FYI.

This story is over 5 years old.

Makanan Hewan

Pesan Moral yang Kudapat Setelah Beberapa Kali Mencoba Makanan Kucing

Akuilah, kalian juga pasti penasaran, dari dulu pengin nyicipin makanan kucing cuma takut kan?! Tenang, penulis kami rela melakukannya untuk kalian.

Artikel ini pertama kali tayang di MUNCHIES Denmark

Saya punya kucing. Namanya Kashmir. Bulunya lembut. Kashmir juga enak buat diuwel-uwel. Seperti Hobbes dalam Calvin dan Hobbes, Kashmir paling doyan makan tuna. Tiap kali kasih makanan yang mengandung ikan, Kashmir langsung blingsatan. Makanan kucing favorit Kashmir adalah makanan yang bungkusnya berwarna kuning emas.

Entah, udah berapa kali saya mikir, “Bangsat, gue penasaran banget nih rasanya makanan kucing ini. Jangan-jangan rasanya memang enak, termasuk kalau kita bukan binatang berbulu yang enggak pernah absen ngejilat lubang pantatnya setiap hari?”

Iklan

Ayolah, kalian juga pernah mikir gitu kan? Ngaku aja.

Saya memang penasaran, tapi saya juga orangnya disiplin dan tahu menempatkan sesuatu pada tempatnya. Kashmir harus makan makanan kucing sementara saya wajib menyantap makanan manusia. Pun, saya enggak pernah tuh kepikiran untuk mengikuti ajaran diet yang dianut manusia. Saya mah enggak tega buat maksa Kashamir mengonsumsi makanan mentah doang apalagi jadi kucing vegan.

Jadi, jelas ya. Sampai saat ini saya belum nyoba makanan kucing bukan lantaran saya enggak doyan makanannya Kashmir lho. Memang belum kesampaian saja. Tiap kali saya punya niat mencoba makanan kucing, entah kenapa selalu ada punya alasan buat mengurungkan niat saya. Enggak lapar lah. Masih ada daging di oven lah. Takut enggak enak lah. Intinya sih sama: saya bakal makan tapi enggak sekarang deh. Atau mungkin, diam-diam saya sudah menyimpulkan kalau yang saya mau makan itu pakan kucing dan saya enggak mau sedikit pun mencobanya.

Penulis artikel ini mencicipi makanan kucing peliharaannya

Saya lantas sadar, kerja seorang jurnalis sangatlah mulia: menyuguhkan kebenaran pada publik. Jadi, hari ini saya memutuskan untuk menjadi wakil semua pemilik kucing di dunia untuk menjawab pertanyaan yang sudah mengganjal sejak dulu kala: manusia sebenarnya bisa makan pakan kucing enggak sih?

Cuma tunggu dulu, saya enggak mau nekat. Sebelum melakukan eksperimen saya lebih dulu berselancar di internet. Lewat sebuah penyelidikan singkat, saya tahu kalau makanan pakan kucing itu enggak bahaya-bahaya amat, atau tak lebih berbahaya dari pada beberapa zat yang pernah saya masukan ke tubuh. Intinya, enggak ada yang perlu ditakutkan. Pokoknya eksperimen ini enggak akan berakhir jadi petaka. Makanan kucing kan mengandung segala yang dibutuhkan tubuh kucing. Nah, karena Kashmir dan saya sama-sama mamalia, logikanya gizi makanan kucing bisa dimanfaatkan manusia.

Iklan

Dengan tekad bulat, saya pun pergi ke toko kelontong terdekat dan beli makanan kucing dengan kualitas terbaik. Kashmir dan saya bakal makan malam tiga menu (tuna, salmon dan sapi muda). Sebagai tambahannya, kami berdua bakal ngemil penganan kering—itu loh, makanan tambahan yang kita belikan buat kucing kalau mereka sedang baik dan kantong mengizinkan.

Kami mulai dengan makan salmon. Alasannya sederhana, Kashmir doyan makan salmon. Dia selalu melahapnya dengan serakah begitu tempat makannya saya taruh di lantai. Hari juga sama. Hanya beberapa detik setelah kalengnya saya buka, Kashmir otomatis mengeong, meminta majikannya cepat-cepat menyajikan isinya. Baunya harum dan enggak terlalu ikan. Biar makin menjiwai eksperiemen ini, saya duduk di lantai di sebelah Kashmir. Kami makan dari kaleng berbeda. Saya enggak mau ribut pas kami makan.

Kashmir, kucing imut peliharaan penulis artikel ini.

Kashmir langsung menyosorkan moncongnya ke kaleng selagi saya mengambil sesendok teh salmon. Konsistensinya mirip pâté. Baunya mengingatkan saya pada sosi hati. Begitu masuk mulut, rasa pertama yang saya kecap adalah campuran keduanya. Sayangnya, rasa ini segera menguap. Rasa salmon ini berubah aneh begitu bahan utamanya mulai terasa. Menggabungkan ikan dan hati pastinya bukan ide yang cerdas. Begitu kira-kira impresi yang saya dapatkan.

Santapan kedua yang makan adalah daging sapi muda. Teksurnya lebih berair. Saya melihat beberapa potongan daging yang mengambang di kuah yang mirip saus bikinan nenek. Saya berharap rasanya bakal beda. Ternyata salah, rasa makanan kedua ini sebelas duabelas dari salmon. Rasanya memang enggak buruk-buruk amat, tapi saya mulai merinding begitu ingat hampir enggak ada perbedaan antara rasa salmon dan daging sapi muda di dunia perkucingan. Pertanyaanya: apa lagi yang dimasukkan dalam dua pakan kucing ini??

Iklan

Kenyataannya mungkin karena mayoritas pakan kucing (dan juga pakan anjing) dibikin dari bahan yang sama biar hewan-hewan lucu ini dapat diet makanan berimbang. Cuma, masalahnya bukan cuma gara-gara bahan yang sama. namun, fakta bahwa makanan kucing sebenarnya dibuat dari sisa-sisa produksi makanan manusia. “semua makanan hewan dibuat dari sisa-sisa produksi makanan manusia,” terang Marion Nestle, profesi nutrisi, dalam sebuah artikel tentang makanan hewan peliharaan dalam sebuah artikel yang dilansir New York Times.

Jenis terakhir makanan kucing yang kami coba adalah tuna. Yang satu ini lebih menerbitkan nafsu makan. Di luar bentuknya hampir mirip gel, makanan kucing satu ini masih kelihatan seperti tuna. Dan, saya senang bukan kepalang begitu saya menyecapnya. Malah, pakan kucing yang baru saya masukan ke mulut ini lebih maknyus bila dibandingkan dengan beberapa merk tuna kesohor. Makanya, setelah mencicipinya, saya otomatis pengin ngelus-ngelus kumis kucing imajiner saya dan mengeong. Jadi kucing tuh memang enak ternyata.

“Kucing tak akan mau makan yang lain,” begitu kalimat yang saya dengar dari iklan Whiskas, tapi sepertinya Kashmir enggak setuju deh. Sebagai isyarat kalau makan malam kami selesai, saya ambil satu bungkus Whiskas Temptations, salah satu merk makanan kucing kering paling mentereng dan melemparkannya ke Kashmir. Dia mengejarnya dengan antusias. Dipikirnya sudah waktunya bermain. Akan tetapi, begitu kucingku mengendusnya, dia langsung menengadah, seakan-akan ngomong “Yang bener aja Bos!”

Iklan

Kucing betina peliharaan saya itu kembali mengendusnya lantas meninggalkannya begitu saja di di lantai. Saya tahu perkaranya bukan lantaran perut Kashmir sudah penuh. Wong saya sering memberi barang beberapa biji makanan itu biar dia enggak manja. Masalahnya sesungguhnya adalah penciuman Kashmir 14 kali lebih tajam dari penciumannya saya. dia pasti mengendus mencium bahan makanan yang kurang asoy yang gagal saya endus.

Apa yang tak pernah kamu tahu tak akan pernah bisa menyakitimu. Begitu kata pepatah, makanya saya menguyah beberapa buah makanan kering ini. Saya kaget. Whiskas Tempations ternyata mirip dengan rasa kripik keju yang dulu pernah saya makan—bedanya, penganan kucing punya aftertaste daging basi yang agak malesin. Rasanya enggak bisa dibilang maknyus sih, tapi kalau kamu kepepet pas sedang lapar-laparnya, penganan kucing kering bolehlah dicoba. Ah mungkin pas teman-temanku datang berkunjung, tak ada salahnya menyuguhkannya pada mereka. Pemabok mah makan apa saja juga bisa.


Jangan salah, VICE juga sudah menghubungi dokter untuk memeriksa risiko orang ngemil pakan hewan. Baca artikelnya di sini:

Setelah makan malam, Kashmir meloncat dan akhirnya gogoleran di atas salah sati piringan hitam saya. Barang beberapa menit kemudian, dia tidur dengan tenangnya. Mukanya senang dan tampak kenyang.

Setelah makan malam, Kashmir meloncat dan akhirnya gogoleran di atas salah sati piringan hitam saya. Barang beberapa menit kemudian, dia tidur dengan tenangnya. Mukanya senang dan tampak kenyang.

Everybody wants to be a cat,” sudah ratusan kali saya nyanyikan karena hidup kucing kayaknya bahagai betul. Mereka bisa melakukan apapun yang merea mau, minta dielus-elus perutnya kapanpun, molor 16 jam sehari dan tetap lebih elegan dari majikannya. Tapi maaf deh, kayaknya saya enggak suka makanan mereka. Kecuali tuna yang relatif enak dimakan, makanan kucing lainnya hampir enggak bisa dibedakan. Awalnya, saya mikir bakal merasakan semacam French pâté tapi malah dapat olahan daging enggak jelas yang rasanya seragam—entah itu yang namanya salmon atau daging sapi muda.

Baiklah. Biar lebih afdol dan makin mirip kucing, setelah makan saatnya saya minum susu, eek lalu—tentu saja—langsung molor.