FYI.

This story is over 5 years old.

Berita

Populasi Ikan Dunia Menyusut Lebih Cepat dari Perkiraan Pakar

Jumlah ikan yang ditangkap sebetulnya dua kali lipat dari data resmi FAO. Banyak ikan bermigrasi mendekati kutub, membahayakan negara di khatulistiwa yang mengandalkan perikanan.
Foto via akun Flickr Marcin Chady

Artikel ini pertama kali tayang di VICE Canada.

Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa keliru menghitung jumlah ikan yang ditangkap sepanjang kurun 1950 hingga 2000. Perkiraan FAO meleset hingga 50 persen. Menurut sebuah buku berjudul Global Atlas of Marine Fisheries (selanjutnya ditulis Atlas), hasil dari penelitian sepanjang lebihd ari 10 tahun, puncak tangkapan ikan dunia dicapai pada tahun 1996. Jumlah ikan yang ditangkap tahun itu mencapai angka 130 juta ton, jauh di atas angka yang dirilis FAO, 86 juta ton.

Iklan

Temuan ini punya konsekuensi tersendiri. Melesetnya data FAO setidaknya menunjukkan bahwa penuruann pasokan ikan yang mulai terjadi di tengah dekade 90an lebih parah dari duga. Tepatnya, tiga kali lebih rendah dari yang sebelumnya tercatat.

Kini, pasokan ikan turun sekitar 1,2 juta ton setiap tahunnya.

"Data ini penting sekali," ucap Daniel Pauly, peneliti utama di pusat penelitian Sea Around Us, University of British Columbia. Pauly juga salah satu penulis yang menelurkan Atlas. "Jika tangkapan ikan terus menurun meski usaha penangkapan ikan konstan, artinya jumlah yang ikan yang bisa kita tangkap terus turun. Belum lagi, pemanasan global bakal bikin masalah makin runyam, utamanya di daerah tropis"

Pauly kerap dijuluki "pakar biologi perikanan paling mumpuni sekaligus paling kontroversial di muka bumi" merupakan salah satu pemimpin proyek besar di balik buku Atlas. Penelitian yang melatarbelakangi penulisan buku ini melibatkan 273 ilmuan dari berbagai negara dan berlangsung selama lebih dari satu abad.

Ilmuan yang terlibat dalam proyek ini mengulik berbagai macam terbitan, mulai dari membandingkan lebih dari 4.000 jurnal, kajian pustaka, survei gizi dan konsumsi keluarga, catatan pelabuhan, serta mewawancarai pakar dan para nelayan. Semua ini dilakukan untuk merekonstruksi data tangkapan ikan dari tahun ke tahun.

Para ilmuan ini punya tugas lumayan pelik: mengoreksi jumlah tangkapan yang ternyata jauh di bawah jumlah tangkapan di lapangan. Penyebabnya kesalahan pencatatan ini adalah tidak masuknya hasil tangkapan yang tidak dilakukan oleh kapal-kapal ikan besar.

Iklan

Ini berarti tiga jenis penangkapan ikan—penangkapan ikan sebagai bahan pangan, pemancingan untuk senang-senang dan penagkapan ikan tradisional—tidak ikut dicatat dalam pendataan tangkapan global. Lebih dari itu, data tangkapan global ini juga tak memperhitungkan "ikan dikembalikan"—Ikan yang ditangkap, dibelek namun dibuang kembali dikembalikan ke laut. Semua ikan ditangkap dengan cara ini setidaknya mencapai seperempat dari semua tangkapan ikan global.

Keteledoran untuk memperhitungkan faktor ini—termasuk penangkapan ikan ilegal yang nilai tak bisa dikesampingkan begitu saja—telah mengurangi akurasi penghitungan hasil tangkapan ikan dari tahun ke tahun.

"Selisih angka yang tercatat dan hasil sesungguhnya sangat besar," kata Pauly. "Kanada melaporkan bahwa angka penangkapan ikan di perairan artik nihil. Ya nol. Padahal, suku Inuit jelas-jelas menangkap ikan. Jumlahnya mungkin belum seberapa. Namun, keengganan pemerintah Kanada mencatat angka itu menandakan bahwa lautan Artik engga menarik-menarik amat bagi Kanada. Kanada juga tidak melaporkan "ikan yang dikembalikan" di industri perikanan wilayah timur Kanada sebagai "tangkapan."

Sebenarnya, jarak antara data yang dikeluarkan FAO dengan data tangkapan sesungguhnya makin menyempit beberapa tahun terakhir. Ini pertanda yang bagus. Setidaknya data ini sangat membantu manajemen penangkapan dan perlindungan ikan.

Sayangnya, membaiknya pendataan tangkapan ikan ini mungkin terlambat terjadi. Hampir semua permukaan lautan di Bumi telah menyerap kelebihan panas dari atmosfer bumi beberapa tahun ke belakang. Ikan-ikan terlanjur bermigrasi mendekati daerah kutub seiring terus berubahnya iklim bumi. Alhasil, beberapa negara di wilayah tropis—beberapa di antaranya adalah negara miskin—kehilangan salah satu sumber pendapatannya.

Iklan

"Ini akan tidak menguntungkan bagi negara-negara tropis dan kita pada akhirnya." ujar Pauly. "Dampak hebat Pemanasan Global mulai kita rasakan sekarang, terutama di daerah tropis. Negara seperti Kanada bisa woles-woles saja menghadapi krisis ini karena mereka memang bisa mengimpor ikan."

Meski demikian, Pauly masih menyimpan setitik optimisme. Dia merujuk penerapan Undang-Undang Magnuson-Stevens di Amerika Serikat sebagai sebuah kisah sukses perbaikan sistem tangkapan ikan berkat penerapan aturan yang tepat.

Sebaliknya, hal yang sama tidak terjadi di Kanada. Menteri Perikanan dan Kelautan Kanada punya kuasa penuh terhadap kuota penangkapan ikan. Ini artinya usaha-usaha untuk memperbaiki hasil tangkapan ikan di Kanada kadang kerap mengalah dari berbagai kepentingan politik.

Keadaan ini diperparah sebuah fakta yang menunjukkan bahwa kurang dari seperempat hasil tangkapan ikan di Kanada layak dikonsumsi. Belum lagi, kurangnya informasi tentang hal ini bikin kondisi perikanan di Kanada makin pelik.

"Yang perlu kita lakukan adalah membangun kembali stok ikan dengan tidak serakah saat menangkap ikan. Dengan demikian, stok ikan akan kembali tumbuh, kita bakal memeroleh tangkap yang beragam. Dan, stok ikan Kanada bisa bertahan terhadap perubahan, atau bahkan dampak pemanasan global," Pauly menyimpulkan.

Follow James Wilt lewat akun Twitter-nya.