Michelle from Gastromotiva program in El Salvador
Michelle Trinidad. Photo courtesy of World Food Program

FYI.

This story is over 5 years old.

Pelatihan Kerja

Pelatihan Kuliner Bisa Membantu Anak Keluarga Miskin Tak Harus Jadi Buruh Migran

Yayasan Gastromotiva memberi kesempatan muda-mudi El Salvador mengubah nasib dengan melatih keterampilan memasak tanpa harus merantau ke luar negeri. Pemerintah Indonesia perlu menirunya.

Michelle Trinidad adalah perempuan yang dideportasi ke El Salvador pada 2016 setelah dua kali mencoba berkumpul kembali dengan ibu dan saudara laki-lakinya di Maryland, Amerika Serikat. Dia terduduk lesu di kantor imigrasi. Trinidad tak mampu membendung kekalahan dan rasa sedih dari kegagalannya.

"Hidupmu hancur setelah dideportasi," kata Trinidad yang saat ini berusia 22. "Kamu bertanya-tanya pada diri sendiri, Saya dideportasi. Apa yang harus kulakukan sekarang?"

Iklan

Dia menjalani tahap wawancara sebelum keluar dari rumah detensi imigrasi. Di sana, seorang petugas memberi tahu Trinidad soal program pelatihan tenaga kerja bagi anak muda Salvador yang tertarik bergabung di industri restoran dan layanan makanan. Trinidad sangat suka memasak. Setiap tantenya memasak hidangan khas Salvador, dia sering mengintip dari belakang bahu tantenya dan mengikutinya ke mana-mana. Trinidad memberikan keterangan dirinya kepada petugas, tapi tidak banyak berharap.

"Kesempatan kerja sangat langka di negara ini," kata Trinidad, yang sulit menemukan pekerjaan layak di masa lalu. "Kamu sering kirim lamaran, tapi perusahaan cuma menebarkan janji palsu akan menghubungimu."

Tak disangka-sangka, Trinidad mendapat panggilan pada September 2017. Perempuan yang pernah dideportasi itu berhasil terpilih jadi bagian dari kelas pertama Gastromotiva, program yang didanai oleh Program Pangan Dunia (WFP) dan organisasi internasional lainnya untuk mengasah keterampilan dan kemampuan kuliner para anak muda Salvador. Program ini diharapkan bisa membuka peluang kerja dan menjadi pilihan alternatif selain migrasi. Koki Brazil David Hertz mendirikan programnya di Sao Paõlo pada 2006. Saat ini, Gastromotiva telah menyebar ke negara lain, seperti Meksiko, Afrika Selatan dan El Salvador.

Gastromotiva adalah bagian dari gerakan “gastronomi sosial” yang sedang berkembang. Tujuan didirikannya program ini yaitu untuk memerangi masalah sosial, seperti pengangguran, ketimpangan, dan kerawanan makanan, melalui makanan dan gastronomi.

Iklan

Proyek gastronomi sosial mendapat perhatian lebih di Amerika Latin, wilayah yang produksi makanan mereka sebenarnya cukup untuk seluruh penduduk, tetapi warga paling miskin dan terpinggirkan tidak bisa mendapatkannya karena ada ketidaksetaraan sosial, ekonomi dan politik di sana.

Toko cokelat Venezuela Kakao telah melatih lebih dari 1.500 orang Venezuela hingga saat ini, terutama perempuan yang peluang kerjanya lebih sedikit. Gustu, restoran kelas atas di La Paz, Bolivia, mempekerjakan penduduk setempat yang datang dari lingkungan berpenghasilan rendah. Harapannya, keuntungan yang didapat restoran bisa dirasakan oleh masyarakat. Saat Olimpiade 2016 berlangsung di Rio de Janeiro, ada restoran tempat makan para atlet yang mengubah sisa makanan menjadi hidangan layak makan untuk para tunawisma.

teenagers in san salvador el salvador

Dua remaja nongkrong di kawasan miskin Cinquera, 72 kilometer dari Ibu Kota San Salvador. Cinquera jadi kawasan yang paling hancur saat negara kecil itu mengalami perang saudara. (Foto: Jose Cabezas/AFP/Getty Images)

Program Gastromotiva di El Salvador berfokus pada penyediaan peluang kerja dan pengembangan karier bagi kaum muda di daerah berpenghasilan rendah, yang sering mengalami tingkat kekerasan gangster yang tinggi. El Salvador merupakan salah satu negara terkejam di dunia. Pada 2017, pembunuhan yang terjadi di negara kecil ini mencapai 4.000 kasus. Pemuda dari lingkungan miskin kemungkinan besar menjadi korban pembunuhan, sedangkan perempuannya berisiko tinggi dibunuh dan dilecehkan secara seksual.

Para remaja dan anak muda jadi sulit mendapat pekerjaan karena adanya stigma buruk di masyarakat. Akibatnya, semakin banyak generasi muda yang bermigrasi dalam beberapa tahun terakhir. Mereka berasal dari kawasan berbahaya di pinggiran San Salvador. Trinidad adalah salah satunya. Sejak 2014, ada setidaknya 56.000 warga Salvador di bawah 18 tahun yang melintasi perbatasan sendirian.

Iklan

Di El Salvador, mereka tidak perlu bermigrasi ke AS kalau bisa bekerja di restoran.

“Banyak orang yang pindah ke AS karena kami sulit dapat pekerjaan di sini. Kami ingin bekerja di sana supaya bisa memperbaiki kehidupan keluarga,” kata Trinidad kepada MUNCHIES.

Andrew Stanhope, perwakilan WFP untuk El Salvador, berharap programnya bisa menunjukkan kepada anak muda bahwa mereka masih “memiliki peluang dan bisa tetap tinggal di El Salvador.”

Setengah dari peserta kelas pertama Gastromotiva mendapat pekerjaan setelah lulus pelatihan.

Trinidad dan 34 anak muda Salvador lainnya terpilih untuk bergabung di kelas pertama Gastromotiva pada 2017. Mereka harus menyelesaikan kursus selama empat bulan dan mengikuti lokakarya yang mengajarkan keterampilan lain selain teknik kuliner dasar dan menguasai resep. Harapannya, peserta bisa menjadi warga negara yang lebih baik dan tenaga profesional muda yang mandiri setelah mengikuti program ini. Itulah sebabnya Gastromotiva menyelenggarakan lokakarya yang mengajarkan tentang manajemen konflik, pencegahan kekerasan gender, membangun harga diri yang sehat, dan keterampilan hidup lainnya.

“Topik-topik ini kami masukkan ke pelatihan umum mereka, jadinya peserta tidak hanya belajar teknik memasak yang baik seperti bagaimana cara memotong daging,” kata Elia Martinez, yang mengkoordinasikan program Gastromotiva melalui WFP. “Bagi kami, mereka patut diperlakukan layaknya manusia biasa.”

Iklan

Martinez menambahkan bahwa banyak pesertanya yang memanggul “beban emosional yang berat”. Beban ini jelas bisa memengaruhi kesehatan mental mereka dan menghambat mereka dalam meraih peluang kerja. Karena itulah program ini memberikan dukungan psikologis juga.

Trinidad mengakui kalau dia sulit beradaptasi di El Salvador setelah dideportasi, khususnya pada 2014 lalu. Saat itu, dia harus pulang sendiri tanpa saudara laki-laki yang merupakan anggota keluarga terdekatnya. Pengajuan suaka Trinidad ditolak, tak seperti saudaranya yang diberi suaka di AS.

"Saya mendapatkan pekerjaan yang kusukai. Pendapatanku sekarang sudah cukup, jadi kenapa saya harus jadi buruh migran ke luar negeri?"

“Rasanya sulit banget buat pulang karena tidak ada keluarga yang menemani,” katanya. Namun, dia akhirnya bisa mengatasi situasi sulitnya berkat program ini. “Banyak pelajaran yang bisa kami ambil dari Gastromotiva, baik itu soal urusan pribadi maupun dapur.”

Trinidad sudah bekerja di perusahaan katering gourmet saat diwisuda dari Gastromotiva. Dia juga ditawari posisi paruh waktu sebagai asisten koki selama program kedua Gastromotiva.

Peserta Gastromotiva lainnya bekerja di tempat-tempat seperti waralaba kopi Kolombia Juan Valdez, restoran Meksiko El Pinche, dan restoran lokal Go Green. Namun, organisasi ini terus berupaya untuk meningkatkan tingkat pekerjaan lulusan, mengingat ada beberapa mantan peserta yang tidak bisa menerima tawaran pekerjaan karena tempatnya terlalu jauh dari rumah dan jalanannya berbahaya di malam hari. Setengah dari peserta kelas pertama Gastromotiva mendapat pekerjaan setelah lulus. Tingkat pekerjaannya naik hampir 90 persen di kelas kedua.

Iklan

Program ini membuat perubahan kecil bagi negara yang 23 persen penduduknya di bawah usia 30 tidak memiliki pekerjaan atau bersekolah. Mereka berharap bisa memperluas ukuran kelasnya di masa depan.


Tonton dokumenter VICE soal lahirnya masakan mi di Indonesia berkat arus imigran Tiongkok:


Menurut Stanhope, kelasnya memang kecil tapi bisa membuat perubahan budaya besar melalui, "konsep penggunaan seni kuliner untuk mengubah hidup mereka."

Saat ini, Trinidad sibuk bepergian tiga hari seminggu di El Salvador untuk membantu kepala koki Gastromotiva dalam memotong sayuran, membuat saus, dan mempersiapkan hidangan tradisional.

Ini pertama kalinya dia memiliki impian untuk masa depannya di El Salvador. Perempuan 22 tahun itu berencana lanjut kuliah setelah uang tabungannya cukup. Dia kepingin mendalami administrasi restoran.

"Tadinya saya pulang ke sini dengan harapan bisa pergi lagi suatu saat nanti," katanya, saat menceritakan pengalamannya sebagai orang yang pernah dideportasi.

"Sekarang, saya bisa tetap tinggal di sini," imbuhnya. "Saya mendapatkan pekerjaan yang kusukai. Pendapatanku sudah cukup, jadi kenapa saya harus pergi? Keluarga sering memintaku berkunjung, tapi saya memberi tahu mereka kalau saya baik-baik saja di sini."

Menurut Trinidad, kasusnya tidak unik. "Anak muda tidak akan meninggalkan negaranya apabila mendapat lebih banyak peluang."

Artikel ini pertama kali tayang di MUNCHIES