Tiongkok

Pemkot di Tiongkok Susun Data Warga yang Masih Jomblo Agar Gampang Dapat Jodoh

Banyak netizen Tiongkok menyalahkan kebijakan satu anak sebagai penyebab banyak anak muda tak kunjung mendapat pasangan. Kebijakan ini diharap bisa jadi solusi.
Peserta speed dating di Shanghai. Foto: Peter Parks / AFP
Peserta speed dating di Shanghai. Foto: Peter Parks / AFP

Pemerintah kota ini berinisiatif membantu rakyatnya segera melepas status lajang. Mereka membuat database lengkap yang dapat mempermudah seseorang menemukan jodohnya.

Pejabat Partai Komunis di kota Luanzhou, Tiongkok utara, mengumumkan Senin, sudah mulai mengumpulkan informasi pribadi para warganya yang belum menikah. Data tersebut kemudian dimasukkan ke dalam database pusat.

Iklan

Dengan terbatasnya interaksi sosial selama pandemi, pejabat lokal menggelar pesta perjodohan yang dihadiri PNS dan pegawai BUMN, dilengkapi sesi kencan buta.

Pesta kencan massal telah dua kali diselenggarakan tahun ini, dengan pesta virtual dijadwalkan berlangsung pada Malam Tahun Baru di aplikasi Douyin, TikTok versi Cina.

“Kami berharap bisa mempertemukan laki-laki dan perempuan melalui serangkaian kegiatan,” bunyi pernyataan yang dirilis pekan ini oleh perwakilan pemerintah kota setempat pada situs mikroblog Sina Weibo. Pemerintah juga menjuluki Luanzhou sebagai “kota ramah anak muda”, menambahkan forum kencan ini merupakan permintaan anggota masyarakat.

Perempuan menghadiri pameran pernikahan di Shanghai. Foto: Peter Parks / AFP

Perempuan menghadiri pameran pernikahan di Shanghai. Foto: Peter Parks / AFP

Namun, banyak netizen yang skeptis dengan upaya ini. “Mereka salah besar kalau mengira anak muda akan meninggalkan pesta untuk menghadiri acara kencan virtual,” tulis pengguna Weibo.

Pengguna lain menyinggung soal kebijakan satu anak yang kontroversial dan banyaknya jumlah orang lajang merupakan karma bagi negara.

“Keluarga dulu dihukum berat karena memiliki lebih dari satu anak, tapi sekarang pemerintah berusaha mengurangi dampak berbahaya dari undang-undang toksik itu,” seseorang berkomentar. “Pemerintah perlu kerja keras meyakinkan masyarakat modern Tiongkok untuk kembali ke cara lama. Orang sudah telanjur nyaman dengan kehidupan mereka sekarang untuk berubah secara drastis.”

Ketimpangan gender tetap menjadi masalah besar di Tiongkok, sebagai akibat dari kebijakan yang lebih mengutamakan anak laki-laki ketimbang perempuan selama puluhan tahun.

Data populasi satu dekade yang dirilis pemerintah tahun ini mengungkapkan 35 juta laki-laki Tiongkok tidak memiliki pasangan, lebih banyak jumlahnya daripada perempuan. Totalnya diperkirakan melampaui 90 juta beberapa tahun mendatang. Perempuan yang belum menikah ditekan untuk segera mencari suami guna mengurangi angka tersebut. Mereka-mereka yang tidak punya pasangan dicap “perempuan sisa” di masyarakat.

Follow Heather Chen di Twitter.