FYI.

This story is over 5 years old.

kultur dan fesyen

Anak Metal Rambutnya Harus Panjang Gak Sih?

Kita bicara tentang ketakutan terbesar anak-anak metal di seantero dunia: pergi ke tukang cukur.
Ilustrasi oleh penulis

Artikel ini pertama kali tayang di Noisey.

Hingga Februari lalu, potongan rambut saya selalu sama: pendek cepak. Saya mencukur rambut menggunakan alat cukur dan menghabiskan tiga minggu terlihat seperti Phil Anselmo KW sebelum rambut saya yang mengembang tumbuh kembali dan saya tampak seperti dewa Yunani yang baru saja kehilangan pekerjaan. Nantinya saya akan kembali mengeluarkan alat cukur dan siklus ini kembali dimulai.

Iklan

Biarpun merasa sistem ini berjalan dengan baik, bulan lalu, tunangan saya, yang mungkin lelah berpacaran dengan Nosferatu atau Serpico, mengatakan, “Gak mau nyoba potong rambut betulan? Di barbershop gitu.”

Reaksi pertama saya adalah merasa jijik. Sebagai seorang metalhead, rambut adalah segalanya. Dalam beberapa dekade terakhir, saya melihat banyak tren bodoh datang dan pergi. Subkultur metal berada di titik terendahnya ketika potongan rambut menjadi tanda pengenal nomor satu setelah musiknya. Penggemar nu-metal memilih rambut gimbal dan spikey. Anak metalcore mengusung poni lempar dan rambut warna-warni. Dan sebagainya.

Contoh nyata bahwa perubahan gaya rambut bisa mempengaruhi kredibilitas metal seseorang adalah era hard rock Metallica di 90-an. Kalau saja mereka memotong rambut ketika sedang merekam Master of Puppets, mungkin orang akan berkata lain, tapi fakta bahwa mereka mengusung rambut pendek ketika musik mereka justru terdengar seperti musik biker rock ramah radio membuat isu rambut ini menjadi signifikan. Apakah ini yang hendak saya lakukan dengan memotong rambut saya? Apakah tunangan saya meminta saya seolah merilis Reload?

Menurut pemikiran saya, apabila saya potong rambut, berarti saya peduli tentang penampilan. Kalau saya peduli tentang penampilan, berarti saya lelaki normal seperti yang lain. Dan kalau saya lelaki normal, berarti saya tidak mengerti definisi sejati dari metal.

Iklan

Bagi kami metalhead, definisi tersebut bersifat kejam. Metal itu primitif, seperti interpretasi bunyi dari kemanusiaan yang bebas dari segala omong kosong dan aksesori tidak penting yang memenuhi hidup kita. Binatang tidak akan menghabiskan waktu menata bulu mereka, mereka hanya peduli tentang kawin dan bertahan hidup. Dari situlah gaya rambut metal datang, panjang dan liar ala Tarzan atau Conan atau orang-orang keren lainnya yang dibesarkan oleh binatang pemangsa.

Jujur, saya tidak memiliki potongan rambut metalhead tradisional. Akibat darah Irlandia dalam tubuh, rambut saya tumbuh ke atas, bukan ke bawah. Artinya, saya tidak pernah memiliki rambut yang bisa diayun memutar mengikuti riff-riff Cannibal Corpse. Tapi bagi metalhead, potongan rambut bukanlah mengenai mengubah penampilan, tapi mengubah cara hidup. Sepanjang hidup, saya selalu diberitahu bahwa saya akan terlihat ganteng apabila saya terlihat lebih konservatif. Memotong rambut saya berarti mengakui ke dunia bahwa dalam hal tertentu, saya seperti sosok yang saya paling benci: orang yang sama seperti orang lain.

Lantas, kenapa saya terus kepikiran memotong rambut? Sebagian pasti karena saya ingin menyenangkan tunangan saya, yang sangat saya cintai. Tapi sebagian lain adalah rasa penasaran. Chris dengan rambut ‘normal’! Chris yang belum saya lihat dalam sepuluh tahun! Akankah dia tetap metal dengan rambut baru? Ataukah ketika dia pulang ke rumah, semua vinyl death metalnya lenyap dan digantikan catatan dari ayahnya yang bertuliskan ‘KAMU SEKARANG SAMA SEPERTI KAMI’?

Iklan

Saya terus pusing memikirkan ini hingga waktunya tiba: Saya baru saja pulang dari sebuah festival metal dan kelelahan setelah lima hari berturut-turut berteriak-teriak. Saat itu pula, saya mengambil mantel dan pergi keluar untuk memangkas rambut.

Pertama-tama, saya harus menemukan sebuah barbershop. Saya ingin pergi ke barbershop yang saya sering kunjungi ketika masih kecil yang namanya dD. & V. Barbershop di Hoboken, New Jersey. Tempat tersebut dimiliki oleh dua lelaki Italia bernama Dominic dan Vincent yang menghabiskan sebagian besar waktu mereka saling berteriak sambil menonton pertandingan bola di TV. Saya ingin tempat seperti itu—tanpa dekorasi macam-macam, tanpa baju rompi, tanpa sosok yang menganggap dirinya seorang stylist. Kalau biayanya lebih dari 20 dollar, berarti saya di tempat yang salah.

Akhirnya saya menemukan target: Romulo Barbership di Washington Heights, Manhattan. Seiring Romulo mulai mengantar saya ke sebuah kursi kulit berwarna merah, dia langsung mengeluarkan blow dryer dan meniup leher saya. Dia kemudian menempelkan selembar tisu dengan cairan alkohol dan menyuruh saya mengelap dahi. “Kamu berkeringat,” katanya.

Dia benar, saya penuh dengan keringat. Saya sangat gugup. Ini konyol, kenapa juga saya lebih gugup berada di sini daripada di banyak kedai tato yang pernah saya kunjungi? Saya juga tidak mau mengakui bahwa saya menghabiskan waktu tiga puluh menit mondar-mandir di depan toko untuk memastikan ini tempat yang tepat.

Iklan

Mungkin karena saya adalah orang asing di sini. Saya tidak memiliki kendali, atau tahu apa yang akan terjadi. Dengan tato, saya hanya duduk dan menyadari bahwa saya melakukan sesuatu yang keren dengan hasil yang pastinya akan mantap juga. Saya paham dunia tato. Tapi apa yang akan terjadi setelah rambut saya dipotong, saya sama sekali tidak tahu.

Romulo menyentuh rambut saya dan menanyakan beberapa hal. Saya menjawab secara ambigu.

Dia bertanya, “Potongan rambut normal?”

“Potongan rambut normal,” jawab saya sambil mengangkat jempol.

Kemudian prosesnya dimulai. Romulo mengerjakan rambut saya—alat cukur, gunting, berbagai cairan masuk ke dalam rambut saya. Setelah selesai, saya memiliki potongan rambut semua lelaki di dunia—pendek di samping, sedikit lebih panjang di atas, dan bersih di belakang. Dia membersihkan leher saya, memutar kursi saya, dan mengatakan, “Dua puluh dollar.” Saya memberikan tip lima dollar dan menyalami tangannya.

Potongan rambutnya tidak terlihat persis seperti yang saya bayangkan, dan selama beberapa hari saya terus menatap diri di kaca, tidak puas. Tapi saya juga merasakan sesuatu yang lain. Bukan juga bahagia sih. Tapi setelah beberapa hari, saya akhirnya sadar bahwa saya merasa lega.

Bahkan dengan potongan rambut yang berbeda, saya masih orang aneh bertato, doyan minum, pemuja setan seperti biasanya. Saya telah merusak tradisi saya sendiri, dan kini tampil berbeda—tapi merasa sama. Karena terlalu mengkhawatirkan model rambut, saya justru terlalu berfokus di penampilan, dan menghabiskan waktu memikirkan penampilan. Semua standar dan kebiasaan yang telah saya terapkan menjadi terlalu suci dalam pikiran saya. Kalau ada satu hal yang metal harusnya lakukan, itu adalah merusak hal-hal yang dianggap suci, karena kita bisa.

Jadi bagi para metalhead, saya himbau kalian: malam ini, keluarlah dari kebiasaanmu. Kenakan jas dan dasi. Pergi ke pesta EDM. Pergi ke gig metal tanpa minum alkohol. Atau kalau mau nekat, ya pangkas rambutmu.

Kamu tidak akan merasa sama setelah rambutmu dipotong. Mungkin saya kamu akan merasa lebih baik.