Sepakbola

Data Menunjukkan Kasus Diskriminasi di Liga Inggris Memburuk

Lembaga Kick It Out melaporkan kenaikan 42 persen kasus diskriminasi terhadap pemain kulit hitam dan minoritas seksual, selama musim 2019/2020 di semua kasta sepakbola Inggris.
Dipo Faloyin
London, GB
Bukayo Saka dan Yves Bissouma dalam salah satu pertandingan Premier League Inggris
Foto salah satu pertandingan Liga Primer Inggris via Xinhua/Alamy Live News 

Musim 2019/2020 baru saja berakhir di semua liga sepakbola profesional dunia, namun ada kabar buruk dari Liga Inggris. Kasus diskriminasi rasial dan homofobia meningkat di semua level kompetisi, seperti dilaporkan oleh lembaga Kick It Out yang aktif memantau kasus-kasus macam itu di dunia olahraga.

Dilaporkan bila kasus diskriminasi, mencakup hinaan atas warna kulit, latar etnisnya, serta orientasi seksual pesepakbola, meningkat 42 persen sepanjang musim lalu di semua level kompetisi Liga Inggris, termasuk Championship dan Premier League. Kenaikan kasus ini mencemaskan, mengingat sejak Maret 2020 pertandingan sepakbola tidak lagi dihadiri suporter.

Iklan

Ketidakhadiran suporter di stadion rupanya tidak mengurangi kasus-kasus diskriminasi macam ini. Bahkan selama momen pandemi, Kick It Out mencatat ada peningkatan 11 persen kasus diskriminasi dibanding musim sebelumnya. Menurut Kick It Out, mayoritas hinaan kini terkait orientasi seksual pesepakbola, jumlahnya mencapai 95 persen dari total kasus yang mereka catat.

Sanjay Bhandari, selaku Ketua Kick It Out menyatakan pelaku diskriminasi mayoritas adalah suporter. Klub dan pemain sebagian sudah berusaha meningkatkan kesadaran soal pentingnya ide kesetaraan. Bahkan banyak klub yang sudah bersolidaritas dengan gerakan massa kulit hitam, seperti saat terjadi pembunuhan George Floyd oleh polisi Amerika Serikat.

“Namun di bawah permukaan, ternyata kebencian rasial dan homofobia masih tersimpan di kalangan penggemar sepakbola Inggris,” kata Sanjay.

Dalam survei yang mereka gelar bersama YouGov ini, data Kick It Out juga menemukan bila suporter dari etnis atau seksual minoritas turut menerima diskriminasi. Sebanyak 39 persen suporter menjadi saksi atau korban diskriminasi sepanjang musim lalu saat mampir ke stadion lawan.

Kondisi di luar lapangan tak kalah menyesakkan. Dari suporter yang disurvei, sebanyak 72 persen menyaksikan komentar rasis dari netizen terhadap pemain kulit hitam atau etnis minoritas lainnya di medsos. Sementara 51 persen kasus terkait serangan komentar rasis sesama suporter di Internet.

“Semua data yang diperoleh Kick It Out ini baru permukaan gunung es,” kata Sanjay. “Kami yakin, yang tidak dilaporkan oleh pemain dan suporter jauh lebih banyak.”

Artikel ini pertama kali tayang di VICE UK