Perjanjian Darah: Vampir Sungguhan dan Donor Penyumbang Darah
PHOTO By JAVIER DIEZ VIA STOCKSY

FYI.

This story is over 5 years old.

Culture

Perjanjian Darah: Vampir Sungguhan dan Donor Penyumbang Darah

Vampir sungguhan benar-benar ada di dunia. Sebagian besar mengidap gangguan kesehatan yang membuat mereka haus darah sesama manusia. Beruntung, selalu ada yang bersedia menghilangkan dahaga mereka.

Artikel ini pertama kali muncul di Broadly.

Vampir sunggguhan beneran ada loh, dan mereka merasa menderita sebuah penyakit yang memicu rasa haus darah. Untungnya, ada manusia yang dengan senang hati menyumbangkan darah.

Setelah membersihkan kulitnya, Giselle, seorang warga Arizona, Amerika Serikat, mencari titik urat nadinya akan menempatkan ujun jarum. Setelah menemukannya, Giselle menggunakan sebuah butterfly needle and semprotan untuk mengambil 80ml darahnya—kira-kira sebanyak 2 gelas kecil.

Iklan

Daerah ini diambil bukan untuk sebuah alasan kesehatan. Giselle adalah salah satu orang yang mendonasikan darahnya untuk temannya, seorang vampir sungguhan, biasanya dikenal dengan nama sanguinarian (istilah dalam bahasa latin yang berarti "ia yang meminum darah"). Banyak kaum sang percaya mereka perlu mengkonsumsi darah agar tetap sehat dan donor seperti Giselle—"Black Swan" begitu mereka biasa menyebut diri mereka—menyediakan darah yang mereka butuhkan.

Menurut para peneliti, di Amerika Serikat saja, ada setidaknya 5.000 vampir. Di antara mereka, ada lebih banyak perempuan yang merasa dirinya vampir.

Meski, membayangkan seseorang meminum darah sudah bikin kita mual—hal ini masih ditabukan dan dalam Islam, mengkonsumsi darah dianggap haram—kenyataan tak selalu seperti. Di abad 16 dan 17, banyak orang, termasuk pendeta, keluarga bangsawan dan dokter menyuntikan darah ke tubuh mereka untuk mengobati penyakit seperti sakit kepala dan epilepsi. Darah—pada waktu itu—juga dianggap bisa meningkatkan kebugaran, apalagi jika dihisap langsung dari tubuh seorang yang masih belia. Seiring berkembangnya ilmu pengobatan, praktek konsumsi darah ini mulai ditinggalkan.

Banyak vampir menceritakan momen ketika mereka sadar mereka berbeda. Sebagian komunitas vampir menyebut momen ini sebagai sebuah "kebangkitan." salah satu anggota situs sanguinarius.org bercerita bahwa mereka menyadari ke-vampiran mereka setelah mereka diam-diam menghisap darah dari steak daging babi yang tersisa di meja dapur rumah mereka. Julia, perempuan 48 tahun dari AS, mengaku ia mulai keranjingan darah sejak berumur 6 tahun. "Pertama kali saya menyantap darah manusia ketika berumur 12 tahun," ujarnya pada Broadly.

Iklan

Ilustrasi "Carmilla," novella abad 19 tentang vampir karya Joseph Sheridan Le Fanu. Ilustrasi dibuat oleh David Henry Friston via Wikimedia Commons

Ketika pertama kali mengecup bibir seorang pemuda, ia tak tanggung-tanggung langsung menggigit bibirnya, menghisap darah yang menetes. "Peristiwa itu sangat evolusioner sekaligus revolusioner" tambahnya.

Banyak kamu sang percaya mereka harus mengudap darah agar tetap sehat dan menyebut dirinya sebagai "medical sanguinarian." John Edgar Browning, seorang peneliti post-doktoral di Georgia Institute of Technology, menghabiskan waktu 5 tahun mewawancarai komunitas vampir sungguhan di New Orleans. Bahkan, ia juga menjadi salah satu donor. Kaum sang menggunakan pisau bedah untuk menyayat punggung, menempelkan mulutnya di bekas sayatan dan menghisapnya darah yang keluar sebelum akhirnya membersihkannya. "Proses donasi darah ini bikin saya waswas, bukan karena itu tidak aman. Sebalilknya, saya takut sekali jarum," Akunya pada Broadly.

Menurut Browning, banyak orang yang dia wawancarai yang berusaha tobat dari kebiasan menghisap darah mengatakan bahwa fisik mereka jadi lemah, gampang lelah dan sakit-sakitan. "Salah satu vampir yang saya wawancarai sampai harus dirujuk ke rumah sakit. Ia baru keluar setelah menghisap darah dari paangannya waktu itu, di kamar rumah sakit." ungkap Browing.

Krystian, seorang sanguinarian dari Inggris, didiagnosa mengidap mutasi genetik 2 tahun silam. Mutasi ini membuat tubuh Krystian tak mampu memproduksi haem—sebuah komponen utama dalam sel darah merah, molekul protein yang mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh dan kembali ke paru-paru. Baginya, menghisap darah adalah salah satu cara bertahan hidup.

Iklan

"Saya punya banyak masalah medis sejak lahir," katanya. "Kalau saya mengkonsumsi darah secara teratur, baru saya merasa bugar. Namun, jika tidak, saya bakal mengalami kekurangan darah yang memicu gangguan syaraf dan kognitif. Ujung-ujung ya saya menderita depresi, amnesia, tak bisa makan tanpa merasa sakit, pusing, sakit kepala, konstipasi dan insomnia. Menghisap darah menghentikan semua gejala ini." dia juga mengaku mengkonsumsi 125 ml darah sehari agar tetap bugar. "Ya kira-kira setengah setengah kaleng red Bull."

Meski banyak vampir sungguhan percaya dahaga akan mereka disebabkan oleh masalah fisik, beberapa vampir lainnya penyebabnya lebih psikologis. Saya berbincang dengan Zvasra, wanita berusia 34 tahun dari Memphis, Tennessee, via Reddit. Sejauh yang ia tahu, hasrat mengkonsumsi darah sejatinya cuma memuaskan sebuah "sebuah kebutuhan psikologis tok!"

Setelah mendonasikan darah saya, saya merasa tenang, seperti mengambang di kolam renang. Sepertinya, kepuasan ini muncul setelah melihat perubahan pada vampir yang menghisap darah saya. mata mereka kelihatan lebih hidup dan energi mereka kembali. —Giselle

"Sepertinya masuk akal jika kita mengatakan bahwa orang-orang yang amat menyukai darah seperti saya memiliki alasan psikologis dalam diri mereka, sampai-sampai ngebet menghisap darah," tambahnya.

Ketika saya tanya apa pernah mencari pertolongan medis untuk menghilangkan hasratnya akan darah, dia mengaku tak pernah melakukannya. "ya beginilah cara saya hidup, saya sih bahagia-bahagia saja hidup seperti," ujarnya. "Saya paham sekali, mengkonsumsi darah masih amat tabu, lagipula saya tak mau doktor tahu penyakit-penyakit lain yang mungkin saya idap." Nyatanya, ada istilah khusus yang digunakan untuk menyebut obsesi untukmeminum darah, Renfield's syndrome. Sayangnya, terminologi ini tidak diakui dalam dunia medis dan dinafikan oleh para dokter.

Iklan

Entah apapun alasanya, kaum Sang jelas harus menghisap darah secara berkala guna mengatasi beragama gangguan dan memuaskan dahaga mereka. Tak ayal, beberapa network dibuat untuk menghubungan mereka dengan para donor. Beberapa grup ini bisa ditemukan di situs jaringan sosial fetis, Fetlife. Anda juga bisa menemukan jaringan vampir-donor di situs Vampire and Donor Connections Hub, yang didirkan Krystian 2 tahun silam. Beberapa vampir seperti like Julia yang bergantung pada tunangan untuk mendapatkan pasokan darah, menggunakan kerabat atau orang yang dekat dengan mereka sebagai donor.

Bagi Julia, darah manusia adalah harga mati. Namun, beberapa vampir lainnya tak menampik kesempatan mengkonsumsi darah binatang jika sedang kepepet. "Kalau sedang susah banget dapat donor, saya langsung pergi ke toko bahan makanan Asia. Biasanya saya membeli daging babi beku atau darah sapi. Tentu, saya tak langsung menenggaknya. Darah hewan lebih enak dikonsumsi dengan dicampur wine, kopi atau kadang saya gunakan ketika memasak." Ujar Zvasra.

Krystian juga mengudap darah sapi dari pejagalan terdekat."satu orang donor tak akan bisa memuaskan satu Sang, jadi saya perlu darah sapi agar tetap bugar," ujarnya. "Kalau bisa, saya sejarang mungkin menghisap darah dari donor (kekasihnya) agar ia tetap bugar, tapi apa mau dikata, darah binatang tak sememuaskan darah manusia. Keduanya berbeda."

Sampai di sini, anda pasti bertanya apa keuntungannya bagi para donor black swan. Meski kadang ada keterkaitan antara komunitas BDSM dan fetisisme akan vampir, yang dilakukan para donor hanyalah cara untuk menolong orang yang mereka cintai menghadapi gejala-gejala misterius yang membuat mereka lemah.

Iklan

Beberapa donor juga merasakan sensasi yang menyenangkan."Setelah mendonasikan darah saya, saya merasa tenang, seperti mengambang di kolam renang, agak aneh memang" ungkap Giselle. "Sepertinya, kepuasan ini muncul setelah melihat perubahan pada vampir yang menghisap darah saya. mata mereka kelihatan lebih hidup dan energi mereka kembali. Saya merasa seperti baru berbuat kebaikan."

"Saya tak tak langsung sadar bahwa saya kadang atau lebih banyak diuntungkan saat mendonasikan darah. Kalau saja saya bisa membantu semua orang haus darah, saya mau melakukannya," tambahnya.

Tentu saja, vampir sungguhan dan para donor tak suka adegan menghisap darah yang brutal. Foto dari film "Female Vampire"

Sangat penting untuk memastikan pendonasian darah dilakukan atas dasar kesapakatan dan aman. Tentu saja, para vampir sungguhan dan donor tak suka adegan menghisap darah yang brutal.

Malah, ada semacam Donor Bill of Rights yang dibuat oleh seorang vampir Belfazaar Ashantison, pengelola sebuah grup Yahoo untuk mempromosikan prosedur keamanan dalam komunitas vampir . Lebih dari itu, ada semacam kontrak etis yang harus ditandatangani oleh kedua pihak agar semua berjalan lancar.

Tentu saja, meminum darah memiliki resikonya tersendiri, seperti penularan penyakit semacam HIV. Belum lagi, kelebihan asupan zat besi bisa memicu liver dan detak jantung yang tak teratur. Vampir-vampir yang saya wawancarai memastikan sendiri semuanya—pisau, jarum dan semprotan—steril. Beberapa bahkan meminta donornya secara berkala melakukan tes darah untuk memastikan mereka sehat. Contact Feeding, proses penghisapan darah langsung dari donor, adalah metode yang paling banyak digemari.

Iklan

"Beberapa vampir menggunakan gigi taring (biasanya gigi palsu) untuk membuat luka. Namun, kadang gigi taring meninggalkan luka. Perawatan luka bekas gigitan lebih susah dilakukan. Belum lagi, dilukai dengan gigi taring itu sakit. Gak jauh bedalah seperti digigit anjing," kata Zvasra.

Banyak sang sangat merahasiakan apa yang mereka lakukan karena mengkonsumsi darah masih diangap tabu. Mereka juga kerap disalahpahami dan dilekatkan dengan berbagai stereotype di media.

Malah, banyak dari mereka menghindari menyebut dirinya sebagai vampir. "Vampir adalah kata yang dibuat orang yang merasa perlu menamai kami. Sangurians bagi kami adalah sebutan yang lebih aman," ujar Krystian. "Orang punya kecenderungan mempersekusi apa yang mereka takuti. Jadi, wajarlah kalau kami malas disebut vampir. Yang jelas, kami tidak berbahaya dan tentunya bukan mahluk mistikal bengis."

Browning sependapat dalam hal ini. "vampir sungguhan masih terus disalahpahami oleh orang. Saya menduga ini karena orang masih berpikir seorang menghisap darah setelah ia membaca literatur vampir atau nonton film vampir.Kenyataan jauh berbeda."

"Dan, para vampir sungguhan ini jarang terobsesi dengan budaya vampir. Kalaupun mereka punya obsesi. Obyeknya adalah kesehatan mereka dan pencariaan arti dari kondisi misterius yang mereka alami dari hari ke hari."

Namun, anggapan miring tak cuma diterima oleh para vampir, kaum "Black Swan" kerap disalahpahami. "sepertinya, keberadaan kami susah dipahami di luar sana. Saya pernah dikatai "sundal' atau tukang cari perhatian," kata Giselle. "Awalnya, saya malu akan diri saya sendiri—tapi saya sudah tak merasa begitu. Dalam kehidupan yang bikin sumpek, mendonorkan darah membuat gembira."

Vampir sungguhan benar-benar ada dan kebanyakan dari mereka percaya mereka mengidap gangguan kesehatan yang membuat mereka haus darah manusia. Beruntung, selalu ada yang bersedia menghilangkan dahaga mereka.