak mengais kasih sayang dari siapapun yang memperlakukan saya dengan tidak baik.

Namun tantangannya adalah untuk menjaga perubahan ini agar bertahan dalam waktu yang lama. Bagaimana saya bisa meningkatkan kualitas hubungan asmara setelah terbiasa dikritik selama ini?

"Ada satu metode yang jarang dilakukan lelaki: Membuat sebuah daftar," kata Hope. "Tulis aja semua yang anda cari dari sebuah hubungan asmara. Tentukan juga batasan-batasannya dan pastikan anda tegas soal batasan tersebut. Komunikasikan dari awal hal-hal apa yang tidak akan anda toleransi dari pasangan. Kadang di awal hubungan kita memaklumi karena sedang dimabuk cinta, tapi anda harus sadar ketika pelecehan mulai terjadi. Tidak peduli seberapa besarnya cinta atau seks yang anda dapatkan, jangan tolerir perundungan dan kekerasan."

Biarpun sekarang—di umur 27—saya tidak lagi terlihat dan bersikap seperti diri saya yang kurus semasa SMA, kombinasi rasa percaya diri yang rendah dan kekhawatiran masih kerap muncul. Setidaknya ketertarikan saya dengan perempuan perundung mulai berkurang akibat adanya intervensi terhadap kebiasaan buruk di masa lalu. Cita-cita saya adalah terus mendidik diri sendiri agar bisa menghindari stres. Dan yang lebih penting lagi, saya menghindari berhubungan dengan orang-orang yang justru menambah beban mental saya.

*nama telah diubah