FYI.

This story is over 5 years old.

Sepakbola

Kenapa Sih Sepakbola Selalu Dirundung Masalah Sentimen Anti Yahudi?

Ujaran kebencian pada orang Yahudi di pertandingan sepakbola bukan barang baru. Mengapa bisa bertahan begitu lama, bukan malah berkurang?

“Yang paling parah waktu kita pulang dari final League Cup. Tim kami baru kalah, dan penggemar tim lawan juga naik kereta yang sama,” jelas Ollie, seorang penggemar Tottenham yang asli Yahudi. “Ada saya, kakak, dan keponakan berumur delapan tahun. Lumayan traumatis sih—kami hampir berkelahi dengan mereka; mereka ngenyek-ngenyek kami dengan menirukan suara gas bocor pakai mulut (kaum Yahudi dulu banyak dibunuh Nazi dalam kamar gas) dan kakak saya langsung naik pitam. ‘Ini ada bocah delapan tahun di sini, dan kalian membuat suara gas? Yang bener aja.’”

Iklan

Bagi Ollie tidak sulit untuk mengingat bentuk sentimen anti Yahudi yang pernah dia saksikan dalam pertandingan sepakbola. Sayangnya, ini sudah bukan barang baru: bagi beberapa fans sepakbola, pelecehan anti Yahudi merupakan bagian dari pengalaman mereka menonton pertandingan. Ketika ditanya seberapa lazim perlakuan semacam ini muncul dalam sepakbola, Ollie menjawab: “oh ini mah di mana-mana.”

Sentimen anti Yahudi merupakan masalah usang dalam sepakbola Inggris dan menjadi berita besar musim ini karena nyanyian menghina yang dilontarkan penggemar Chelsea ke Alvaro Morata. Biarpun masalah ini bisa ditemukan di tempat lain, memang ini menjadi isu besar di London. Rival Tottenham kerap menyebut penggemar Spurs sebagai “Yids” (Sebutan kasar untuk orang Yahudi). Istilah ini kemudian diambil oleh penggemar Spurs dan dijadikan bagian dari identitas mereka. Sekarang di stadium White Hart Lane, sering terdengar penggemar Spurs berteriak “Who are we? Yid Army!”

Di luar ujaran kebencian terhadap orang Yahudi yang membuntuti Tottenham dalam pertandingan, ada sejarah kenapa Spurs dipandang sebagai sebuah “klub Yahudi.” Ketika ribuan pengungsi Yahudi tiba di Inggris semenjak awal abad 20—banyak dari mereka kabur dari pogram di Rusia dan Eropa Timur, dan nantinya dari Nazi Jerman—daerah Timur Laut London menjadi rumah bagi banyak komunitas Yahudi dan mereka memilih untuk mendukung Tottenham dibanding tim-tim lain.

Iklan

Saking umumnya sentimen anti Yahudi pada saat itu (bukan berarti tidak ada yang berusaha melawan), akhirnya penggemar Tottenham menjadi korban dari ujaran kebencian. Bagi para bigot dari oposisi, mereka terang-terangan mengungkapkan ekspresi kebencian. Akhirnya di satu titik tertentu, penggemar Yahudi dan non-Yahudi Spurs mengadopsi kata “Yid” sebagai identitas mereka, sebagai bentuk solidaritas massal dan usaha untuk merenggut kembali sesuatu yang dimaksudkan sebagai ejekan menjadi milik mereka.

Kini, pada 2017, ada banyak debat seputar penggunaan kata “Yid” bahkan di tengah penggemar Spurs sendiri. Biarpun beberapa mengatakan istilah ini telah direbut kembali secara positif, banyak juga yang menolaknya, terutama dari komunitas Yahudi yang lebih luas. Sebuah artikel yang diterbitkan oleh The Jewish Chronicle pada 2016 memperkirakan hanya sekitar 5 persen penonton Spurs benar-benar warga Yahudi, dan ini membuat banyak orang menanyakan apakah istilah ini masih layak digunakan. Isu ini dijelaskan dengan baik oleh Stphen Silverman, juru bicara Kampanye Melawan Sentimen Anti Yahudi di Inggris, yang berbicara dengan saya via telepon di akhir perayaan Tahun Baru Yahudi.

“Pertama, kata ‘Yid’ adalah salah satu istilah anti-semitik paling kasar yang kamu bisa lempar ke seorang warga Yahudi,” jelas Stephen. “Dalam Perang Dunia Kedua, ketika kaum Yahudi ditangkapi di Eropa dan dikirim ke kamp pembasmian, itu adalah kata yang terus mereka dengar.

Iklan

Penggemar Tottenham Hotspur di Semi Final One Cup, 2015. Foto oleh: Mike Egerton/PA Archive/PA Images

“Nah, terus hanya ada satu konteks di mana kata itu dianggap tidak menghina, yaitu ketika digunakan oleh penggemar Tottenham untuk menggambarkan diri sendiri—ya paling tidak rasionalisasinya begitu. Tapi ini juga problematik. Biarpun situasi dengan Spurs terjadi di 1930-an dan dilihat sebagai cara untuk menunjukkan dukungan, atau cara mengklaim kembali kata tersebut—sekarang, mayoritas penggemar Spurs sudah bukan Yahudi, dan kini banyak orang non-Yahudi yang menggunakan kata tersebut.

“Yang lebih mengkhawatirkan adalah respon dan kelakuan yang dipicu oleh kata ini terhadap penggemar sepakbola lainnya. Kita sudah pernah mendengar penggemar Chelsea menyanyikan lagu tentang Auschwitz, dan bahkan tidak selalu ditujukan ke penggemar Tottenham—bisa juga dalam pertandingan lain. Selain itu, ada juga nyanyian-nyanyian tentang Hitler membunuh Yahudi dengan gas lagi, dan orang-orang meniru bunyi gas, ini parah banget. Masalahnya—apapun motivasi untuk menggunakan kata “Yid” oleh penggemar Spurs—adalah kelakuan ini membuat situasi menjadi keruh, dan memberi kesempatan bagi orang untuk mengatakan: ‘Enggak, kita enggak anti-semitik, kita cuman ngomongin penggemar Spurs dan mereka sendiri loh yang memakai kata itu.’ Ini menjadi semacam kedok bagi anti-semitisme sejati.

Ketika ngobrol dengan teman-teman pendukung Spurs seputar pengalaman anti-semitisme mereka, pertandingan melawan Chelsea dan West Ham beberapa kali disebut. Penting untuk diingat bahwa biarpun pertandingan derby London memang kerap menghasilkan banyak ejekan anti-Yahudi selama ini, bukan berarti mayoritas penggemar pendukung tim rival Tottenham selalu seperti ini. Baik Chelsea dan West Ham telah berjanji untuk mengambil aksi keras soal isu ini.

Iklan

Namun fakta bahwa selama ini sepakbola masih bergumul dengan anti Yahudi, setelah teriakan monyet, melempar pisang, dan buku National Front sudah dihapuskan, berarti memang ada sesuatu yang salah. Bagi banyak penggemar sepakbola, lagu tentang Hitler dan Holocaust masih dianggap sebagai sesuatu yang wajar.

Tottenham bukanlah satu-satunya klub sepakbola di Eropa yang memicu ujaran kebencian pada Yahudi dari lawan tanding mereka. Mungkin salah satu contoh paling terkenal dari benua tersebut adalah Ajax Amsterdam. Penggemar mereka memanggil diri sebagai “Joden” atau “Superjoden” (kata Belanda untuk orang Yahudi). Klub-klub lain yang menjadi subyek stereotip anti-semitik mencakup SK Slavia Prague di Republik Ceko dan KS Cracovia di Polandia, biarpun alasan dibelakangnya bermacam-macam. Apabila situasi di Spurs dan Ajax kurang lebih pararel—sebelum perang, Amsterdam dikenal sebagai “Yerusalem-nya Barat”, akibat komunitas Yahudinya yang besar—persepsi bahwa KS Cracovia adalah sebuah klub Yahudi lebih dikarenakan provokasi anti Yahudi oleh rival mereka. Reputasi Slavia sebagai klub Yahudi kabarnya memiliki akar dari sebuah pertandingan persahabatan di tahun 1920-an melawan, percaya atau tidak, West Ham.

Ada banyak usaha untuk mengklaim kembali identitas KS Cracovia, biarpun seberapa besar solidaritas ini kita tidak tahu. Setelah melacak seseorang dengan akun media sosial bernama “Jude Gang”—nama yang sangat pro-Yahudi untuk sebuah grup ultras Cracovia—jelas bahwa tidak semua penggemar mereka melihat asosiasi dengan Yahudi ini sebagai sesuatu yang positif. “Rival setempat kami, Wisla Krakow, memanggil kami Yahudi. Ini adalah sebuah istilah yang menghina, karena di Polandia, rata-rata orang tidak menyukai Yahudi,” katanya. “Nama Jude Gang adalah sebuah respon terhadap itu, tapi kami adalah sebuah klub Polandia dengan sejarah patriotik yang indah. Kami tidak ada hubungannya dengan Yahudi, dan ini hanya nama dari grup hooligan kami.”

Iklan

Jelas ada elemen anti-semitik dalam komentar-komentar di atas, biarpun tidak sepenuhnya salah bahwa Cracovia “tidak ada hubungannya” dengan komunitas Yahudi Krakow. Dalam sejarahnya, Cracovia selalu menyambut pemain Yahudi, dan kabarnya salah seorang pemain tersebut menciptakan istilah “Perang Suci” sebagai nama pertandingan derby mereka dengan Wisla Cracow. Entah apapun intensi awalnya, kini Perang Suci dipandang sebagai pertarungan antara sebuah klub tradisional Katolik Polandia melawan klub Yahudi—slogan Wisla yang umum adalah “Anty Jude”—biarpun faktanya mayoritas penggemar KS Cracovia beragama Katolik. Penuh dengan kekerasan dan selalu dijaga ketat polisi, nuansa sentimen anti Yahudi dalam Perang Suci menjadi sangat buram.


Baca juga artikel VICE lain yang membahas soal sepakbola

Bagi Slavia Prague, koneksi dengan Yahudi dilihat sebagai miskonsepsi, ketika dalam sebuah pertandingan melawan West Ham di 1920-an, penggemar klub rival menstereotip mereka sebagai Yahudi. Intinya, pelecehan anti Yahudi masih terus berlanjut hingga sekarang, dan biarpun tidak selalu ditujukan ke penggemar Yahudi, istilah ini jelas digunakan untuk menghina. Biarpun beberapa berargumen bahwa penggunaan istilah anti Yahudi dalam pertandingan sepakbola harusnya dianggap bentuk antagonisme terpisah, intensi untuk menghina di balik penggunaan istilah macam “Jude” jelas berteriak anti-semitik, sama seperti penggunaan Bintang Daud untuk menutup tembok mural rival dan sebagainya. Bagi Cracovia-Wisla dan Slavia-Sparta, grafiti adalah cara untuk mengungkapkan kebanggaan dan rasa benci.

Iklan

Lagi-lagi, ini bukan refleksi akan mayoritas penggemar Cracovia, Wisla, Slavia dan Sparta, dan biasanya hanya diasosiasikan dengan penggemar garis keras. Hal yang sama bisa dikatakan tentang basis penggemar Feyenoord, biarpun telah muncul rekaman mengerikan beberapa penggemar mereka bernyanyi: “Hamas, Hamas, Jews to the gas” tentang penggemar Ajax. Muncul dari Rotterdam, salah satu kota pelabuhan utama Belanda, rivalitas Feyenoord-Ajax (derby mereka disebut sebagai De Klassieker) merupakan dongeng tentang kedua kota: kota pelabuhan yang penuh dengan kelas pekerja yang tangguh melawan ibukota kultur bohemia Belanda. Bagi beberapa penggemar Feyenoord, menstereotip musuh mereka sebagai Yahudi masuk ke dalam narasi tersebut. Sama seperti penggemar Spurs, penggemar Ajax berusaha merebut kembali identitas mereka lewat istilah “Joden” dan kadang-kadang menampilkan bendera Israel.

Setelah berbicara dengan Joram Verhoeven, seorang anggota Departemen Proyek Edukasional di Anne Frank House yang telah menulis tesis S2 tentang anti-semitisme dari De Klassieker, jelas terlihat mengapa isu ini tidak hanya eksis dalam sepakbola. Bahasa dan imaji anti-semitik bukanlah sekedar politik identitas sepakbola, dan tribalisme yang berlebihan tidak hanya eksis selama 90 menit. “Sebuah kesimpulan mencolok tentang situasi di Belanda adalah terus hadirnya nyanyian dan lagu anti-semitik yang berkontribusi terhadap konotasi negatif kata ‘Yahudi,’” jelas Joram.

“Dalam konteks sepakbola Belanda, misalnya, kata Yahudi menjadi sinonim dengan Ajax, penggemarnya dan kota Amsterdam. Akibat rivalitas Feyenoord dengan Ajax dan penggemarnya, kata tersebut menjadi konotasi yang negatif dan menghina, dan terbawa keluar dari lingkup stadium sepakbola. Kata ‘Yahudi’ semakin sering digunakan untuk melecehkan, entah dalam konteks sepakbola atau di luarnya, terutama di daerah-daerah yang klub sepakbolanya tidak menyukai Ajax.

Lantas, apa kesamaan yang dimiliki semua derby ini dan kenapa beberapa penggemar masih ingin menstereotip rival mereka sebagai Yahudi tanpa pemikiran lebih lanjut? Semua rivalitas ini bersifat urban, semuanya melibatkan ibukota, dan pada intinya adalah pertarungan identitas dan ruang. Karena kota-kota ini biasanya memiliki populasi Yahudi sebagai minoritas, menyebut penggemar lawan sebagai Yahudi bisa jadi cara untuk meminimalisasi dukungan terhadap mereka; di luar nyanyian dan ejekan yang menghina, ada sentimen antisemitik di belakang ini. Dalam pertarungan klasik “kami” melawan “mereka” yang tidak pernah luput dari dunia sepakbola, “kami” mewakili mayoritas penduduk urban dan “mereka” adalah komunitas Yahudi yang marjinal dan dianggap lebih rendah.

Ini adalah mentalitas mengerikan yang memiliki implikasi di luar sepakbola. Biarpun penggunaan bahasa anti Yahudi dalam pertandingan ditentang banyak penggemar, tetap saja banyak supporter yang berkomitmen untuk terus mengadopsi sikap diskriminatif dan melontarkan ejekan anti-semitik. Lebih dari itu, jelas sekali banyak dari mereka yang sangat serius mengenai ejekan mereka—dan apabila diberi kesempatan—mungkin akan menggunakan anti-semitisme sebagai senjata ideologis.

Coba aja buka forum-forum neo-Nazi dan lihat berapa banyak ujaran kebencian tentang warga Yahudi yang mereka tulis.