Game

Riset Menyimpulkan Main Video Game Bagus untuk Kesehatan Mental

Makanya, jangan menyesal kalau baru beli konsol atau PC baru. Perasaan selama main game cenderung bersifat positif, menurut peneliti dari Universitas Oxford.
Sering Main Game Konsol Bagus untuk Kesehatan Mental
Foto ilustrasi main game konsol oleh Tarun Savvy via Unsplash

Gamer sering distereotipkan sebagai orang-orang kesepian yang jarang keluar kamar dan tidak punya kehidupan sosial. Stigma negatif ini pada akhirnya membuat video game ikut dipermasalahkan. Terlalu sering bermain game bahkan dikatakan sama buruknya dengan kecanduan narkoba.

Namun, ilmuwan Oxford menawarkan gagasan lain. Hasil riset mereka menemukan dampak positif dari bermain game pada kesejahteraan pemainnya. Ini merupakan studi pertama yang mengamati data waktu bermain aktual.

Iklan

Para peneliti menganalisis dua game populer yakni Plants vs Zombies: Battle for Neighborville dan Animal Crossing: New Horizons. Setelah mengumpulkan sebanyak 3.274 peserta, peneliti meminta mereka untuk mengisi survei yang nantinya “menentukan kesejahteraan pemain, permainan yang dilaporkan sendiri dan pengalaman penuh motivasi selama bermain.”

Hasilnya tidak mengejutkan dan sudah dirasakan orang banyak. Video game bisa membuat seseorang lebih bahagia. Perasaan yang muncul selama bermain game cenderung bersifat positif. Selain itu, para pemain merasakan koneksi sosial yang lebih dalam.

“Temuan kami menunjukkan video game tak selalu buruk untuk kesehatanmu. Ada faktor psikologis lain yang berpengaruh secara signifikan terhadap kesejahteraan seseorang. Faktanya, bermain game bisa menjadi aktivitas yang dapat meningkatkan kesehatan mental. Membatasi penggunaan game hanya akan menghalangi pemain merasakan manfaatnya,” ujar penulis utama Andrew Przybylski dalam siaran pers.

Video game menjadi sumber hiburan utama selama pandemi. Saat ini, 3,1 miliar orang di seluruh dunia merupakan pemain aktif. Menurut studi yang dilaksanakan lembaga riset DFC Intelligence, sekitar 40 persen populasi dunia rutin bermain game.

Alih-alih menanyakan berapa lama waktu yang dihabiskan gamer untuk bermain, peneliti justru mempelajari data waktu bermain aktual yang disediakan oleh perusahaan game. Riset mereka berfokus pada hubungan antara waktu bermain objektif dengan kesejahteraan. Sementara itu, tingkat kesejahteraannya dilihat dari hubungan antara perilaku yang diukur secara langsung dan kesehatan mental subjektif.

Iklan

“Electronic Arts dan Nintendo of America menyediakan data mereka kepada kami,” terang Przybylski. “Dengan cara ini, kami dapat menyelidiki hubungan antara perilaku bermain game aktual dan kesejahteraan subjektif. Temuan kami bisa menjadi bukti berkualitas tinggi [tentang manfaat bermain game].”

Hasil riset ini juga bisa menjadi bahan pertimbangan bagi negara-negara yang membatasi dan memblokir video game karena dipercaya dapat menyebabkan kecanduan. Klaim ini terkadang dibuat tanpa data valid yang menghubungkan kesehatan mental dengan game.

Pada 2019, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memasukkan “gaming disorder” ke dalam daftar Klasifikasi Penyakit Internasional. “Pembahasan seputar video game selama ini terlalu berfokus pada aspek nagihnya,” peneliti menjelaskan dalam studi. “Banyak pembuat kebijakan mengkhawatirkan waktu bermain yang terlalu lama dapat berakibat buruk bagi kesejahteraan. Riset kami malah mengatakan sebaliknya.”

Walaupun begitu, studinya menekankan manfaat ini mungkin hanya dirasakan oleh orang-orang yang memang suka bermain game, bukan mereka-mereka yang bermain game untuk lari dari kenyataan karena tidak dapat memenuhi kebutuhan psikologisnya. Perlu diingat juga bahwa game yang diteliti bisa dimainkan untuk semua umur, dan game lain mungkin akan menghasilkan efek berbeda.

“Jika riset ini terus berkembang, saya yakin suatu saat nanti kita bisa mempelajari dan mencari bukti kenapa game sering disebut toksik,” Przybylski menyimpulkan.

Follow Varsha di Instagram.