Virus Corona

Pemerintah RI Didesak Bikin Peta Kasus Corona, Usai KRL Disebut Titik Penularan Berisiko

Sikap pemerintah yang kurang transparan membuat masyarakat curiga dengan semua informasi seputar COVID-19 di Indonesia. Sebagian pihak meminta ada peta persebaran resmi yang gamblang.
Anies Baswedan Sebut KRL Bogor-Jakarta Kota Berisiko Penularan Virus Corona Peta Penularan Kasus  COVID-19
Petugas menyemprotkan desinfektan dalam bus umum di Banda Aceh setelah Indonesia memastikan ada penularan COVID-19. Foto oleh Chaideer Mahyuddin/AFP

Salah paham atas fotonya yang viral membuat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan harus buru-buru bikin klarifikasi. Di foto tersebut tampak Anies sedang presentasi di depan pimpinan dinas dan BUMD DKI Jakarta pada Rabu (11/3) dengan latar slide bertuliskan “Waspada Risiko Covid-19 via Transportasi Publik”.

Persoalannya, yang bikin geger, di presentasi tersebut ada tulisan bahwa risiko kontaminasi terbesar Covid-19 terjadi di wilayah KRL-2 Rute Bogor-Depok-Jakarta Kota, salah satu rute komuter terpadat ibu kota.

Iklan

Informasi itu secara literal ditangkap masyarakat bahwa sudah ada penularan virus corona di KRL Jabodetabek—hal yang jelas seram sekali. Padahal bukan itu yang sedang dibahas oleh Pemprov DKI. Dalam klarifikasinya Gubernur Anies menyatakan maksud tulisan itu baru sekadar potensi risiko.

"Jadi yang disampaikan itu bukan bahwa saat ini ada kasus, bukan. Tapi, bahwa saat ini kita punya potensi risiko-risiko, salah satunya adalah transportasi, tapi juga yang aspek-aspek lain. Intinya adalah kenapa tadi dikumpulkan seluruh jajaran, baik kepala organisasi perangkat daerah maupun pimpinan BUMD, untuk menyampaikan semua potensi risiko sehingga jajaran bisa mengambil langkah-langkah mitigasi," kata Anies dilansir CNN Indonesia.

Di presentasi tersebut juga ada informasi rata-rata waktu tempuh pengidap COVID-19 dari tempat tinggalnya ke tujuan, apabila menggunakan transportasi publik. Durasinya lebih kurang 55 menit. Sementara zona KRL 4 Cikarang-Bekasi-Jakarta Timur dilaporkan relatif bebas dari Covid-19.

Anies menambahkan, data tersebut seharusnya tidak disebarluaskan. Angka-angka di data itu adalah kebutuhan internal terkait pemetaan para pasien yang masih dalam pengawasan pemerintah.

Masyarakat terus gelisah melihat pendekatan pemerintah Indonesia yang tidak transparan menangani virus pandemi yang udah menjangkit sejumlah pesohor. Sejak Jokowi mengumumkan kasus positif corona pertama di Indonesia pada 2 Maret, dalam dua minggu total kasus sudah mencapai 34 orang. Salah satu pasien, seorang perempuan WNA Inggris, telah meninggal dunia. Di DKI Jakarta sendiri, tercatat 70 orang dengan status Orang Dalam Pemantauan (ODP).

Iklan

Temuan kasus positif corona menimbulkan kekhawatiran masyarakat yang diperparah dengan sikap pemerintah yang tak transparan. Misalnya, pemerintah keukeuh tak mau menyebut wilayah mana saja tempat ditemukan pasien positif COVID-19.

Alasan Kemenkes soal belum adanya deskripsi zonasi risiko penyebaran Virus Corona adalah "Karena faktor pembawanya adalah orang, bukan berdasarkan wilayah." Netizen tidak puas atas penjelasan tersebut. Sebab, karena pembawanya orang itu lah mengapa segenap warga harus diinformasikan mengenai titik-titik rawan virus.

Sampai ada penjelasan lebih terbuka soal peta persebaran Corona di Tanah Air, amat wajar bila masyarakat masih curiga presentasi Anies Baswedan bukan sekadar peringatan risiko titik-titik penularan.