The VICE Guide to Right Now

Suap Tipu-Tipu Seleksi Akpol Makin Mahal, Polisi di Kalsel Sampai Rugi Rp1,35 M

Awalnya agak kasihan polisi malah tertipu demi anaknya tembus seleksi Akpol. Tapi lihat nominalnya, ga jadi deh. Seleksi perwira polisi masih rutin dihiasi berita dugaan kecurangan dan suap.
Polisi di Kalsel Tertipu Rp1,35 miliar untuk loloskan anaknya di ujian Akpol
Taruna Akpol dalam upacara bendera. Foto oleh AWG97/via Wikimedia Commons/ lisensi CC 4.0

Merasa kasihan, namun tidak merasa kasihan. Perasaan bercampur macam itu kita rasakan saat mendengar berita seorang anggota Polres Banjarbaru, Kalimantan Selatan, berinisial PS tertipu Rp1,35 miliar karena berniat melakukan tindak suap. Uang segitu banyak diharapkan PS bisa meloloskan anaknya agar diterima Akademi Kepolisian (Akpol) sesuai janji IR dan IL, inisial sang penipu. Apa dikata, uang pelicin itu nyatanya masuk ke kantong sendiri.

Iklan

“Ada dua tersangka kami tangkap di Jakarta yang telah menipu korban dengan janji meluluskan seleksi taruna Akpol. Awalnya anak korban ini daftar Akpol 2019 dan gugur di tes akademik. Namun, oleh pelaku dijanjikan bisa lulus dengan bayaran Rp1 miliar karena pelaku [IR] punya kenalan di Mabes Polri, yaitu IL,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kalsel Sugeng Riyadi dilansir Antaranews, Rabu (12/8). 

Selain meminta uang Rp1 miliar untuk menyuap kenalannya di Mabes Polri, IR juga minta jatah Rp350 juta untuk dirinya sendiri, membuat total kerugian jadi Rp1,35 miliar. Anak korban bahkan sudah beberapa kali diminta ke Semarang oleh pelaku karena dijanjikan jaminan kelulusan tes dan siap pendidikan. Pada akhirnya, semua hanya kata-kata durjana.

Merasa tertipu, korban melapor ke Polda Kalsel pada 20 Juli silam, membuat kasus ini lengkap melibatkan semua hal berbau polisi dari hulu ke hilir. Gabungan Polda Kalsel dan Mabes Polri bergerak cepat dan berhasil mengamankan IR di Blok M, Jakarta Selatan. Sedangkan IL dicokok di kawasan Tebet Timur Dalam Raya, Jaksel. Setelah diperiksa, IL ternyata sedang terjerat kasus korupsi senilai Rp5,9 miliar yang tengah diusut Polda Banten. Emang bangke nih orang.

Menilik arsip berita, kita bakal tahu kasus penipuan miliaran rupiah dengan iming-iming masuk Akpol terlampau sering terjadi. Banyak yang tergiur mengingat profesi polisi masih dianggap jalan menuju sukses. Dua bulan lalu misalnya, seorang warga Sidomulyo, Lampung Selatan (Lamsel), melapor telah kehilangan total Rp1,8 miliar gara-gara berniat menyuap agar anaknya lulus seleksi Akpol. Ia hilang kesabaran setelah sang anak tetap gagal di seleksi 2018 dan 2019. Sadar kena tipu, ia melaporkan SR, inisial sang penipu, yang akhirnya dicokok Polres Lamsel pada 12 Juni malam.

Iklan

“Untuk tersangka kita lakukan penahanan karena sudah cukup bukti dan unsur terkait kasus penipuannya yang menjerat tersangka. Tersangka menjanjikan bisa membantu anak pelapor yang hendak mendaftar Akpol. Tersangka secara berkala meminta uang kepada korban,” kata Kapolres Lamsel Edi Purnomo kepada Tribunnews. Dalam menjalankan penipuan, SR menjelaskan kalau uang pelicin dibutuhkan sebagai tebusan supaya dapat surat rekomendasi gubernur Lampung yang dianggap bisa memudahkan sang anak masuk Akpol.

Mundur ke September 2019, seorang ayah di Medan, Sumatera Utara, kehilangan Rp757 juta dengan alasan sama. Pelaku bernama Indra Napitupulu mengaku sebagai polisi berpangkat komisaris besar telah menipu Charles Ambarita untuk menggelontorkan uang pelicin sebagai stimulus permintaan. 

Pertemuan pertama keduanya terjadi di Bandara Kualanamu pada 2017 dengan permintaan memuluskan jalan anak Charles “hanya” jadi bintara Polri. Namun, Indra malah nawarin jasa penerimaan Akpol dengan uang Rp400 juta. Sejak saat itu, telah terjadi 13 kali transferan dari Charles kepada Indra melebihi nominal awal, yang semua hanya berbalas janji manis.

“Tapi belakangan uang yang kami serahkan sebanyak Rp757 juta. Setelah ditunggu, anak saya tidak masuk menjadi peserta taruna Akpol,” terang Tongo, istri Charles.

Kasus penipuan seleksi Akpol kerap terjadi karena indikasi praktik suap dan anak titipan kerap menghiasinya. Tempo yang menginvestigasinya pada 2011 menemukan kesaksian sumber yang membenarkan praktik suap ini kerap terjadi. “Sejumlah perwira mengaku harus membayar sampai Rp500 juta agar anaknya bisa diloloskan jadi taruna di sini,” sebut Sumber Tempo.

Iklan

Indikasi anak titipan menyeruak karena ditemukan kasus perwira Akpol yang enggak memenuhi syarat, tapi tetap lolos. Misalnya, tinggi badan yang kurang atau ketidakmampuan berenang. Tim Dokter Akpol, dikutip Tempo, juga menemukan ada 70 taruna baru mengaku pernah menderita sakit berat, namun lulus seleksi kesehatan.

“Ada forum Dewan Kebijakan di tingkat pejabat utama Polda yang menentukan siapa saja yang lolos. Urutan kelulusan berdasarkan hasil seleksi diabaikan di forum itu,” ujar Baharuddin Kamba, Juru Bicara Jogja Police Watch, lembaga swadaya masyarakat yang mengawasi kinerja aparat hukum di Jogja.

Itu hampir satu dekade lalu. Bagaimana sekarang? Kelihatannya sih enggak membaik. 

Pada seleksi 2017, Sandy Pratama Putra kesal karena gagal berangkat ke Semarang setelah “hanya” berada di peringkat 14 dari 33 peserta. Kuota Sumut, daerah tinggalnya, hanya memberangkatkan 13 peserta laki-laki teratas. Namun, Sandy heran saat ada satu peserta laki-laki bernama IAP yang berada di ranking 26, tapi ikut berangkat ke Semarang.

“Kebetulan dia anak pejabat utama Polda Sumut. Itu sudah rahasia umum dan sejak awal tes pun sudah diakuinya. Jika dia [IAP] berhak, kami juga berhak. Kami sama-sama warga negara. Kami siap jika kami akan dites ulang dengan beliau,” tegas Sandi. Kabid Humas Polda Sumut Rina Sari Ginting menyebut bahwa kelulusan IAP disebabkan kuota khusus dari Mabes Polri dan tidak mengganggu kuota 14 orang untuk Polda Sumut. Kebijakan kuota khusus sendiri emang bermasalah, sebab alasan anak polisi dapat perlakuan khusus daripada anak bukan polisi enggak bisa diterima akal sehat.

Seleksi tahun ini, panitia penerimaan Akpol masih jadi sorotan karena menggugurkan seorang calon perwira akibat dikonfirmasi positif Covid-19 oleh panitia. Si calon perwira ini mengklaim didatangi anggota polda setempat tanpa dokumen resmi dari mana rujukan positif tersebut berasal. Semakin mengesalkan, saat ia melakukan tes swab secara mandiri, hasilnya negatif.

Menanggapi kabar miring soal tudingan kecurangan seleksi Akpol, Mabes Polri santai aja. “Kalau ada pihak yang tidak puas dengan panitia seleksi, silakan buat pengaduan ke Propam atau Inspektorat Pengawasan,” ujar Karo Penmas Mabes Polri Awi Setiyono kepada CNN Indonesia.