Politik

Jangan Terpancing Isu Risma Maju Pilgub DKI, Idenya Kelola Sampah Jakarta Lebih Penting Dibahas

Niatnya belajar cara kelola sampah ke walikota Surabaya, legislator DPRD Jakarta malah melempar ide liar Risma maju pilgub Jakarta 2022. Pinter banget deh bikin konten viral.
Jangan Terpancing Isu Pilkada, Ide Risma Mengelola Sampah Jakarta Lebih Penting Dibahas
Foto sampah di Bantar Gebang oleh Darren Whiteside/Reuters

Harusnya studi banding, output-nya malah debat pra-pilkada. Kelakuan anggota DPRD DKI Jakarta yang juga ketua fraksi Nasdem Bestari Barus ini memang deh, nggak suka banget lihat orang hidup tenang. Senin lalu (29/7), ia melempar wacana agar wali kota Surabaya saat ini, Tri Rismaharini, maju di pilgub Jakarta 2022. Astaga, pilkada masih 3 tahun lagi!

"Apakah Ibu Risma mau kita boyong ke Jakarta dalam waktu dekat? Masalah sampah ini bisa terselesaikan kalau di pilkada yang akan datang Bu Risma pindah ke Jakarta," kata Bestari, dikutip Kompas.

Iklan

Ucapan itu terlontar dalam pertemuan DPRD DKI Jakarta dan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dengan Pemerintah Kota Surabaya. Para legislator Jakarta sedang punya PR bikin perda pengelolaan sampah dengan konsep ITF (intermediate treatment facility). Sampai di Surabaya, mereka malah kaget Surabaya sanggup mengelola sampah lebih baik dari Jakarta dengan anggaran yang jauh lebih kecil, Rp30 miliar. Angkanya jomplang banget dibanding bajet pengelolaan sampah Jakarta yang kata Bestari sebesar Rp3,7 triliun.

"Enggak masalah. Saya siap bantu (mengelola sampah Jakarta). Banyak daerah lain yang minta bantuan (pengelolaan sampah),” ujar Risma, dikutip Kompas. Risma menekankan ia semata-mata ingin menolong. Soalnya, pengelolaan sampah yang tidak benar berbahaya buat kesehatan, utamanya kesehatan anak dan bayi. Kalau soal maju pilkada, Risma tidak mau ambil pusing dulu.

ITF adalah teknologi pengelolaan sampah ramah lingkungan yang dilakukan dengan cara membakar sampah dalam suhu 1.200 derajat Celcius dengan keluaran tenaga listrik dan tidak mencemari udara.

Sudah bisa dinyana, ujaran Bestari ini membuat Pak Bos di Jakarta tersinggung berat. Gubernur Anies Baswedan merespons "hasil studi banding" tersebut dengan menolak santun tawaran bantuan Risma sekaligus menyerang balik Bestari. "Kita apresiasi pada perhatian itu. Kemudian, biarlah Jakarta diurus oleh DPRD Jakarta, oleh Pemprov Jakarta. Jadi, mungkin [ajakan] Pak Bestari itu [karena dia] lagi siap-siap mau pensiun,” ujar Anies kepada Tirto, menyindir Bestari yang tidak terpilih lagi jadi anggota legislatif 2019-2024.

Iklan

Anies mengatakan, pengelolaan sampah di Jakarta belum oke karena pemerintah sebelumnya belum mengaplikasikan teknologi ITF. Fasilitas ITF pertama di Sunter, Jakarta Utara, masih dalam proses pembangunan dan baru bisa diuji coba tahun 2021 atau 2022.

"Pak Bestari itu membicarakan Jakarta yang dia ikut tanggung jawab kemarin. Jadi, beliau suka lupa, maunya nyerang gubernur yang sekarang, lupa ini nyerang gubernur yang sebelum-sebelumnya tuh,” tambah Anies. Ucapan Anies dibalas lagi oleh Bestari yang membela dirinya dengan mengatakan, setelah masa tugasnya habis ia akan bergabung dengan Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) agar pengelolaan sampah Ibu Kota lebih baik.

Oke, daripada ributin perkara saling sindir ini, saya mau menjelaskan beberapa hal yang bisa dilakukan Jakarta berdasarkan informasi hasil studi banding ke Surabaya kemarin.

Pertama, yang paling penting menurut Risma adalah Jakarta harus mempercepat pembangunan tempat pembuangan akhir (TPA) karena volumesampah Jakarta sudah mencapai 7.500 ton per hari. Percepatan pembangunan makin penting karena TPA Sunter (yang baru jadi 2022) hanya mampu menampung 2.200 ton sampah, sedangkan TPA Bantargebang diperkirakan bakal overload per 2021. Jeda satu tahun tanpa TPA ini bisabikin runyam nantinya. Risma merasa, Jakarta memiliki anggaran yang besar sehingga tidak ada alasan bagi Jakarta menunda percepatan pembangunan fasilitas sampah.

Kedua, Jakarta harus segera meloloskan perda pengelolaan sampah biar payung hukumnya jelas. Di Surabaya, pemkot mengesahkan Perda 1/2019 yang mengubah Perda 5/2014 tentang Pengelolaan Sampah dan Kebersihan di Kota Surabaya.

Perda tersebut membuat Risma bisa membentuk tim khusus yang merupakan gabungan antara ahli teknik lingkungan, hukum, ekonomi, pegiat LSM, dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas). Pemkot Surabaya juga membuat rumah-rumah kompos untuk memperbaiki struktur tanah supaya dapat menyerap air lebihbaik. Saat ini sudah ada 28 rumah kompos tersebar di seantero Surabaya.

Ketiga, Jakarta tentu perlu membuat sistem monitoring yang efektif. Setelah infrastrukturnya jadi, Pemkot Surabaya sangat ketat memantau waktu pengambilan sampah. Hal ini membuat warga tidak lagi protes soal keterlambatan pengambilan sampah ke rumah-rumah warga. Risma bahkan membuat sistem yang bisa memantau penjemputan sampah di semua wilayah, jam berapa diambil, siapa nama sopirnya, dan nomor polisi angkutannya. Ketertiban ini merupakan salah satu kunci keberhasilan Surabaya mengamankan 1.300 ton sampah warga setiap harinya.