FYI.

This story is over 5 years old.

Covering Climate Now

Sukses Selamatkan Benoa, Gerakan Tolak Reklamasi Sasar Masalah Lingkungan Lain di Bali

Pulau Dewata punya pahlawan baru. Koalisi warga ini rupanya tak puas hanya karena berhasil menyetop proyek reklamasi Tanjung Benoa. Ada banyak isu lingkungan lain perlu dibenahi.
Sukses Selamatkan Benoa, Gerakan Tolak Reklamasi Sasar Masalah Lingkungan Lain di Bali
Foto dari gerakan Selamatkan Benoa

Bali selalu menjadi destinasi wisata favorit bagi wisatawan asing dan lokal. Karena itu, pemerintah sudah lama berniat menciptakan "pulau Bali" lainnya di penjuru Indonesia, supaya bisa mendatangkan devisa bagi negara. Tomy Winata, konglomerat kakap pemilik grup Artha Graha, memiliki rencana yang lebih bagus. Dia ingin membuat pulau-pulau baru di pinggiran provinsi yang akrab dijuluki Pulau Dewata itu.

Iklan

Proyek reklamasi ini rencananya dilakukan di Teluk Benoa. Beberapa orang Bali bahkan ikut serta di dalamnya. Apabila berlanjut, maka kawasan konservasi hutan mangrove di sana harus dikorbankan. Tak disangka-sangka, ribuan rakyat bersatu menentang keras rencana pembangunan tersebut. Aliansi berbagai organisasi massa itu membentuk gerakan "Tolak Reklamasi" dan berhasil memaksa proyek senilai US$3 miliar (setara Rp44 triliun) itu dihentikan.

Izin reklamasi Tanjung Benoa kini sudah berakhir. PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) tidak mampu memenuhi kelayakan AMDAL karena penolakan konsisten dari masyarakat sekitar proyek.

Walaupun izin berakhir, Gerakan Tolak Reklamasi tetap hidup. Gerakan ini menunjukkan betapa marahnya rakyat Bali kepada penguasa yang ingin merusak rumah dan masa depan mereka demi keuntungan segelintir golongan.

"Gerakan ini juga memperjuangkan masalah-masalah lainnya yang dirasakan masyarakat Bali, terutama apa yang sudah kami rasakan sejak rezim Suharto; konspirasi tingkat tinggi, pemerintah yang korupsi, industri pariwisata yang semena-mena, dan lain-lain," kata Gede Ari Astina atau biasa dipanggil Jerinx kepada VICE. Ia penggagas gerakan Tolak Reklamasi, sekaligus drummer/vokalis band legendaris Superman Is Dead.

Jerinx bersama Superman Is Dead menggelar konser amal untuk gerakan tolak reklamasi. Foto oleh Denny Novikar Nasution

Jerinx mencoba memanfaatkan momentum Tolak Reklamasi untuk menuntut pemerintah setempat mengakhiri pembangunan pariwisata yang tak terkendali dan lebih mengedepankan perlindungan lingkungan dan kebudayaan asli di Bali. Gerakan ini mendapat dukungan dari organisasi masyarakat tradisional Banjar dan musisi serta atlet ternama di Bali, seperti peselancar profesional Mega Semadhi.

Iklan

"Selama ini banyak yang mengira orang Bali itu santai dan malas. Kami ingin menunjukkan solidaritas dengan gerakan ini. Kami mencintai Bali dan tidak ingin pulau ini dirusak," ungkap Mega. "Setelah isu reklamasi ini, orang jadi semakin peduli dengan lingkungan. Mereka sadar kalau kami harus bersatu dan menjaga kelestarian alam."


Tonton dokumenter VICE mengenai tempat-tempat seru yang harus didatangi anak muda waktu mampir ke Bali:


Bali memang mengalami pertumbuhan ekonomi luar biasa berkat sumbangan sektor pariwisata. Sepanjang 2017, Bali berhasil menerima pendapatan sebesar US$15 miliar (setara Rp223 triliun). Selain itu, pulau ini juga menjadi salah satu provinsi terkaya di Indonesia yang mampu mengurangi tingkat kemiskinan dari 13 persen menjadi empat persen dalam waktu dua dekade—semua berkat hadirnya wisatawan. Sayangnya, kemajuan ini berdampak buruk terhadap kondisi lingkungan.

"Rasanya sudah enggak sanggup kerja saking capeknya," kata Made, tukang bangunan yang bekerja tujuh hari seminggu untuk mencukupi kebutuhannya. "Saya sering menangis kalau sudah enggak kuat. Hidup saya sangat sengsara, jadi saya tidak bisa apa-apa. Masalahnya kalau saya enggak kerja, nanti keluarga harus makan apa?"

Jenrix. Foto oleh Denny Novikar Nasution

Proyek pengembangan pariwisata besar-besaran, seperti reklamasi Teluk Benoa atau resor Trump di Tanah Lot, mengancam kebudayaan dan alam Pulau Dewata. Selain itu, ada masalah besar lainnya akibat pembangunan yang tidak berkelanjutan.

Iklan

Sektor wisata turut mempengaruhi krisis pasokan air bersih di Pulau Dewata. Sebanyak 260 dari 400 sungai di Bali mengalami kekeringan selama lima tahun belakangan. Sumber air bersih di Danau Bunyan telah menurun 3,5 meter, sedangkan air laut telah memasuki akuifernya. Air bersih jadi tercemar karenanya.

Hotel dan vila menghabiskan lebih dari 3.000 liter air setiap harinya. Bukan untuk air minum, karena air di Bali tidak aman dikonsumsi seperti kebanyakan negara Asia Tenggara lainnya. Menurut para ahli, airnya digunakan untuk mencuci pakaian kotor dan mandi berlebihan.

"Semakin maju industri pariwisatanya, semakin turun tingkat permukaan airnya," kata Julen Golabre, juru bicara IDEP, LSM lokal yang memantau krisis air di Bali. "Apabila kita memanfaatkan sesuatu untuk kepentingan pribadi, orang lain yang akan merasakan dampaknya."

Selain itu, sektor wisata menyebabkan masalah sampah yang serius. Bali belum memiliki sistem pembuangan sampah yang memadai. Akibatnya 11.000 ton kubik sampah menggunung di jalanan. Timbunan sampah tersebut akan tersapu ke sungai dan bermuara di pantai saat musim hujan tiba.

"Kondisi di sekitar pantai sangat menyedihkan," kata Betet Merta, peselancar profesional dari Bali. "Para peselancar Bali tahu kondisi sebenarnya, karena kami harus menjaganya. Kami hidup di laut. Kami tidak bisa hidup tanpanya. Kalau supir taksi sih tidak peduli masalah ini, karena mereka tidak pernah berselancar. Begitu juga dengan orang-orang di restoran yang buang sampah ke sungai. Mereka tidak butuh laut untuk bertahan hidup, jadi mereka tidak peduli sama masalahnya. Wisatawan dari luar Bali juga buang sampah sembarangan. Saya sering lihat orang melempar sampah ke pantai saat naik mobil."

Iklan

Karena itulah, gerakan Tolak Reklamasi ingin mengatasi masalah-masalah lingkungan lainnya di Bali. Ledakan industri pariwisata di sana memakmurkan daerah-daerah lainnya di Indonesia yang lebih miskin. Namun, menurut Jerinx, ada korupsi, kolusi dan kejahatan yang menyertainya.

"Investor serakah dibantu oleh aparat hukum sehingga rakyat tidak bisa menentang kemauan mereka," kata Jerinx. "Petani ditembak karena mempertahankan lahannya. Pelajar diculik setelah melakukan demonstrasi. Beberapa hilang entah ke mana, sisanya mati."

Gerakan aktivis di Bali sama-sama berbahaya seperti daerah lain. Jerinx telah menyuarakan kritiknya terhadap pemerintah selama 20 tahun lebih, baik dengan bandnya maupun sebagai aktivis. Dia sudah terbiasa dengan risikonya. Waktu itu, ada orang yang berusaha menyiram air keras ke wajahnya saat SID sedang tur. Jerinx selamat, namun orang lain yang terkena siramannya.

"Ada musisi lain yang kena," kata Jerinx. "Kondisinya sudah membaik sekarang, wajahnya sudah balik seperti semula."

Berbagai risiko tadi tidak menghentikan upaya Jerinx dan kawan-kawan menegakkan kebenaran. Dia harap gerakan Tolak Reklamasi ini bisa membawa perubahan baik lainnya bagi Bali.

"Tidak ada yang bisa mengalahkan kami asal solidaritasnya tetap kuat," kata Jerinx. "Kami mencintai tempat kelahiran kami, tidak terbatas seperti keinginan mereka. Hanya ingin meraup keuntungan."