teknologi

Dinyatakan Meninggal oleh Facebook Padahal Masih Hidup Membuatku Trauma

Narasumber VICE ini jadi satu dari jutaan korban error di sistem Facebook, yang membuat akunnya kebanjiran ucapan belasungkawa. Berikut pengakuannya setelah jadi korban eror tersebut.
VR
seperti diceritakan pada Varsha Rani
Akun Facebook Mohd Abuzar yang dinyatakan sudah meninggal karena glitch
Semua foto oleh Mohd Abuzar

Beberapa waktu lalu, Facebook mengalami glitch yang pada akhirnya merugikan seorang aktivis India bernama Mohd Abuzar. Dia menjadi salah satu dari jutaan pengguna Facebook yang dianggap sudah meninggal, padahal sebenarnya masih sehat walafiat. Fitur Akun Kenangan pada Facebook bisa dijadikan tempat mengekspresikan belasungkawa dan mengenang teman atau anggota keluarga yang sudah meninggal. Kata “Mengenang” akan tampil bersama nama mereka. Pada 2016, jutaan pengguna Facebook—termasuk CEO Mark Zuckerberg—dinyatakan sudah meninggal karena bug.

Iklan

Abuzar segera mengirimkan pemberitahuan resmi bulan lalu. Dia menuntut agar Facebook menyampaikan permintaan maaf secara publik, serta mengganti rugi atas pengalaman traumatis yang dihadapi oleh dirinya dan keluarga. Simak pengakuan Abuzar berikut ini.


Pada 13 September, saya bangun tidur disambut wajah panik sepupu. Dia buru-buru pergi ke rumahku setelah membuka Facebook. Katanya saya sudah meninggal, dan profilku berubah menjadi Akun Kenangan. Teman-teman Facebook mengenang “kepergianku” di sana.

dhdibeib.PNG

Lega, sepupu menjelaskan apa yang telah terjadi. Saya langsung membuka ponsel dan mengecek Facebook. Anehnya saya sudah keluar dari akun, padahal biasanya saya tidak pernah log out.

Saya kemudian melihat notifikasi demi notifikasi membanjiri “Akun Kenangan” milikku. Saya mencari tahu apa maksud “Akun Kenangan” ini, dan rupanya itu adalah fitur Facebook untuk pengguna yang sudah meninggal.

SMS dan panggilan telepon mulai berdatangan. Keluarga menerima banyak sekali pesan belasungkawa. Pengalaman ini benar-benar traumatis bagi kami.

hcihzsicisu.PNG

Hari itu juga saya menyampaikan keluhan kepada Pusat Bantuan. Facebook lalu menanggapi dengan meminta bukti foto memegang KTP. Saya mengikuti instruksi mereka, tapi tak kunjung menerima balasan. Orang-orang terus menghubungi keluarga sampai tiga hari kemudian. Mereka khawatir sesuatu terjadi padaku, mengingat saya sangat lantang menyuarakan aspirasi. Mereka mengira saya beneran meninggal.

Iklan

Saya memberi tahu sahabat dan rekan soal ini. Mereka membantu dengan mengetwit situasi saya, tapi Facebook tetap diam saja. Sebulan pun berlalu, ucapan belasungkawa mulai terasa melelahkan. Beberapa kali orang menghubungiku karena khawatir, tapi saya malah memarahi mereka karena jengkel dan capek menanggapi. Rasanya seolah-olah tak ada ujungnya.

mxbhxuqwhih.PNG

Setelah sebulan lebih menunggu tanpa kejelasan, saya akhirnya mengambil jalur hukum untuk menuntut Facebook. Saya menghubungi pengacara untuk mengirimkan pemberitahuan resmi pada 19 Oktober. Keesokan harinya, saya menerima email permintaan maaf dari Facebook. Akun saya bisa digunakan lagi. Sebulan lebih mereka mengabaikan permintaan saya untuk meminta maaf secara publik dan mengganti rugi sebesar 500.000 Rupee (Rp99 juta).

Saya bukan pakar medsos, jadi tidak paham kenapa ini bisa terjadi. Tapi yang pasti, ini bukan insiden pertama yang dialami oleh aktivis sepertiku. Saya merasa ada yang mengendalikan media. Tak ada lagi ruang untuk berbeda pendapat. Postingan saya di medsos sering dihapus entah karena apa.

Saya ingin mengetahui kebenarannya. Apa yang mendorong Facebook untuk mengubah profil saya menjadi Akun Kenangan. Pastinya ada algoritme yang bermain di sini. Pengguna harus memasukkan kontak warisan jika ingin akunnya berubah jadi Akun Kenangan suatu saat nanti. Saya belum pernah melakukan itu sama sekali.

Pengalaman ini bagaikan lelucon yang tidak lucu. Keluarga tak henti-hentinya menerima panggilan dari orang yang menanyakan saya masih hidup atau tidak. Membaca hal-hal baik tentang orang yang sudah tiada memang mengharukan, tapi lain ceritanya ketika saya masih hidup. Tak bisa dibayangkan betapa traumanya kami.

Di tengah pandemi, kita hanya bisa berkabar dan ngobrol dengan orang terdekat lewat media sosial. Platform ini jugalah yang kita gunakan untuk menyuarakan hal-hal yang memang kita peduli. Kebebasan ini direnggut dariku. Facebook menyatakan saya sudah meninggal, di saat kami sedang tidak bisa ke mana-mana. Ini terasa seperti Facebook berusaha menghapus identitas digital saya.

Facebook tidak menanggapi permintaan VICE untuk berkomentar.

Follow Varsha di Twitter.