10 Pertanyaan Buat Satu-Satunya Orang Indonesia yang Ikut Simulasi Hidup di Mars
Simulasi Mars Desert Research Station (MDRS) di Utah, Amerika Serikat pada Maret-April 2018. Kredit foto: Ishan Shapiro, Makoto Kawamura, Wataru Okamoto, dan Venzha

FYI.

This story is over 5 years old.

Serba-serbi Antariksa

10 Pertanyaan Buat Satu-Satunya Orang Indonesia yang Ikut Simulasi Hidup di Mars

Seniman asal Yogyakarta Vincensius Christiawan adalah satu-satunya orang Indonesia yang pernah mengikuti simulasi hidup di Mars yang digelar Mars Society di Amerika Serikat. Menurut dia, misi mengirim manusia ke Mars sama saja dengan misi bunuh diri.

Seniman Vincensius Christiawan alias Venzha saat ini adalah orang Indonesia yang paling siap diterjunkan ke Mars, jika memang ada misi memboyong manusia ke planet merah itu. Dia adalah satu-satunya orang dari Indonesia yang pernah berpartisipasi dalam simulasi hidup di Mars yang digelar Mars Society, organisasi advokasi luar angkasa berpengaruh yang fokus pada eksplorasi dan koloni manusia di Mars.

Iklan

Asosiasi itu mengajak Venzha latihan bertahan hidup di lembah dan gurun yang paling mirip Mars di Negara Bagian Utah, Amerika Serikat selama sebulan penuh sepanjang Maret-April 2018. Atas nama seni, riset, dan kemajuan peradaban manusia, berangkatlah ia ke sana dan menjalani kehidupan keras yang terasa seperti bukan di bumi.

Sebelum maupun setelah simulasi itu, ia ngotot berpandangan bahwa misi mengirim manusia untuk hidup di Planet Mars adalah misi bunuh diri. “Cita-cita manusia beranak pinak di Mars tersebut adalah absurd karena planet itu sangat berbahaya. Nggak masuk akal,” kata Venzha yang aktif di laboratorium seni HONFabLab di Yogyakarta.

Simulasi Mars Desert Research Station (MDRS), yang berlangsung ala semi-militer dengan tingkat disiplin yang tinggi, digelar salah satunya untuk mempelajari dan menganalisis dari banyak cabang ilmu mencari tahu seberapa layak Mars jadi tempat tinggal manusia.

Shinta Maharani, kontributor VICE di Yogyakarta, mewawancarai Venzha berkali-kali demi menggali pengalamannya ikut simulasi dan mengapa pula dia menolak manusia hidup di planet merah itu. Simak obrolan kami dengan Venzha di bawah ini.

VICE: Kamu jadi satu-satunya orang Indonesia yang ikut latihan simulasi hidup di Planet Mars. Gimana ceritanya kamu bisa kepilih?
Venzha: Semua bermula dari hobi. Mars Society melihat ini kok ada seniman celelekan (main-main), nggak ada latar belakang pendidikan ilmu ruang angkasa, tapi, antusias mempelajari ruang angkasa. Karyaku di Art Jog tahun 2016 berupa menara Indonesia Space Science Society (ISSS) bikin pendiri The Mars Society Jepang, Yusuke Murakami datang ke Yogyakarta. Juga ada waktu itu orang NASA yang juga yang datang.

Iklan

Aku waktu itu juga bikin konferensi Internasional tentang SETI (Search for Extra-Terrestrial Intelligence) di Yogyakarta. Nah dari situ, Yusuke tertarik dan mengundang untuk mengikuti simulasi hidup di Mars.

Persiapanmu apa saja sebelum ikut simulasi?
Yusuke tanya ke aku, kamu sehat nggak? Kamu kuat nggak naik gunung atau pernah punya pengalaman survival? Aku bilang nggak punya pengalaman survival. Tapi, aku nggak punya penyakit dan kuat. Sewaktu ngobrol sama Yusuke, aku merokok. haha

Yusuke beri syarat aku harus berhenti merokok selama 6 bulan sebelum ikut simulasi. Sebelum berangkat ke Utah, aku nggak makan daging dan olahraga teratur. Aku jual sepeda motor agar tidak bergantung pada kendaraan bermotor, dan beli sepeda untuk kepentingan berolahraga dan transportasi. Latihan mengendarai motor ATV yang gede, untuk ngikutin medan yang berat juga aku lakukan.

Aturannya ketat banget di antaranya nggak boleh merokok, no alkohol, no seks, nggak boleh berantem, no gosip, dan no connection. Pelatihannya semi militer.

Apa saja yang kamu lakukan di sana?
Aku kebagian tugas mencatat semua kegiatan dalam jurnal yang dilaporkan setiap hari ke komite secara online, dan mengoperasikan alat pendeteksi radiasi matahari. Alat itu aku buat bersama mantan pengajar Jurusan Teknik Informatika Universitas Sanata Dharma, Pak Stephanus Yudianto Asmoro.

Aku satu tim sama orang-orang hebat dari Jepang. Yusuke Murakami arsitek yang pernah hidup di Antartika selama 18 bulan. Ada juga ahli biologi Kai Takeda, ahli komunikasi Fumiei Morisawa, ahli pengukuran polusi udara dan atmosfer Wataru Okamoto, jurnalis video dari NHK Makoto Kawamura, dan perancang grafis Miho Tsukishiro.

Iklan

Kami makan, tidur masing-masing di sebuah kabin dengan ukuran sangat kecil, berdiskusi dan rapat, mandi dan toilet di kubah berdiameter 6 meter. Ada juga banyak tugas yang lain, seperti misalnya mencari benda aneh, atau sampah di gurun, kemudian menelitinya dan melaporkan kepada commander. Tapi ya namanya sebuah gurun yang jauh dari peradaban, pastinya bersih banget di sana. Haha…

Apa pengalaman paling mengesankan buatmu?
Ngelatih disiplin, mental, dan berpikir cepat mengatasi masalah. Awalnya aku gugup. Kepanasan dan kedinginan dikurung pakaian luar angkasa lengkap dengan tabung oksigen. Suatu hari aku lupa menyalakan global positioning system (GPS).

Aku kena marah sang commander dan anggota tim karena kecerobohan sedikit pun bisa membahayakan misi tim. Hal yang lebih penting adalah kelalaian sekecil apapun bisa membahayakan nyawa anggota kru.

Tiap hari aku bangun jam 06.00. Mandi harus cepat dan airnya sedikit banget, dan itupun tidak bisa setiap hari. Habis itu aku sarapan atau makan space food atau yang lebih sederhana sereal, buka laptop dan buku catatan.

Ketua tim nanya satu per satu anggota tim, kalian mau ngapain? Kalau nggak tahu mau ngapain dimarahi habis-habisan. Semuanya harus bisa diprediksi dan dianalisa dengan baik.

Siang dan malam, aku menyantap makanan khusus kayak odol bentuknya. Suhu pada saat siang hari bisa mencapai 42 derajat celcius dan minus 20 derajat celcius pada malam hari. Sangat tergantung pada cuaca yang mengitarinya. Pernah beberapa hari terjadi typhoon, anginnya kenceng banget dan semuanya merasa sedikit ketakutan. Seperti kubahnya mau terbang dihantam angin dengan kecepatan di atas rata-rata.

Iklan

Venzha paling kanan. Kredit foto: Ishan Shapiro, Makoto Kawamura, Wataru Okamoto, dan Venzha

Kamu bilang ikut simulasi karena menolak koloni manusia hidup di Mars? Kenapa?
Keinginan manusia hidup di Mars nggak masuk akal dan naif. Itu menyalahi ilmu pengetahuan. Buang-buang duit, biayanya ribuan triliun rupiah. Mengajak orang pindah ke Mars bagian dari pembodohan dan merusak pola pikir manusia dalam memahami planet ini.

Mengirim manusia ke Mars sama dengan misi bunuh diri. Absurd banget. Mars nggak layak dihuni karena sampai saat ini minimal punya 22 potensi bencana alam yang mematikan. Radiasi, kekuatan angin puting beliung, longsor, kegelapan, dan kecepatan rotasinya tak terbendung.

Letusan Gunung Krakatau di bumi itu nggak ada apa-apanya. Di sana, sekali ada tornado, hantamannya bisa seluas Jakarta. Ini hanya sekedar contoh saja, dan yang pasti manusia bumi belum bisa memprediksi dengan benar.

Mars cuma cocok sebagai laboratorium sains dan eksplorasi teknologi. Astronaut yang dikirim ke sana nggak menetap dan harus kembali ke bumi. Ilmu yang didapat harus dikembalikan ke bumi dan dimanfaatkan untuk kepentingan manusia di bumi. Jika demikian saya setuju. Saya sangat mendukung jika manusia pergi ke Mars untuk eksplorasi, penelitian, dan membangun laboratorium di sana. Apa benar ilmuwan terbagi antara yang percaya dan menolak teori manusia bisa hidup di Mars? kamu ada di kubu mana?
Iya ada dua kubu. Aku dukung kubu ilmuwan yang menolak koloni manusia hidup di Mars. Salah satu ilmuwan tersebut adalah futuris Michio Kaku. Dan juga seorang astrofisikawan kawakan sekelas Neil deGrasse Tyson. Neil pernah bilang bahwa saya akan ke Mars dengan SpaceX sesudah Elon Musk mengirimkan ibunya.

Iklan

Michio menggambarkan situasi yang menakutkan di Mars. Oksigennya sangat tipis, gravitasi Mars hanya 0,376 g (37,6%) dari gravitasi bumi, radiasi kosmik, mikrometeorit, dan Mars dalam kondisi beku.

Untuk bepergian ke Mars dahulu diprediksi memerlukan waktu 2,5 tahun untuk sekali tempuh. Lalu ada kemajuan dan percepatan teknologi sehingga menjadi lebih cepat. Sekarang seorang astronot mau pergi ke Mars diperkirakan hanya perlu 6 - 9 bulan. Baliknya juga sama, butuh waktu 6 - 9 bulan. Bahkan Elon Musk berkata bisa hanya 80 hari di mada depan.

Aku pikir masih banyak planet menyerupai bumi di tata surya yang lebih layak ketimbang Mars untuk koloni manusia. Planet terbesar di tata surya, Jupiter misalnya memiliki banyak sekali satelit atau bulan. Sampai saat ini kurang lebih dari 79 bulan sudah ditemukan dan yang sudah diberi nama ada 53 bulan. Ada beberapa di antaranya yang jauh lebih layak dari pada planet Mars sebagai tempat untuk manusia.

Planet Jupiter punya oksigen, nitrogen, karbon, helium. Gangguan bencana alam dan radiasi di sana tidak separah Mars. Ketersediaan oksigen tidak setipis di Mars. Kondisi Jupiter itu bisa dilihat melalui foto dari jarak jauh yang dianalisa lewat warna. Seharusnya duit dalam jumlah besar itu digunakan untuk eksplorasi planet lain yang lebih layak dihuni manusia.

Kamu bilang percaya unidentified flying object (UFO) dan alien. Bisa Membuktikan?
Aku percaya ada entitas cerdas dari ruang angkasa. Aku pernah ngelihat UFO dalam bentuk cahaya yang bergerak cepat saat di Area 51 gurun Nevada, New Mexico, Amerika tahun 2013. Beberapa media luar negeri menyebut area penyimpanan UFO dan alien jatuh di Roswell tahun 1947. Aku juga lihat UFO di langit Banyuwangi dan beberapa tempat atau negara lain. UFO yang sempat aku dokumentasikan adalah yang di New Mexico.

Iklan

Gimana cerita awal kamu tertarik sama ruang angkasa? Bagaimana itu bisa memengaruhi kekaryaanmu?
Aku suka petualangan fiksi ilmiah ruang angkasa sejak sekolah di taman kanak-kanak. Senang baca komik fiksi ilmiah dan superhero. Utuk yang komik jadul indonesia saja aku punya kurang lebih 250 koleksi komik, itu belum termasuk komik jadul terjemahan, dan komik yang diadaptasi dari film, novel, maupun acara televisi saat itu.

Salah satunya berjudul Perdjalanan ke Mars karya Jack Thomas Scheers. Juga komik superhero “Amanat dari Angkasa Luar” ciptaan komikus legendaris Indonesia pencipta “Gundala Putera Petir”, Hasmi.

Aku malah sebelumnya nggak pernah bayangin akan jadi seniman. Ternyata hobiku itu malah bawa hoki dan semakin membawaku jauh mendalami ruang angkasa. Aku mulai intens mempelajari ruang angkasa sejak 2011 dan bolak-balik ke Amerika Serikat untuk memperkaya pengetahuan.

Ada 40 proyek seni yang berhubungan dengan ruang angkasa. Karya seniku berbentuk roket dipamerkan di Art Science Museum di Singapura bersama benda-benda milik Badan Antariksa Amerika (NASA) pada November 2016-Maret 2017.

Venzha berpose di depan karyanya. Foto oleh penulis

Setelah bikin menara Indonesia Space Science Society atau ISSS di Artjog, karya monumental apa lagi yang akan kamu bikin dalam waktu dekat?
Aku ikut simulasi di Antartika dalam kapal pemecah es pada Februari-Maret 2019 di Jepang. Simulasi itu diberi nama Shirase Expedition (Simulation of Human Isolation Research for Antartica Based Space Engineering). Persiapanku olahraga teratur. Karya seni monumental lainnya yang akan aku buat masih belum bisa kusampaikan ya. Hahaha.

Kira-kira Indonesia bisa berkontribusi apa dalam upaya mencari planet lain untuk jadi tempat tinggal baru bagi manusia?
Space science itu sebuah bidang ilmu yang harus selalu berkolaborasi. Tidak bisa satu lembaga berdiri sendiri untuk bikin proyek besar. Indonesia pasti punya andil dalam hal ini, meskipun mungkin belum besar.

*Ada tambahan keterangan tentang bulan-bulan di Jupiter yang layak disurvei sebagai tempat tinggal manusia. Keterangan itu ditambahkan pada Sabtu 8 September 2018, selang sehari setelah artikel diterbitkan