FYI.

This story is over 5 years old.

Gulat Profesional

Ada Pentas Gulat Pro Untuk Menghormati Buruh Migran di Singapura

Singapore Pro Wrestling mendedikasikan acaranya buat buruh migran yang dianggap amat berjasa bagi negara mungil di Asia Tenggara itu.
Singapore Pro Wrestling menggelar pentas untuk menghibur buruh migran
Semua foto acara gulat pro di Singapura oleh Najwan Noor. 

Malam itu sangat istimewa bagi pegulat profesional Andrew Tang. Dia promotor sekalgius pendiri sekolah gulat Singapore Pro Wrestling yang berdiri sejak 2012. Bersama pegulat asal Rusia Vadim Koryagin, Tang mengadakan pertunjukan langsung di asrama buruh migran Singapura.

Acaranya sengaja diselenggarakan dua hari sebelum Hari Raya Diwali—dia ingin menghargai komunitas Tamil yang beragama Hindu, karena menurutnya turut berjasa mengembangkan Singapura. Meskipun Tang pernah bergulat di seluruh dunia selama karirnya, tampil di negara sendiri malah membuatnya gugup.

Iklan

"Menjadi pegulat sekaligus penyelenggara acara, saya selalu merasa stres. Bukan hanya karena pertandingan saya sendiri, tetapi juga karena saya harus memastikan semuanya berjalan dengan lancar," kata Tang kepada VICE. "Setiap pegulat pro yang bergairah akan merasakan hasrat mendalam untuk mengalahkan saingan mereka, meninggalkan kesan baik pada penonton dan bikin mereka pengin kembali buat nonton lagi."

Suasana di Singapore Pro Wrestling: Night of Daredevils penuh kegirangan, tetapi juga ada tekanan untuk bertampil dengan baik. Penonton mereka merupakan bagian dari 1,4 juta pekerja asing di Singapura (total populasi penduduk Singapura 5,6 juta jiwa). Orang-orang Tamil ini mayoritas tidak bekerja di sektor profesional; mereka merupakan bagian dari kuli jasa konstruksi atau buruh tanpa keterampilan. Biarpun berkontribusinya besar terhadap infrastruktur dan ekonomi Singapura, buruh migran ini bayarannya seringkali sangat kecil.

“Beberapa dari mereka hanya menghasilkan gaji bulana $400 SGD sampai $465 SGD (setara Rp 4,1 - 4,8 juta)," kata Ou Ningfei, salah satu pendiri Labour Arty, sebuah LSM yang bertujuan untuk menjembatani kesenjangan sosial antara pekerja migran dan orang Singapura, melalui berbagai macam seni. "Banyak buruh migran yang membayar $3,000 SGD sampai $15,000 SGD (Rp 30 juta - 150 juta) ke agen-agen di negara mereka seperti India dan Bangladesh untuk dijamin mendapatkan pekerjaan di Singapura, dan setibanya di sini, pekerjaan mereka ternyata bayarannya lebih kecil dari ongkos tadi."

Iklan
1543911564605-IMAGE_3

"Mereka tinggal di hunian sempit dengan makanan sederhana, dan terkadang mereka menjadi korban ketidaksetaraan pidana yang dilakukan majikan mereka. Namun, seni, dan seni pertunjukan seperti pergulatan profesional, menarik kedua pihak. Ketika orang asing tidak didiskriminasi oleh komunitas yang mengadopsi mereka, ketidakadilan akan ditinggalkan di masa lalu."

Tang dan pegulat-pegulat lain ingin meninggalkan kesan baik.

“Malam ini kami berhasil menarik tipe penonton yang berbeda dan memberikan mereka pengalaman tak terlupakan. Kru terpercaya kami memastikan segalanya berjalan dengan lancar, agar semua pegulat laki-laki dan perempuan SPW bisa fokus pada pertandingan mereka.”

Hadir di acara ini ada Aiden Rex, pesenam berpengalaman dan pegulat pro. Bekerja sebagai desainer grafis, Gavin membuat penontonnya takjub dengan kekuatan atletisnya yang luar biasa. Malam itu pun tanpa terkecuali.

1543911607498-IMAGE_1

"Sebelum mulainya setiap pertandingan, saya hanya fokus untuk tampil dengan baik untuk para penonton, melakukan setiap gerakan dengan lancar dan dengan bentuk dan teknik yang benar," kata Gavin kepada VICE. "Kadang saya memikirkan resiko dan cedera yang mungkin terjadi, tapi saya coba memblokir itu dari pikiran."

Danie Dharma, juara bodybuilding nasional, juga merasa terhormat menjadi bagian dari pertunjukan yang tak ada duanya ini.

"Satu bahasa dan satu etnis dengan banyak penonton, saya menerima sambutan yang sangat ramah dari mereka," kata Dharma kepada VICE.

1543911640164-IMAGE_4

Ternyata Dharma benar—para penonton bersorak dan berteriak setiap kali dia mengangkat dan melemparkan kedua saingannya di ring. "Saya senang akhirnya bisa merasa terhubung dengan mereka, dan buruh migran yang menonton acara ini juga dapat terhubung dengan pertunjukan dan berbagai tokohnya."

Setelah acaranya selesai, penghuni asrama buruh migran mengerumuni para pegulat, meminta foto dan mencium tangan mereka sebagai tanda terima kasih. Walau pertunjukan malam itu seru, acara macam ini takkan menyelesaikan masalah yang dihadapi pekerja migran Singapura setiap hari. Tetapi malam itu penuh kebahagiaan. Tujuan mereka menghormati para buruh migran tercapai.