FYI.

This story is over 5 years old.

Hubungan

Kenapa Sih Orang Pacaran Kalau Lagi Ngobrol Suka Sok Imut?

'Uuutaaayang' atau 'ndut' adalah ungkapan sayang sok imut dari pasangan (termasuk suami-istri) di sekitar kita. Sebel sama cara komunikasi macam itu? Kata sains sih salahkan ibu mereka.
Foto ilustrasi orang pacaran oleh Daxiao Productions via Stocksy.

Artikel ini pertama kali di Broadly.

Ask-Hole adalah sebuah kolom reguler investigatif Broadly untuk masalah-masalah seputar dunia percintaan. Punya pertanyaan macam itu, yang kalian yakin belum punya jawabannya? Kalau ada, kirim via email ke broadly.editor@vice.com


Apa yang ada yang lebih nyebelin dari pasangan sedang jatuh cinta? Itu tuh, sejoli yang ngomong sok imut tiap kali mereka ngobrol. Bahkan mereka saling panggil kayak masing-masing masih bayi. Makanya pas pacar manggil saya pakai sebutan 'ah, dasar pecun', rasa cinta saya ke dia meningkat berkali-kali lipat. Tapi, saya tetep penasaran kenapa orang pacaran kalau sedang ngobrol pasti sok imut sampai-sampai kedengaran tolol? Apa panggilan sok imut macam ndut, tayang atau bunda sekarang jadi satu-satunya cara buat mengekspresikan rasa sayang? Sebagian pakar psikologi sepakat kalau obrolan sok imut antara dua orang dewasa ternyata punya efek lumayan menyenangkan. Memanggil pasanganmu dengan sebutan macam “sayang” atau versi lebih sok imutnya “tayaaanggg” ternyata memperkuat kerikatan pasangan kekasih. Kenapa ini bisa terjadi? Nanti kita jelaskan di bawah. Sedikit bocoran: semua salah ibu-ibu pasangan yang sok imut tersebut. “Baby talk, atau Penggunaan kata-kata imut digunakan secara luas, dalam berbagai kebudayaan, oleh ibu-ibu di seluruh dunia,” kata Dean Falk, profesor neuroantroplogis dari Florida State University. Falk menulis buku berjudul Finding Our Tongues: Mothers, Infants, and the Origins of Language dan pakar dalam penyelidikan asal-usul perkembangan bahasa manusi, “Penggunaan kata-kata macam ini punya peran penting dalam proses pembelajaran bahasapada anak. Kata-kata imut ini juga digunakan untuk mengekspresikan rasa sayang dan memperkuat ikatan antara ibu dan anak,” ujar Falk, sambil merujuk sebuah penelitian yang mengungkap bahwa bayi menyukai baby talk—apalagi yang keluar dari mulut ibu mereka. Dalam hubungan antara dua orang dewasa, Falk percaya bahwa prinsip yang berlaku. “Hipotesis saya sih sederhana sekali,” katanya. “Sepasang sejoli, yang ngobrol sok imut, sebenarnya sedang bernostalgia mengenang apa yang mereka alami saat masih bayi dan cinta pertama mereka, sosok seorang ibu.” Pakar linguistik sepakat bahwa baby talk punya peranan penting dalam menguatkan ikatan dalam sebuah hubungan. Namun, mereka juga tertarik dengan kosakata imut yang kerap digunakan sepasang kekasih. “Biasanya, waktu seorang anak mulai belajar bicara, dia menggunakan bunyi vokal ‘a’ dan konsonan seperti ‘p’, ‘b’, and ‘m’ karena ketiga konsonan ini adalah fonem bilabial (bunyi yang dihasilkan dengan mengatupkan bibir) yang sangat mudah diucap,” kata Professor Frank Nuessel dari University of Louisville. Bagi Nuessel, baby talk bukan semata tentang meningkatkan rasa terikat. Rupanya ngomong sok imut juga memberikan ruang bagi orang dewasa untuk mengekspresikan diri, bebas dari konvensi-konvensi yang bikin percakapan manusia ngebosenin. “Salah satu alasannya adalah untuk menciptakan skenario role-playing sehingga semua peserta percakapan bisa dengan bebas mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dalam kerangka yang nyaman,” ungkap Nuessel. “Baby talk juga memberikan semacam kemerdekaan dari batasan-batasan yang kerap ada dalam peran sebagai manusia dewasa.”

Kehidupan orang dewasa bisa sangat menekan dan melelahkan—apalagi kalau kita memperhitungkan energi emosional yang dihabiskan demi mempertahankan sikap berpura-berpura sebagai manusia dewasa yang normal, alih-alih bermain bak anak kecil. Alasan itulah, menurut psikiater Fr. Nan Wise, menjadi alasan kenapa baby talk sering tejadi. “Ada tujuh sistem emosi dasar yang dimiliki semua binatang—kita juga memilikinya lewat sistem evolusi,” kata Wise. tujuh sistem itu mencakup amarah, rasa takut, rasa sayang dan hasrat bermain—kemungkinan besar membentuk infrastruktur otak kita. Wise berpendapat bahwa hasrat melakukan baby talk terkait hasrat bermain dalam diri kita. “Saat masih belia, semua binatang lewat bermain,” ujarnya. “Kedekatan sosial sangatlah penting bagi kesehatan kita, jadi penggunaan baby talk dengan pasangan adalah cara memfasilitasi hasrat bermain dan menyayangi yang ada dalam diri kita?” Okelah, kalau memang tujuan biar enggak stress-stress amat menghadapi kehidupan orang dewasa, kenapa enggak sekalian main permainan orang dewasa saja (baca: seks) sih daripada bikin orang jijik lantaran mengumbar kata-kata sok imut bersama pasangan di depan umum?