FYI.

This story is over 5 years old.

ask-hole

Aku Bertanya pada Ahli Statistik, Seberapa Besar Peluangku Mati Seorang Diri?

Apakah mungkin aku bernasib sama seperti mereka, mati seorang diri kemudian tak ditemukan berhari-hari? Saya bertanya pada ahli statistik untuk mencari tahu hal itu.

Ask-Hole adalah kolom rutin di mana Broadly menginvestigasi pertanyaan-pertanyaan yang mungkin kamu sudah tahu jawabannya, tapi kami tidak, jadi ya… ini dia. Kamu punya pertanyaan soal apapun? Kirimkan pada kami . Seumur hidupku—sejak masih perawan dengan alis menyatu sampai hari ini—saya paling senang dengan kisah ini: Orang-orang yang mati seorang diri, dan membusuk sampai baunya membuat orang-orang sekitar bertanya-tanya dan menghubungi pihak berwajib. Pada 2006, sisa-sisa dari Joyce Vincent ditemukan dalam tempat tinggalnya di London, di mana dia terbaring dan tak ditemukan sampai tiga tahun setelah kematiannya, dengan televisi masih menyalak. George Bell sudah meninggal selama seminggu sebelum jasadnya ditemukan, itu pun karena dia memarkir mobilnya di sisi jalan yang salah dan tetangganya menyadari surat tilang yang menumpuk. Kisah-kisah seperti ini menjadi tajuk utama di seluruh dunia, dan membuat banyak orang bertanya-tanya siapa yang akan memeriksa keadaan mereka kalau mereka berhenti keluar rumah. Akankah ada yang ngeh soal perbedaan dalam rutinitas mereka? Apakah kematian mereka, seperti Bell dan Vincent, tidak disadari dan ditangisi? Saat saya enggak bisa tidur di malam hari, saya sering berbaring di kasur dan menghitung-hitung kemungkinan saya mati sendirian dan diabaikan dalam tempat tinggal saya. Saya sering, sih, mikirin ini… nanya ke “orang pinter” apakah saya bakal mati sendirian (eh tapi mereka malah lebih khawatir soal rambut saya)… konsultasi ke pakar perilaku kucing soal apakah kucing peliharaan saya bakal makan saya kalau saya mati (kemungkinan enggak). Tapi, sebenar-benarnya, seberapa mungkin sih saya mati seorang diri? Sejauh ini, saya hanya punya pendapat segelintir “orang pinter” dan kawan-kawan terdekat saya (yang berpikir bahwa saya pantas mati seorang diri karena saya egois banget). Saya butuh jawaban yang pasti, dan saya membutuhkannya cepat. Jadi saya menghubungi pakar statistik Alan Salzberg dari firma konsultasi Salt Hill Statistics. Apakah saya akan meninggal dunia seorang diri? Inilah jawabannya. BROADLY: Hi Alan, makasih ya udah mau ngobrol sama saya. Jadi, dari sudut pandang statistik, bagaimana kamu menetapkan ‘seseorang mati sendirian’?
ALAN SALZBERG: Secara tradisional, sih, saat kita mikir soal seseorang mati sendirian, kita cenderung membayangkan orang-orang yang tidak punya anak. Kalau kamu punya anak, sepertinya rada tidak mungkin kamu meninggal dunia tanpa anak-anakmu. Jadi, apakah sebaiknya kita punya anak kalau kita takut mati seorang diri?
Tentunya. Dan sebagian besar perempuan punya anak-anak, meski kalau kamu udah berumur, misalnya, 50 tahun, baru deh rada kurang mungkin punya anak. Tapi ya kalau kamu masih muda, kemungkinannya masih bisa punya anak. Bagi perempuan-perempuan yang tidak punya anak, kemungkinan meninggal dunia seorang diri lebih tinggi karena perempuan hidup lebih lama [dibandingkan laki-laki]. Ada segelintir laki-laki yang semakin tua, semakin mungkin meninggal dunia seorang diri. [Catatan editor: Dengan asumsi kamu tidak memiliki hubungan dengan seorang perempuan.] Ini semua tergantung kesehatan juga sih. Apakah kamu merasa sehat dan akan hidup panjang? Kalau ya, kamu punya masalah. Ada kemungkinan besar kamu mati sendirian.

Iklan

Jadi, kalau saya takut mati sendirian, apakah sebaiknya saya enggak usah sehat-sehat amat ya?
Ya silakan saja, kalau kamu enggak mau mati sendirian, mungkin sebaiknya kamu mencoba mati muda. Kukira begitu. Apakah mati muda atau punya anak merupakan dua pilihan utama untuk menghindari mati sendirian?
Ya dong. Jadi kamu perlu mati muda atau punya anak. Punya anak sangat membantu, sih. Adakah faktor-faktor lain yang harus kita sadari?
Secara umum, orang-orang yang lebih kaya dan berpendidikan cenderung hidup lebih lama, karena mereka punya akses pada layanan kesehatan yang lebih baik. Dan faktor-faktor seperti depresi juga memengaruhi rentang hidup. Tapi orang-orang depresi secara ekstrem hanya kalau mereka sangat miskin, bukan hanya bokek. Jadi saya rasa, kalau kamu sangat miskin dan sangat depresi, kamu mungkin akan mati muda dan tidak akan mati sendirian. Tapi ya, itu bukan alternatif yang baik juga sih.