FYI.

This story is over 5 years old.

10 Pertanyaan Penting

Berikut 10 Pertanyaan yang Selalu Ingin Kalian Tanyakan ke Perawat RS

Seperti apa sih suka duka pekerjaan jadi 'nomor dua' di belakang dokter? Apakah mereka pernah jatuh cinta pada pasien?

Artikel ini pertama kali tayang di VICE Germany
*Oh iya, jangan bingung soal fotonya yang blur, ada penjelasan di bawah*

Sosok perawat sering masuk plot novel-novel percintaan atau film porno. Di kehidupan nyata pekerjaan mereka kurang mendapatkan apresiasi dan upah layak. Sejujurnya, mungkin uang sebanyak apapun tidak dapat menggantikan pengabdian mereka sehari-hari. Kita semua akan mati mengenaskan tanpa perawat. Sementara mereka mesti mendampingi kita bahkan di saat-saat paling menjijikan dan menyedihkan. Di negara maju seperti Britania Raya, muncul fenomena kekurangan banyak perawat yang kemungkinan besar akan semakin parah setelah Brexit. Rupanyabeberapa rumah sakit mengandalkan orang-orang dari Uni Eropa untuk memenuhi kebutuhan 2 persen staf perawat. Kasus serupa juga terjadi di Indonesia. Satu perawat di Tanah Air harus melayani lebih dari 10 ribu pasien. Padahal idealnya adalah 1:4.000. Selain itu sebaran perawat tidak merata, kebanyakan bekerja di RS kota besar sementara layanan kesehatan wilayah terpencil di Indonesia timur kekurangan SDM tenaga medis. Perawat mengalami tekanan hebat, dan tekanan tersebut menyita waktu mereka yang mestinya untuk mendampingi pasien-pasien. "Saya senang ketika orang-orang memahami bahwa yang saya lakukan lebih dari sekadar menyeka pantan orang asing," ujar Jana, perawat 22 tahun dari Lower Saxony, Jerman. Dia telah bekerja sebagai perawat terlatih di rumah sakit Jerman selama enam bulan. Selama enam bulan itu dia merasa belum diberikan cukup waktu untuk mendampingi pasien-pasiennya. Karena setiap menit tambahan yang dia berikan kepada satu pasien, mestinya bisa diberikan kepada 20 pasien lainnya yang menanti perawatannya. Jana berbaik hati menjawab setiap pertanyaan yang selalu saya ingin tanyakan kepada seseorang yang bekerja dengan manusia-manusia di momen yang paling mengenaskan. VICE: kuku kaki yang panjang, pup, pipis—apa yang menurutmu paling menjijikan dari pasien-pasienmu?
Jana: Ada dua hal yang bikin saya cukup kesulitan—membasuh penis dan membersihkan bagian bawah kuku. Saya boleh jadi seorang perawat, tapi saya juga manusia. Ketika kamu membasuh penis, kamu mesti menarik kulupnya ke belakang agar bisa dibersihkan. Terkadang pasien belum membasuhnya selama berminggu-minggu jadi banyak kotoran di situ. Baunya bisa membuat saya mual. Saya merasakan hal yang sama ketika membersihkan bagian bawah kuku pasien—kotorannya bisa jadi apa saja. Kolega saya pernah muntah di tong sampah, tapi situ tidak terjadi pada saya. Apakah pasien laki-laki pernah ereksi ketika kamu membasuh penis mereka?
Tentu saja, itu kadang terjadi. Reflek saja sebenarnya; bukan disengaja. Itu bukan hal yang terlalu buruk kok—setidaknya penis itu jadi lebih mudah dibersihkan. Baru-baru ini saya masuk ke kamar pasien dengan nampan berisi makanan, tapi dia sedang masturbasi. Dia tidak berhenti ketika saya masuk—dia tidak sedang dalam kondisi mental yang baik saat itu. Beberapa orang sangat tereduksi menjadi insting-insting paling purba dalam kondisi seperti itu. Dan saya sering mendapatkan kelakar-kelakar menjijikan, yang bisa cukup mengganggu. Atau ada pula pasien-pasien yang bisa membasuh diri mereka sendiri tapi malah berkata, "Kamu lebih jago memandikan saya." Hal itu bikin saya cukup tidak nyaman. Seberapa sering kamu melakukan hal-hal yang mestinya dikerjakan dokter?
Hal itu terjadi setiap hari—mengambil darah, pemasangan kateter intravena, pemasangan infus. Pada dasarnya, banyak dokter mengalihkan beberapa tugas mereka ke perawat, dan hal itu amat mengganggu saya ketika mereka lupa bahwa itu sebenarnya tugas mereka. Seringkali ada hierarki yang kuat dalam rumah sakit. Beberapa dokter benar-benar senang bikin perawat sadar bahwa, mereka adalah sang dokter. Seorang kepala dokter bahkan pernah memanggil saya maeuschen, yang artinya tikus kecil. Saya engga bisa membiarkan hal-hal seperti itu begitu saja—saya tanya dia apakah dia serius. Tapi ya begitulah keadaannya, dan beberapa perawat menerimanya. Kalau kamu mesti memeriksa diri ke rumah sakit, apakah kamu pergi ke rumah sakit tempatmu bekerja?
Tentu saja tidak. Saya tahu bagaimana hal-hal dikerjakan di sana dan saya tahu bagaimana keterbatasan waktu membuat orang-orang sulit bekerja sesuai standar perawatan. Saya tidak nyaman dioperasi oleh orang-orang yang saya kenal. Saya tahu bagaimana beberapa dokter dan perawat yang membicarakan pasien ketika pasien itu tidak sadar. Apa yang biasanya mereka bicarakan soal pasien yang sedang tidak sadar? Apakah mereka meledek ukuran penisnya, misalnya?
Ya, hal tersebut dapat terjadi. Bukan hanya di meja operasi—tetapi di ruang-ruang lain. Tapi sejujurnya, saya rasa kamu mesti punya selera humor biar bisa menjalani pekerjaan ini. Maksud saya, misalnya, kita bisa terbawa perasaan sedih melihat pasien pengidap demensia. Tapi hal itu bisa jadi lucu ketika seseorang bilang dia watir kelewatan bus setiap tiga menit. Terkadang kamu mesti bisa mentertawakan hidup, itu sih. Tapi kamu selalu harus merawat dan memperlakukan orang dengan rasa hormat. Seseorang dengan demensia mungkin tidak tahu apa yang terjadi, tapi mereka masih punya hak untuk diperlakukan sebagai manusia. Apa kamu pernah mencuri obat-obatan RS?
Tidak, mencuri obat-obatan tindakan salah dan juga hampir mustahil dilakukan. Ruang penyimpanan selalu banyak orang dan obat-obatan kelas serius selalu dikunci. Hanya satu perawat yang memiliki akses terhadap ruang itu, dan setiap kamu mengeluarkan obat-obatan seperti opioid dan morfin, akan tercatat. Apakah kamu pernah lupa mencuci tangan sebelum atau sesudah merawat pasien?
Rumah sakit memiliki standar kebersihan. Standar itu amat tinggi, dan tidak selalu terpenuhi, sejujurnya. Tapi selama kamu tidak unsterile, itu tak terlalu buruk. Standar itu biasanya sekadar teori, dan kamu tidak selalu bisa memenuhi itu dalam praktiknya, karena keterbatasan waktu. Hal itu menjadi kritis, misalnya, kamu tidak punya cukup waktu untuk membersihkan luka-luka dengan baik. Saya memastikan saya punya waktu cukup untuk setiap pasien—meski saya tidak selalu memilikinya. Apakah pernah ada pasien yang jatuh cinta sama kamu?
Saya rasa "cinta" adalah kata yang amat serius, tapi saya pernah diberikan nomor ponsel dari beberapa pasien. Mereka mungkin mencoba mendekati perawat-perawat lain, atau melakukannya karena bosan. Saya tidak pernah naksir pasien saya, tapi sejauh ini saya emang tidak naksir siapa-siapa sih. Dan apakah cowok-cowok di luar rumah sakit pernah ngajakin kamu roleplay jadi perawat seksi, ketika mereka mengetahui pekerjaanmu?
Saya belum pernah bertemu cowok yang merespon pekerjaan saya dengan cara seperti itu. Tentu, beberapa orang telah meminta saya untuk main "dokter-dokteran" dengan mereka, atau bilang "selangkanganku sakit—tolong periksa dong." Tapi yang bener aja deh, saya tidak punya waktu buat cowok-cowok kaya gitu. Apakah kamu sering melihat orang meninggal dunia?
Enam kali saya hadir saat pasien meninggal dunia. Waktu paling buruk adalah saat pertama kali saya melihat seorang perempuan meninggal dunia—ketika saya masuk ke kamarnya, saya langsung sadar dia kesulitan bernapas. Ketika pasien-pasien meninggal dunia, paru-paru mereka seringkali terisi air dan mereka mulai membuat suara-suara berdeguk. Dia hampir tercekik ketika saya masuk. Morfin membuat dia lebih relaks dan bernapas lebih mudah, tapi itu terlambat. Saya tidak akan melupakan suara itu. Orang-orang mati setiap minggunya di rumah sakit—seringkali saya datang di pagi hari dan mendengar bahwa seorang pasien telah meninggal dunia atau dikirim ke rumah fakir miskin. Saya tidak bisa bilang sudah terbiasa, tapi saya rasa saya sudah bisa mengatasinya.

Jana mengirimkan foto dirinya saat kami wawancara untuk artikel versi Bahasa Jerman. Karena adanya reaksi buruk ditujukan padanya setelah artikel itu tayang, dia meminta kami membuat wajahnya tidak dikenali dalam foto tersebut.