Konser 10 Tahun Senyawa di Gudskul Jakarta Wukir Suryadi Rully Shabara
Foto konser Senyawa oleh Damar Anjar via arsip Gudskul.
Wawancara

Ambisi Senyawa Mengarungi Dasawarsa Kedua: "Musik Itu Baru Awalnya Saja!"

Lewat mini tur Dasawarsa Pertama, duo musisi eksperimental Senyawa menyambut babak baru karir mereka. Salah satunya niat membikin residensi artis dan menjual produk rumahan dari pupuk hingga jamu.

Rasanya kata "luar biasa" dan “mencengangkan” tidak memadai lagi buat menggambarkan dekade pertama perjalanan duo musisi eksperimental Senyawa. Bermula dari gig terkurasi Yes No Klub di Yogyakarta, Senyawa yang dipunggawai vokalis Rully Shabara dan intrumentalis Wukir Suryadi pelan tapi pasti mendominasi berbagai kancah musik eksperimental dunia. Layaknya sebuah zat baru yang terus bermutasi, keduanya mendobrak batasan-batasan geografis, musikal maupun budaya.

Iklan

Dalam satu dekade saja, pencapaian Senyawa sebagai sebuah grup musik amat melimpah. Hingga saat ini, Senyawa telah wara-wiri di berbagai festival musik di tanah air dan dunia. Mulai dari Archipelago di Jakarta, Melbourne Jazz Festival hingga CTM Festival di Berlin. Jumlah negara yang pernah disinggahi penampilan mereka sudah tak terhitung. Selama 10 tahun, mereka menghasilkan lima album penuh (LP), beberapa di antaranya dirilis oleh label luar berpengaruh seperti Morphine Records dan Sublime Frequencies.

Wukir dan Rully juga banyak berkolaborasi dan bekerja sama dengan nama-nama penting dalam kancah global, mulai dari Stephen O’Malley (Sunn O)))) hingga Damo Suzuki (Can). Pada 2012, pembuat film dokumenter asal Perancis, Vincent Moon merilis film pendek tentang Senyawa bertajuk Calling The New Gods. Di Michelberger Music Festival 2016 di Jerman, Wukir dan Rully sempat berkolaborasi dengan Mouse on Mars, Bon Iver, dan separuh personel The National.

Pengakuan kritikus untuk capaian estetik? Jangan ditanya. Pada penghujung 2018, album Sujud masuk daftar 50 album terbaik 2018 versi majalah The Wire dan Quietus, keduanya publikasi terkemuka yang memang menaruh banyak perhatian ke musik eksperimental/improv. VICE Indonesia turut menempatkan Sujud sebagai salah satu album Indonesia terbaik dekade 2009-2019.

Semua prestasi tersebut jelas menawan. Tapi segala sanjung puji itu bukan yang terpenting. Jasa terbesar Senyawa, sejatinya, adalah menyulut api gairah dan mengalihkan perhatian dunia ke kancah musik eksperimental nusantara—terutama Yogyakarta—yang terbangun sejak satu setengah dekade yang lalu.

Iklan

Pengakuan misalnya datang dari Indra Menus, salah satu inisiator kolektif Jogja Noise Bombing yang sudah lama aktif memainkan dan mempromosikan musik noise tanah air. "Yang jelas, berkat Senyawa noise jadi lebih diapresiasi di skena lokal dan dilirik skena internasional," ujarnya, "bikin orang juga lebih pede bawain musik aneh gitu."

1580199748288-Foto-Konser-Senyawa-Foto-JInpanji-1

Sebuah tumpeng sederhana menjadi penanda 10 tahun perjalanan musik Senyawa. Foto oleh Jinpanji/via arsip Gudskul

Ican Harem, anggota dari duo Gabber Modus Operandi (GMO) menilai Senyawa adalah inspirasi besar bagi grupnya dan memuji pendekatan mereka. "Senyawa punya penawaran yang bagus sekali di skena musik dunia," jelas Ican, "dan mereka nyaman menjadi identitasnya sendiri tanpa afiliasi dengan ‘kebule-bulean’ ataupun world music."

GMO hanyalah satu nama dari sekian banyak grup eksperimental tanah air yang melejit belakangan ini. Sejak Senyawa tampil di festival musik tahunan CTM pada 2015, semakin banyak performer Indonesia mendapatkan tawaran bermain di festival di Eropa. Mulai dari Sarana (Samarinda), Zoo (Yogyakarta), Setabuhan (Yogyakarta), Raja Kirik (Yogyakarta), hingga Gabber Modus Operandi (Bali). Kebetulan? Rasanya tidak.

Kini, setelah satu dekade lewat, Senyawa memilih Gudskul Ekosistem, Jakarta Selatan, untuk mengadakan konser Dasawarsa Pertama. Mereka hendak merayakan babak pertama perjalanan kreatifnya. Rully dan Wukir memilih ibu kota, lantaran memiliki hubungan baik dengan teman-teman kolektif Ruang Rupa semenjak awal dekade. "Pertama kali main di Jakarta pas 2011 ya di RuRu, dan dampaknya bagi kami baik," ujar Rully. "Sekarang kita coba lagi mengulangi itu, semoga dampaknya juga baik."

Iklan

Di gig malam itu, Senyawa menjual Rehearsal Session 2019, sebuah album live berisikan lagu-lagu lama Senyawa yang mereka bawakan secara berbeda, entah secara aransemen maupun sound, agar terasa lebih relevan dengan perkembangan musik mereka sekarang. Album tersebut juga memuat ‘Air’, sebuah track yang sering dimainkan tapi belum pernah direkam sebelumnya.

Namun ada hal lain yang lebih menarik perhatian: di meja sebelah terpampang beberapa merchandise baru Senyawa yang tidak lazim dijual grup musik. Produk itu misalnya tembakau, jamu dan pupuk.

Rully menjelaskan bahwa sekian produk ini adalah hasil coba-coba mereka dengan hal yang sering mereka gunakan sendiri. Dalam artist talk yang digelar sebelum konser, Rully mengatakan Senyawa Mandiri, nama lini produk tersebut, adalah ide yang sering dia bahas dengan Wukir. "Menurutku hal baik kok [jual produk rumahan], ini bukan keren-kerenan," ujar Rully. "Musiknya penginnya juga selaras, tapi susah kalo gak harus dibuat-buat, jadi ya belajar aja dulu."

Wukir menambahkan, Senyawa mandiri adalah kesadaran dari mereka berdua untuk memulai sesuatu, dan mencoba kompromi dengan aturan-aturan yang ada di indonesia. "Harus punya legalitas, harus mengumpulkan fondasinya agar kalau mukul itu bisa kuat," ungkap Wukir.

Ketika ditanya apakah Senyawa berencana memperluas jangkauan mereka di luar musik, Rully membenarkannya. "Kayaknya semua orang akan tiba di saat mereka menyadari bahwa musik itu baru awalnya saja. Ada yang menyadari sudah jauh lebih awal, ada yang baru menyadari, ada yang bahkan belum sampai sana. Jadi dasawarsa depan, kita baru mau memulai itu."

Iklan
1580199538144-Foto-Konser-Senyawa-Foto-Jinpanji-4

Senyawa saat konser merayakan 10 tahun perjalanan mereka. Foto oleh Jinpanji/via arsip Gudskul

Memasuki dekade kedua, pesona Senyawa terbukti masih memikat. Malam itu, selama satu setengah jam lebih penampilan, Wukir dan Rully membius 150 penonton di dalam ruang kecil Gudskul yang cenderung minimalis. Membawakan repertoire dari katalog lama dan baru, Senyawa menunjukkan progress mereka sebagai musisi dan performer. Wukir tidak lagi hanya mengandalkan Bambu Wukirnya sebagai satu-satunya senjata, dan terlihat nyaman menggunakan pedal loop untuk membangun lapisan suara. Rully sudah menguasai setting dua mikrofon dan menggunakan beberapa piranti elektronik untuk memodulasi suaranya. Selepas konser, saya ngobrol bareng Senyawa perihal perjalanan 10 tahun pertama mereka, beban dari kesuksesan proyek seni ini, dan perubahan-perubahan yang bakal mereka lakukan untuk babak perjalanan dasawarsa berikutnya. Berikut cuplikan obrolan kami:

VICE: Bagaimana kalian memandang dasawarsa pertama Senyawa?
Wukir: Saya pribadi di sepuluh tahun kemarin banyak pembelajaran, banyak hal-hal, peristiwa-peristiwa, kejadian-kejadian yang di situ kita banyak belajar. Untuk membuat [karya] yang sesuai dengan gagasan-gagasan kita, ternyata ini baru awal. Masih belum apa-apa gitu lho. Masih dibutuhkan banyak energi untuk membangun hal-hal yang kita inginkan.
Rully: Setuju. Kita kan awalnya enggak kepikiran bakal sejauh apa bandnya, mengalir aja gitu. Tapi dengan kasus Senyawa, kita begitu dekat gitu rasanya dengan dampak yang kita rasakan, kayak ada rasa tanggung jawab. Apapun yang kita capai muncul bersamaan dengan rasa tanggung jawab. Bisa dibilang beban saat ini, jadi cara untuk meringankannya harus diselesaikan satu per satu tanggung jawab itu. Untuk dasawarsa kedua, fokusnya bakal lebih ke sana. Bukan lagi ngomongin gimana masuk industri, bagaimana berprofit dari sini, udah lain lah yang diomongin. Bagaimana kita berdua ini bisa membangun, membangun diri sendiri dan orang-orang terdekat kita. Caranya ya dengan musik dan banyak melakukan sesuatu selain musik.

Iklan

Di titik mana dalam karier Senyawa kalian merasa mulai memikul ‘beban’ atau tanggung jawab lebih besar sebagai seniman?
Wukir: Mulai sekitar 3-4 tahun terakhir, pada saat kita sering banget main, hampir setiap dua minggu harus ke luar negeri.
Rully: Itu saat di mana kita merasa seperti bekerja. Kalau sudah terasa seperti ini rasanya sudah keluar dari yang kita inginkan. Masa kita sampe secapek ini? Kita mikir "ya udah, kayaknya kita harus hati-hati sekarang." Kita tetep pengen sebaik mungkin bermain musik untuk pengembangan diri, bukan untuk yang lain. Bahkan bukan buat musik itu sendiri. Kan ada orang yang main musik karena mereka cinta musik. Tapi musik selama ini cocok buatku sebagai medium pengembangan diri dibanding format kesenian yg lain, dan aku sudah coba beberapa. Musik yang paling tepat. Aku bisa mengerti lebih banyak diriku dan pemikiran-pemikiran lainnya timbul dengan bermain musik. Kita pengin [musik] terus bisa menjadi pendorong. Caranya harus dipikirkan. Kita enggak mau tersesat. Karena sangat mudah untuk tersesat.

1580199612096-Foto-Konser-Senyawa-Foto-Jinpanji-10

Wukir dan Rully berpose sebelum konser merayakan satu dekade. Foto oleh Jinpanji/via arsip Gudskul

Tadi sebelum manggung, kalian sempat bilang sudah putus kerjasama dengan label luar?
Wukir: [Betul] sama dance company dari Australia.
Rully: Ada beberapa proyek yang kita hentikan.
Wukir: Karena…merasa kita seperti mesin. Artinya ya ke luar negeri, konser di gedung besar, dengan penonton yang begitu banyak, nyaman, terus kita takut itu menjadi rutinitas gitu lho. Untungnya muncul kesadaran-kesadaran, "oh kita harus mengolah sesuatu."
Rully: Dan memang ada beberapa proyek lain yang sudah kita mulai, tapi kayaknya "ngapain ya, sebelum kita terjun lebih lanjut, ntar bahaya ini, udah deh." Jadi sekarang Senyawa seperti itu. Fokusnya bukan lagi bayarannya oke banget, atau mainnya di mana, atau keren festivalnya. Udah enggak mau lagi. Sekarang kalau ada tawaran, aku sama Wukir diskusi "gimana, mau gak?" Mendingan kalo ada yang ragu, enggak usah aja [tertawa]. Karena yang kita cari cuman itu kok. Bukan masalah enggak mau main di acara rokok, bukan karena itu. "Nyaman gak main di acara ini? Yang ngundang ini enak gak sama aku rasanya? Terus visi mereka beneran gak sih? Cocok apa enggak? Kalo iya, ayo." Udah itu aja [targetnya] sekarang. Lebih simpel.

Iklan

Memangnya kalian merasa agak lepas kendali ketika Senyawa sedang dalam puncak kesuksesan?
Rully: Sepuluh tahun terakhir ini kami terseret. Perjalanan Senyawa selama 10 tahun ini gila-gilaan. Makanya banyak yang enggak terbayang dari kita sendiri melewati itu semua dan bagaimana itu berdampak ke waktu pribadi. Dan waktu kita mempengaruhi bagaimana kita berproses dengan karya kita, sedangkan kita punya visi yang masih panjang.
Wukir: Takutnya malah mbeleset. Untungnya kita tersadar. Ya mungkin kesadaran itu pertanyaan juga sebenarnya, sebuah pertanyaan yang besar ke depannya terus bagaimana? Baik secara musik dan wilayah-wilayah lain.
Rully: Menariknya dalam sepuluh tahun ini, kita menyadari belakangan, dan ini berkat musik yang kita bikin. Musik dan lirik yang kira rapalkan berkali-kali. Itu berpengaruh. "Benar juga ya, harusnya kita jadi seperti itu." Jadi kayak disadarkan oleh idealisme. Karena kita kan menciptakan idealisme dalam karya kita. Hal yang kita fantasikan, yang kita inginkan, kita bikin menjadi karya seni. Kalau dalam musik, itu menjadi mantra yang membuat kita tersedot ke dalam idealisme itu sendiri, jadi menghidupinya. Itu yang kita coba lakukan di dasawarsa kedua ini.

1580199916933-Foto-Konser-Senyawa_Foto-Damar-Anjar1

Wukir memainkan instrumen buatannya yang khas dalam konser 10 tahun Senyawa. Foto oleh Damar Anjar via arsip Gudskul.

Apakah ada benang merah antara kalian lebih berhati-hati memilih proyek dengan upaya Senyawa menjual produk rumahan seperti tembakau dan jamu. Apakah ini upaya untuk lebih mengakar ke komunitas dan kancah?
Rully: Kita tidak tahu bagaimana cara yang benar. Coba-coba aja. Kalau gagal kita cari cara lain. Tapi kita mencoba sesuatu yang sama-sama enak. "Tembakau kayaknya oke nih ya?" Rasanya oke ya bikin aja. Yang penting kita lakukan dulu. Sama seperti bermusik.
Wukir: Saya secara pribadi jenis manusia yang sering melakukan dulu, banyak belajarnya dari situ. Dari situlah kita mengambil poin-poin, "oh ini bisa, oh itu gak bisa." Lantas, apakah pendekatan kalian sama masih akan sama dalam bermusik?
Rully: Begitu juga dalam menciptakan musiknya. Arahnya Senyawa mau dikemanakan kalau dipikir? Pusing gak lo? Dan orang akan berharap itu. Masa lagu-lagunya kayak Sujud lagi? Gak mungkin kan. Tapi ke mana? Itu yang menjadi tantangan besarnya. Itu makanya kita harus yakin dengan temanya, setelah itu musiknya akan ketemu sendiri.
Wukir: karena proses penciptaan itu, ketika dipahami dan dirasakan dengan benar, kekuatannya akan beda. Karena totalitas kemaksimuman memberikan diri untuk proses itu berakibat akan hasil karya yang diciptakan. Apa yang dibilang Rully tadi, menyatukan gagasan dengan tingkah laku. Karena ketika meyakini, melakukannya beda dengan ketika ragu-ragu. Jadi harapanku bisa menciptakan karya-karya yang lebih lebih lebih dari yang sudah.
Rully: Tapi lebih itu kan sesuatu yang belum kita ketahui, belum kita sanggup capai. Berarti kita harus sanggup mencapainya kalau kita ingin lebih. Secara musikal, itu tantangannya juga. Benar-benar bisa cerdas memaknai musik yang kita bikin. Jadi bukan lagi ngomongin progresi chord, bukan lagi ngomongin aransemen yang konvensional, tapi bagaimana rasa mempengaruhi aransemennya atau mempengaruhi jenis musiknya, soundnya, dimensinya. Jadi udah makin berat. Dan itu menjadi dorongan bahwa projek Senyawa ini bisa terus digali, bahwa potensinya sangat besar. Karena kita tap into jalur itu, yang sepi, sepi karena ditakuti sama orang-orang. Karena begitu kita tiba di titik yang nyaman, orang menerimanya, disukai, menjadi tren, menjadi apa, harus pindah lagi.[tertawa]. Harus bergerak lagi sebelum kita terseret di situ. Kita harus lebih duluan lagi, gimana caranya. Tapi itu kan bagus buat dorongan kita. Senyawa itu platform yang tepat untuk mengeksplor gagasan tadi, karena dibolehkan untuk apa aja, enggak ada larangan, terserah.

Iklan

Dalam berproses dan coba-coba ini, apakah ada visi besar yang ingin kalian capai?
Rully: Aku sih belum tahu. Karena kalau dibatasi malah… Tahap demi tahap aja. Dengan menggunakan album sebagai sebagai patokan. Kita mau bikin album, albumnya mau gimana rasanya, dari situ aja. Album sebagai tonggaknya.
Wukir: Sebagai pijakan untuk progress.
Rully: Dan itu bisa dilihat kembali jejaknya jadi orang bisa liat "oh seperti ini pergerakannya, progressnya." VICE pernah nanya urutan album Senyawa terfavoritku, ya pasti yang terakhir lah. Enggak bisa aku suka yang lama, berarti kita enggak menghargai yang terakhir, berarti kita mundur [tertawa].

Wukir, aku dengar kamu udah enggak tinggal di Jogja ya? Kenapa kalau boleh tahu?
Wukir: Kantor tetep di Jogja, tapi ada keluarga di Salatiga, tetep aku bagi waktu, berapa hari di rumah, berapa hari di jogja. Di Salatiga aku ada lahan 300 meter, ada ruang untuk berproses. Semoga ini ada hubungannya dengan hal kedepan yang akan dilakukan untuk Senyawa. Aku berusaha mengopeni kegemaranku, bersentuhan dengan tanaman, nanam sayur, nyangkul, bersentuhan dengan masyarakat desa. Rencananya sih pengin punya studio juga biar anak-anak bisa dateng ke situ dan kemarin sama Rully sempet ngobrolin rencana Senyawa untuk bikin scholarship.
Rully: Senyawa scholarship.

1580199841974-Untitled-design-48

Rully dengan teriakan khasnya dalam konser 10 tahun karir Senyawa. Foto oleh Damar Anjar via arsip Gudskul.

Senyawa Scholarship itu apa?
Wukir: Jadi aku alhamdulilah ada dua tempat, ya bentuknya masih raw, dua kebun enggak karuan gitu. Satu luasnya 240 meter di deket Borobudur sama 300 meter di Salatiga, itu yang akan dipakai sebagai media untuk [scholarsip]. Rencananya ke depan Senyawa ingin punya venue di Jogja, kita masih mencoba merealisasikan itu. Karena banyak sekali temen-temen musisi yang datang ke Jogja mempresentasikan musik mereka, nah itu kan tanggung jawab yang harus kita ambil, enggak mungkin kami tolak.
Rully: Makanya dasawarsa kedua bakal berat banget. Kerja kerasnya banyak. Jadi mohon doanya aja. Tapi Senyawa Scholarship itu juga salah satu program yang kita luncurkan ya, jadi kita membuka temen-temen dalam jumlah terbatas sekali angkatan untuk berproses bersama Senyawa. Mereka mau apa, bukan seperti sekolah, kita bisa ngobrol, diarahkan ke mana, dikenalin ke siapa, diajak berproses, diajak nyangkul, bikin musik, diajak berdiskusi.

Mirip program residensi seniman ya?
Wukir: Iya.
Rully: Seperti itu tapi santai, bisa berapa tahun terserah dia berapa lama maunya. Bisa tiga bulan, bisa lima tahun.

Artinya Dasawarsa Kedua ini lebih memberikan platform ke generasi seniman berikutnya ya?
Wukir: Salah satunya.
Rully: dan orang-orang terdekat. Bukan untuk mengubah apapun. Berdampak atau enggak, kita enggak tahu, tapi mungkin bisa kita gunakan cara ini. Senyawa telah menginspirasi dan membuka jalan bagi banyak pelaku seni lain. Apakah ini sesuatu yang pernah kalian pikirkan?
Rully: Justru karena hal-hal seperti itu, kita harus berpikir lagi. "Sebentar, berarti yang kita lakukan ada dampaknya." Meskipun tidak terukur atau tidak bisa dibilang jelas. Tapi kalau dilihat-lihat, ya ada dampaknya, meskipun kecil kadang. Jadi kita berpikir, kita harus hati-hati, harus benar-benar meyakini, apapun itu yang kami buat. Karena itu butuh upaya yang pelan-pelan, sedikit demi sedikit. Dan semoga teman-teman banyak yang membantu.