FYI.

This story is over 5 years old.

Kebahagiaan

Ada Ilmuwan Yang Membela Kebiasaan Kita Pesan Makanan Lewat Ojek Online

Penelitian dalam jurnal PNAS menyatakan punya waktu luang lebih membahagiakan daripada menghabiskan hari kita berbelanja. Jadi tak perlu merasa bersalah lagi, hhe.

Artikel ini pertama kali tayang di Tonic.

Banyak yang menyangka bahwa membungkus makanan dari restoran adalah tindakan yang merugikan. Belum lagi, kalau kita beli lewat layanan antar makanan, kita bakal kena biaya pengantaran. Makin buang-buang uang saja. Tapi, menurut sebuah penelitian terbaru, ternyata pesan makan lewat ojek online dan berbagai kegiatan menghemat waktu lainnya adalah cara yang bijak untuk membelanjakan uang, setidaknya dari kebahagian yang kita darinya.

Iklan

Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan hari senin lalu oleh roceedings of the National Academy of Sciences (PNAS), para peneliti berhasil memperoleh kesimpulan bila orang mengaku lebih bahagia dan merasa hidupnya memuaskan setelah membeli waktu luang daripada membeli barang.

Membeli waktu luang dalam penelitian ini didefinisikan secara luas sebagai "setiap cara yang digunakan responden untuk menghabiskan uang demi mendapatkan waktu luang." kegiatan yang termasuk membeli waktu luang di antaranya menggunakan asisten virtual dan apliakasi seperti TaskRabbit, membungkus makanan dari warteg, belanja, menitipkan anak di layanan daycare hingga memanfaatkan jasa layanan bersih-bersih rumah online.

Setelah mensurvey 6.000 responden di empat negara, peneliti menemukan bahwa orang-orang yang membelanjakan uangnya untuk mendapatkan waktu luang ternyata lebih bahagia. Namun, simpulan penelitian ini ternyata tak bisa menjelaskan hubungan kausalitas antara membeli waktu luang dengan kebahagian. Contohnya, orang-orang yang tiap hari memesan makanan lewat lewat jasa ojek online kemungkinan besar memiliki pendapatan yang lumayan, dan karenanya mereka bisa kita asumsikan pada dasarnya bahagia.

Alhasil, para peneliti menguatkan hasil penelitian ini dengan melakukan eksperimentasi guna menemukan korelasi antara kebahagian dan kebiasaan membeli waktu luang. Mereka merekrut 60 peserta di musem sains di Vancouver, British Columbia. Lalu, tiap peserta eksperimen diberi uang sebesar $40 untuk melakukan membeli barang dan $40 lagi untuk membeli waktu luang. Setelah itu, setiap peserta diwajibkan melaporkan apa yang mereka rasakan. Seminggu kemudian, kondisinya diubah. Peserta yang membeli barang mendapatkan $40 lagi untuk membeli waktu luang dan sebaliknya. Akhirnya, para peserta merasa lebih bahagia dan tidak begitu stress di hari-hari ketika mereka bisa mendapatkan waktu luang dengan membelanjakan uang daripada ketika mereka membeli barang.

Iklan

Eksperimen kecil ini tak sepenuhnya menjanjikan. Namun, lantaran ada 6.000 orang mengatakan hal serupa, maka hasil penelitian tak bisa dikesampingkan begitu saja. Temuan ini menyediakan apa yang disebut oleh Elizabeth Dunn, salah satu peneliti dalam riset ini dan peneliti utama hubungan antara uang dan kebahagian di University of British Columbia, bukti yang menegaskan. "Eksperimen ini bagi saya adalah bagian penting dari penelitian kami yang menunjukkan ada hubungan kausal antara membeli waktu luang dengan kebahagiaan," tegas Dunn.

Dunn dan rekan-rekannya juga menyimpulkan bahwa keuntungan membeli waktu luang bisa dirasakan hampir semua orang. Meski mereka yang berkantong tebal kemungkinan besar lebih jarang mengalami stres, keuntungan membeli waktu luang tak dimonopoli kaum tajir ini. Temuan penelitian Dunn dkk masih bisa diterapkan di semua kelas sosial ekonomi. Ini artinya semua orang bisa mendapatkan keuntungan dari membeli "waktu" daripada benda. Dalam satu bagian laporan penelitian, Dunn cs menulis, "masalah kekurangan waktu yang dialami oleh penduduk dunia modern bisa dikurangi dengan menggunakan uang untuk membeli waktu luang."

Namun ada sedikit masalah dalam temuan Dunn. umumnya, membeli waktu bisa membuat kita bahagia. Tapi, kenapa orang yang terlalu banyak membeli waktu dan dengan sendirinya memiliki terlalu banyak waktu luang kurang bahagia? Membeli terlalu banyak waktu luang ternyata justru bisa menghilangkan sensasi bahwa kita bisa mengendalikan diri sendiri, setidaknya demikian menurut spekulasi Dunn. bagi kebanyakan dari kita, membeli waktu luang bisa "membantu kita mendapatkan kembali kendali atas semua yang terjadi dalam hidup kita," jelas Dunn. namun, masalah berbeda pada mereka yang punya terlalu banyak waktu luang. Untuk orang-orang ini, membeli waktu luang lebih banyak lagi bakal bikin mereka lebih galau dan merasa kurang bisa mengendalikan diri. "Punya terlalu banyak waktu luang mungkin tak baik untuk diri anda," tutur Dunn.

"Hal ini bukan suatu hal susah dipahami," kata Dunn. "Dugaan ini lumayan masuk akal."

Ada lagi satu pertanyaan yang muncul dari hasil temuan Dunn dkk: jika memang membelanjakan uang guna mendapatkan waktu luang yang lebih banyak—alih-alih menumpuk barang—bisa bikin orang lebih bahagia, kenapa tak banyak orang yang melakukannya? Itu salah satu pertanyaan yang juga ingin dijawab Dunn dan rekan-rekannya di masa depan. Mungkin saja, beberapa orang merasa kuranhg enak membayar orang melakukan pekerjaan yang sebenarnya bisa mereka lakukan sendiri, tapi ini masih sekadar dugaan. Dunn berencana memelajari perbedaan kelas dan gender yang membuat sebagian orang lebih memilih membeli waktu luang daripada kelompok lainnya.

Sementara itu, kita bisa gunakan temuan Dunn untuk menjustifikasi kebiasan kita mengorder makanan lewat ojek online hampir tiap hari.