Mata Uang Kripto

Mata Uang Kripto Booming Lagi, Penculik di India Minta Tebusan Bitcoin

Komplotan penculik di negara bagian Karnataka, dilaporkan polisi minta dibayar pakai 100 Bitcoin saat menculik anak seorang pengusaha berusia 8 tahun.
Shamani Joshi
Mumbai, IN
Penculik Anak Pengusaha di India Minta Tebusan Bitcoin
Foto ilustrasi Bitcoin dari  Dmitry Demidko / Unsplash

Bitcoin, mata uang kripto terbesar di dunia saat ini, beberapa bulan terakhir kembali mendapat momentum peningkatan nilai tukarnya. Seiring dengan lonjakan nilai tersebut, organisasi kriminal kembali melirik Bitcoin sebagai target aktivitas mereka, termasuk komplotan penculik anak.

Contohnya seperti yang dilakukan komplotan di negara bagian Karnataka, India, pada 19 Desember lalu. Setelah menculik bocah berusia 8 tahun, salah satu penculik menghubungi orang tua korban, menuntut dibayar 100 Bitcoin. Itu berarti senilai 170 juta Rupee (setara Rp32 miliar).

Iklan

Bocah itu adalah anak dari pengusaha ternama di Karnataka, yang memang dikenal punya bisnis sampingan memperjualbelikan Bitcoin. Komplotan itu menculik si bocah saat jalan-jalan bareng kakeknya pada 17 Desember. Sebelum tebusan dibayar, polisi berhasil menyelamatkan si bocah, membekuk enam pelaku.

Di India, sudah ada tiga penculikan dan pemerasan yang menuntut bayaran Bitcoin, seperti kasus di Jaipur dan Gujarat. Mata uang kripto ini menawarkan anonimitas pembeli maupun penjual, sehingga sering dilirik organisasi kriminal.

Nilai Bitcoin sendiri melonjak selama pandemi. Pada Maret lalu, 1 Bitcoin setara US$4 ribu. Namun, belakangan di berbagai situs perdagangan Bitcoin, nilai tukarnya mencapai US$22.500. Alhasil, investasi Bitcoin yang mulai ngetren sejak 2016 kembali atraktif, setelah tahun lalu sempat melesu.

“Karena Bitcoin tidak bisa disita, berbeda dari uang tunai maupun rekening bank, wajar bila banyak kriminal memilih mata uang kripto untuk melindungi aset mereka,” kata Sidharth Sogani, peneliti Blokchain di India, saat dihubungi VICE World News. Satu-satunya cara bagi polisi melacak transaksi Bitcoin hanya ketika pelaku mentransfer mata uang kripto itu ke akun lain, untuk dibelanjakan di dunia nyata.

Iklan

“Siapapun baru bisa mengakses Bitcoin bila diberi password oleh pemiliknya,” imbuh Sogani.

Selama dua tahun terakhir, organisasi kriminal yang paling rajin mengumpulkan Bitcoin adalah kartel narkoba. Perdagangan Bitcoin ke organisasi kriminal sering terjadi di dark net. Penculikan bermotif tebusan Bitcoin juga tercatat pernah terjadi di 12 negara berbeda selama lima tahun terakhir. Insiden penculikan demi mendapat Bitcoin pertama kali terjadi pada 2015, menimpa seorang pengusaha asal Kanada yang disekap di Kosta Rika.

Peredaran bitcoin sampai sekarang tidak diregulasi oleh bank sentral manapun. Bank sentral India (RBI), pada 2018 sempat melarang segala jenis transaksi Bitcoin, tapi keputusan itu dianulir Mahkamah Agung tahun ini.

Follow Shamani di Instagram dan Twitter.