Pandemi Corona

Ide Pemerintah Bersiap Izinkan Konser dan Resepsi Skala Besar Memicu Pro-Kontra

PON Papua jadi momen awal pelonggaran macam ini sejak pandemi melanda. Epidemiolog wanti-wanti agar pelaksanaan bertahap, sebab uji coba sekolah tatap muka munculkan klaster baru.
muneeb-syed-4_M8uIfPEZw-unsplash
Foto ilustrasi acara festival musik oleh Muneeb Syed via Unsplash

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate baru saja mengumumkan pemerintah mulai memberi izin penyelenggaraan acara berskala besar, seperti festival musik, resepsi pernikahan, konferensi, dan ajang olahraga. Pemerintah menilai, melandainya kurva penularan Covid-19 sebagai tanda wabah telah terkendalinya wabah, sehingga kegiatan mengundang kerumunan sudah bisa digelar untuk membangkitkan perekonomian.

Iklan

Keputusan ini juga diambil untuk menyambut gelaran Pekan Olahraga Nasional (PON) XX di Papua, 2 Oktober mendatang. PON XX diniatkan menjadi contoh penyelenggaraan acara luring skala besar.

“Pedoman dan praktik yang berjalan baik dalam penyelenggaraan PON XX akan dapat menjadi pengalaman berharga bagi Indonesia untuk mengadakan kegiatan berskala besar di masa pandemi. Pemerintah kini dapat memberikan izin untuk mengadakan perhelatan dan pertemuan berskala besar yang melibatkan banyak orang, asalkan mematuhi pedoman penyelenggaraan yang telah ditetapkan,” ujar Jhonny dalam keterangan tertulis, Sabtu (25/9) lalu.

Ini berita baik buat para event organizer yang jadi salah satu pelaku industri paling terpukul oleh pandemi. Namun, pemerintah meminta pemenuhan beberapa syarat agar acara mendapatkan izin. Yap, maksudnya mantra yang ituuu.

Jadi, sebelum kegiatan, penyelenggara diminta menghelat edukasi kesehatan bagi semua pihak yang terlibat acara. Selain itu, penyelenggara juga kudu menyusun pedoman pelaksanaan rencana. Misalnya untuk PON XX ini, penyelenggara membuat Buku Rekomendasi Protokol Kesehatan Pencegahan Penularan Covid-19. Lalu, wajib ada screening kesehatan selama kegiatan, yakni dengan menyediakan fasilitas screening dan aktif mengawasi agar partisipan taat prokes. Terakhir, setelah kegiatan, penyelenggara wajib memastikan tidak ada kasus positif yang kembali ke daerah asal.

Iklan

Terdengar kontroversial dan agak takabur karena kurva kasus positif menurun usai PPKM berminggu-minggu, Kemenkes belum menentukan apakah mendukung atau menolak rencana ini. “Melihat situasinya, kalau membaik baru memungkinkan untuk dilaksanakan, ini juga dibahas bersama dengan Menko Marves dan KPC PEN,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kemenkes Siti Nadia Tarmizi kepada CNN Indonesia, Senin (27/9).

Bakal seperti apa event offline selama pandemi? Kita bisa melihat penyelenggaraan Jazz Gunung 2021 yang dilaksanakan minggu lalu secara tatap muka. Sigit Pramono, pendiri festival tahunan ini, menjelaskan bahwa semua penonton acaranya harus sudah divaksinasi serta menggunakan aplikasi PeduliLindungi untuk keperluan tracing

Lantas, penonton juga wajib melakukan tes swab minimal tes antigen dan memakai masker selama acara. Untuk pengawasan, penyelenggara memasang satu panitia untuk bertanggung jawab atas 25 partisipan acara. Kapasitas acara juga dibatasi hanya 25 persen atau 500 penonton saja, mengingat Kabupaten Probolinggo, lokasi festival ini, berada di level 2 PPKM.

“Kami melalui proses cukup lama untuk mengantongi izin penyelenggaraan acara ini karena PPKM yang berjilid-jilid. Dan memang betul, saat sudah level 2 akhirnya diizinkan, tentu dengan pembatasan dan protokol kesehatan,” kata Sigit dilansir Tempo.

Menanggapi kembali diizinkannya acara berskala besar, epidemiolog Griffith University Dicky Budiman berharap pemerintah melakukannya secara bertahap. “Menurut saya, semua [sebaiknya] bersabar. Ini kan September, sebaiknya sampai Oktober kita di level yang sama dulu [terkendali] sambil perkuat 3T. [Kondisi] sekarang udah bagus,” kata Dicky saat dihubungi VICE.

“Pelonggaran harus bertahap. Menurut saya, kalau [kegiatan] yang skala besar, terutama di daerah yang belum kuat [3T-nya], sebaiknya kita konsentrasi dulu di beberapa aktivitas esensial seperti sekolah. Satu bulan saja dulu. Kalau kuat, misalnya November gitu [baru dimulai acara skala besar].”

Dicky merasa pemerintah perlu belajar dari klaster pembelajaran tatap muka yang di beberapa daerah sudah dimulai sejak pertengahan bulan ini. Dicky menilai, perlu ada uji coba dulu di kota besar sambil pelaksanaannya dievaluasi berkala. “Kemarin, klaster sekolah itu menunjukkan pesan penting bahwa ada situasi serius di masyarakat. Indonesia sudah membaik secara umum kalau bicara pada level nasional. Tapi, kalau bicara level provinsi, apalagi kabupaten/kota, itu berbeda. Mayoritas belum [membaik],” tutup Dicky.