FYI.

This story is over 5 years old.

Profesi Unik

Kami Menemui Perempuan Berprofesi Sebagai Konsultan Putus Cinta

VICE menemui konsultan agar putus cinta lebih lancar, membahas cara-cara terbaik mutusin pasangan secara bermartabat, mengatasi dampak putus cinta di media sosial, dan tentu menentukan mana yang lebih baik: mutusin atau diputusin.
Sumber gambar: Adegan film 'Forgetting Sarah Marshall'

Artikel ini pertama kali tayang di VICE Canada. Putus cinta, mau semulus apapun prosesnya, tetaplah pengalaman membikin nyeri. Lagipula, bagaimana sih cara patut mutusin pasangan? Apa kita perlu menemui calon-mantan-pasangan di ruang publik dan menatap matanya seraya memecah belah hatinya? Kita perlu sejujur apa agar dia paham bahwa kita engga mau, sampai kiamat pun, kelon bareng dia lagi? Pikiran-pikiran macam begini yang bikin kita—ngaku deh—pengin menghilang tanpa permisi. Tetapi, kita engga perlu menjalani ini semua seorang diri; kita bisa curhat kepada ahli bidang pemutusan cinta.

Iklan

Natalia Juarez dulunya guru SD yang kemudian banting setir menjadi konsultan percintaan bersertifikat. Namun, dalam beberapa tahun belakangan, dia mengamati ada peningkatan permintaan untuk membantu orang-orang memutuskan percintaan dengan pasangan mereka. Sebagai konsultan pemutusan cinta profesional, dia bisa membantumu membangun alasan kuat untuk mutusin pasanganmu secara bermartabat—atau, dia bisa juga membantumu menghadapi kesedihan pasca diputusin. "Saya senang nolongin orang melalui bagian tersulit dari putus cinta," dia bilang. "Healing, recovery, hingga akhirnya bisa kembali berkencan lagi dengan orang baru."

VICE: Ceritain dong mulanya kamu bisa jadi konsultan putus-cinta profesional?
Natalia Juarez: waktu berumur 20an, setiap saya pacaran pasti hubungannya rusuh. Mantan-mantan saya sebenarnya oke-oke, tapi ya kami engga cocok saja. Terus waktu pertunangan saya batal sebelum ulang tahun ke 30, saya ikutan terapi. Saya mulai membaca setiap buku yang saya bisa baca. Saya jadi benar-benar insecure—saya mikir, duh jangan-jangan saya tuh drama queen? Saya engga kuat kalau harus melalui pengalaman putus cinta lagi.

Ketika saya memulai usaha ini, banyak teman saya yang lagi proses menikah. Dalam keluarga saya, jarang banget ada yang cerai. Jadi saya bingung musti ngebantuin siapa. Sedikit demi sedikit, orang-orang dengan keahliannya masing-masing ngebantuin saya. Attachment theory sangat membantu saya memahami kenapa kita bisa sayang sama orang-orang tertentu. Awalnya saya melakukan itu untuk membantu diri sendiri, tapi kemudian saya jadi teman ngobrol beberapa teman yang mengalami putus cinta yang parah. Setelah itu mereka merekomendasikan saya kepada teman-temannya yang lain.

Iklan

Yang bikin saya senang, saya bisa jadi orang yang saya butuhkan. Saya bisa memberi validasi pada pengalaman sendiri, dan nyaman untuk menghadapi rasa sakit saya tanpa terburu-buru move on. Bukan hanya itu, saya juga bisa berbagia saran dengan orang-orang yang membutuhkan. Karena pada saat itu, saya benar-benar merasa ada yang salah dengan diri saya.

Natalia Juarez adalah seorang konsultan mutusin-cinta profesional. Foto dari narasumber.

Apa saja yang dibuthkan supaya bisa mahir dalam pekerjaanmu?
Pengalaman adalah aset paling berharga yang saya punya—saya pernah diselingkuhin, saya pernah berada dalam cinta segitiga, dan kayaknya pernah berkencan sebanyak 80 kali selama lima tahun pasca kebatalan pertunangan. Jadi ya, pengalaman jawabannya. Dan kamu juga musti bisa menunjukkan kasih sayang—engga boleh mudah menghakimi orang.

Seperti apakah rata-rata klienmu?
Rasionya 50:50 antara klien perempuan dan laki-laki. Ada banyak klien berusia 40an dan 50an. Mereka sudah pacaran lama sejak usia 30an dan mereka pengin putus dan mulai dari awal lagi dengan orang baru. Atau pasca-perceraian—ini kasus yang juga umum dalam pekerjaanku.

Ada pula perempuan berusia 30an yang punya bayangan ideal soal hidup mereka. Jadi konsep memulai dari awal lagi lumayan menakutkan—yang saya lakukan ketika saya beranjak 30 tahun. Sekarang umur saya 35 tahun. Mereka enggan putus karena engga mau jadi jomblo. Kalaupun terpaksa putus, mereka yang berusia pertengahan hingga akhir 30an—terutama kalau pengin punya anak—membutuhkan strategi yang lebih agresif. Semacam kombinasi recovery dan mengimplementasikan strategi kencan. Mereka harus lebih sering keluar rumah dan kenalan dengan orang baru.

Iklan

Berapa persentase klien yang konsultasi untuk mutusin pasangannya?
Saya membantu orang dalam tahapan awal, tengah, dan juga akhir hubungan mereka. Ketika saya awal memulai profesi ini, saya kira saya akan fokus membantu klien yang sedang dalam masa pemulihan. Tapi ternyata banyak klien sedang galau apakah mereka pengin membuat perubahaan besar dalam hidup mereka. Jadi itu deh fokusnya. Orang ketemu saya untuk konsultasi, dan saya punya assessment tool yang pas jadi kita benar-benar bisa berstrategi. Setiap hubungan memiliki aspek positif dan negatif, jadi ini engga hitam-putih gitu lho. Jadi kita menimbang-nimbang berdasarkan visi dan nilai-nilai yang mereka anut. Jadi pada akhirnya mereka yang membuat keputusan—mereka bisa mengabari saya soal keputusan mereka, tapi kadang engga. Kira-kira dalam 70 persen kasus yang saya urus, kebanyakan memutuskan putus atau bercerai.

Mending jadi yang mutusin atau diputusin?
Saya yakin pedih banget untuk memutuskan melanjuti atau menyudahi hubungan. Tapi saat ini saya bekerja dengan banyak klien yang ditinggal pasangan mereka. Mereka ngilang begitu saja, engga pamit. Engga ngomong apa-apa. Pengalaman putus-cinta seperti itu lebih bikin trauma sih.

Banyak ya, pasangan yang main ngilang begitu saja ?
Dalam kencan, banyak. Menurut saya, sampai tahapan tertentu ngilang—atau ghosting—itu oke-oke saja. Kalau ada orang berhenti menghubungimu, mereka penginnya kamu langsung ngerti kalau mereka malas berkencan lagi dengan kamu. Tapi dalam hubungan yang lebih serius—ada klien saya yang, dari hari ke hari, hidupnya berubah total. Hubungan mereka padahal sudah berjalan tiga hingga lima tahun, lho.

Iklan

Kenapa sih mutusin pasangan susah banget?
Ya jelas sulit, kamu bertanggung jawab atas perasaan pasanganmu. Jadi kalau kamu bikin dia sedih, ya kamu bakal nyesek juga. Kita sering lupa bahwa ketika kita merelakan pasangan kita—kalau kita benar-benar merelakannya—meski sangat menyakitkan, mereka akan bertemu orang baru. Mereka mungkin pengin melindungi diri sendiri, tapi jadinya kan menghalangi penyembuhan pasanganmu. Kalaupun aku bisa membantu mereka memahami itu, mereka bisa melanjutkan hidup.

Kamu menyebutkan strategi putus lewat media sosial. Itu kayak gimana sih?
Media sosial membikin putus cinta semakin sulit. Sebelum ada medsos, kalau kamu mau putus, orang engga perlu ngelihat mantanmu lagi. Sekarang, meski sudah putus, gegara medsos, orang bisa terobsesi dan ngecek akun mantan terus. Terus mereka jadi lebay dan merasa setiap twit atau status update diperuntukan kepada mereka.

Saya punya klien yang sangat agresif dalam media sosial. Karena dia ngecek akun mantannya terus di Instagram, dia jadi bisa tahu mantannya itu nge-like foto siapa saja dan follow siapa saja. Jadi dia terobsesi deh: siapa nih cewek? Kenal dari mana deh? Dia juga bikin akun palsu—biar terus bisa memantau si mantan—karena akun asilnya sudah diblock. Media sosial tuh bikin orang gampang selingkuh. Jadi orang lebih mudah terhubung dengan dan terputus dari orang lain.

Apa pengalaman teranehmu sebagai konsultan putus?
Mendampingi orang-orang yang diselingkuhin. Ada klien saya selingkuh selama setahun. Dia pengin memutuskan apakah dia perlu ninggalin istrinya untuk bersama selingkuhannya ini. Kita duduk bareng dan menimbang pro dan kontranya. Dia akhirnya sadar dia engga mau meninggalkan istrinya. Dia sadar, kalau dia ninggalin istrinya, dia hanya akan menukar satu tantangan dengan tantangan baru. Beberapa bulan kemudian, dia menghubungi saya untuk nanya apakah saya bisa memberi saran untuk selingkuhan dia yang sakit hati karena diputusin.

Iklan

Itu pengalaman menarik buat saya karena saya bisa meihat dua sisi. Klien saya itu juga punya pikiran seperti ini: saya lagi membangun ulang pernikahan saya, kalau mantan selingkuhan saya engga terkontrol nanti dia bisa aneh-aneh dan merusak upaya saya rujuk dengan istri. Saya bisa membantu selingkuhannya itu. Banyak sih, yang musti diobrolin setelah penolakan itu. Dia pengin menang. Yang saya mampu lakukan adalah meyakinkan dia bahwa ini bukanlah yang dia inginkan. Cowok itu lebih tua, sudah punya anak. Ketika dia sudah sadar, dia lebih mudah ikhlas.

Lalu, ada cowok lain yang saya engga sengaja jumpai di Uber pool, yang menghubungi saya beberapa bulan kemudian untuk bertanya apakah saya bisa bantu dia selingkuh dari istrinya. Saya bilang, Lah, ya engga gitu lah.

Kenapa putus cinta pas pacaran dianggap lebih sepele dibandingkan perceraian?
Meski putus pacaran bisa sama menyakitkannya dengan perceraian, saya rasa mereka dianggap lebih sepele karena engga punya beban legal, finansial, dan kompleksitas sosial seperti pernikahan. Pernikahan memiliki kesan permanen, dan dipandang sebagai tujuan hidup bagi beberapa orang, membuat pasangan yang engga menikah dianggap "kurang berkomitmen" dan oleh sebab itu kurang dianggap "serius." Seseorang bisa saja pisah dari suami atau istrinya tanpa mengurus proses hukum yang bisa berlangsung tahunan dan buruk. Oleh karena itu, penting untuk diingat bahwa seseorang bisa saja menghilang dan menelantarkan sebuah hubungan  soalnya engga mau ribet.

Banyak klien saya engga ngeh bahwa pasangan mereka sudah ambil ancang-ancang untuk putus, jadi mereka kaget pas diputusin. Biasanya traumatis karena engga ada fase transisi.

Saya juga mengamati bahwa waktu bersifat relatif dalam hubungan. Saya punya klien yang menjalani hubungan selama beberapa bulan. Mereka kaget karena engga dianggap serius hanya karena baru pacaran dua bulan. Tapi menurut saya, mereka sangat serius. Dan hubungannya memiliki kedalaman. Jadi lamanya pacaran engga menentukan kedalaman hubungan.

Misalnya, saya baru diputusin nih. Misalnya lho ya. Saya mesti ngapain?
Selain konsultasi sama saya? [tertawa] Ya, self-care. Coba lindungi diri sendiri. Mungkin kesannya egois, tapi kamu harus menciptakan lingkungan sekitarmu yang bisa mendukungmu melewati proses itu. Ada teman-teman tertentu yang engga bisa kamu temui, ya engga apa-apa. Habiskan beberapa waktu seorang diri. Tapi semoga ada teman baik yang datang bawain makanan dan wine dan nemenin kamu. Berbaik hatilah pada diri sendiri, biarkan kamu mengekspresikan perasaanmu. Terutama pada minggu pertama setelah putus, pasti kamu masih syok. Banyak orang penginnya ngelihat orang pas hepi saja, jadi pas lihat temannya sedih mereka bingung sendiri dan engga nyaman. Jadi cuekin saja orang yang kayak begitu. Cari keseimbangan antara tantangan emosional dan logistik untuk membangun ulang hidupmu dengan pengalaman-pengalaman yang membawa rasa bahagia.

Apa yang kamu pelajari tentang hubungan percintaan manusia dari pekerjaanmmu?
Bahwa banyak orang berusaha membantu orang lain agar jatuh cinta dan menemukan pasangan. Tapi sedikit yang membantu cara menyudahi hubungan. Pacaran itu sebenarnya kayak kerja saja. Perlu usaha untuk mempertahankan chemistry. Bagaimana cara kamu menyudahinya secara elegan, ketika dua belah pihak masih sama-sama menyayangi? Kita engga pernah diajarkan itu, kan. Kita engga pernah tahu caranya bermuram durja.