Kesehatan Mental

Guru di Sulsel 4 Jam Ceramah Nonstop di Depan Murid, Beberapa Pelajar Pingsan

Menurut SMPN 3 Bone, sang guru punya gangguan kejiwaan sehingga tak bisa disanksi. Di berbagai daerah, isu kesehatan jiwa ASN ditangani berbeda-beda karena belum ada SOP
Guru di SMP Negeri 3 Bone Viral ceramah 4 Jam Ceramah Sampai Murid Pingsan Disebut ODGJ
Ilustrasi ruang kelas salah satu SMP di Indonesia. Foto oleh Eko Siswono Toyudho/Anadolu Agency/Getty Images

Tanggal 16 September 2021 adalah hari nahas buat sekumpulan murid kelas 7, 8, dan 9 SMP Negeri 3 Dua Boccoe, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel). Mereka mendapati diri terkurung selama empat jam bersama seorang guru bernama Usman. Sembari mengunci pintu, Usman terus-terusan menceramahi para murid sejak jam 11.00 hingga 15.00. Masalahnya, para murid yang tidak bisa keluar jadi kelaparan. Beberapa murid dilaporkan sampai pingsan karena terlalu lama dipaksa mendengar ceramah. 

Iklan

Bagi murid senior kelas 8 dan 9, apa yang dilakukan Usman bukan hal baru. Di sekolah itu, sang guru dikenal punya riwayat gangguan kejiwaan dan pernah mengurung siswa berjam-jam di satu sekolah di Sulawesi Tengah, tempat kerjanya terdahulu. Namun, para murid kelas 7 disebut ketakutan pada ceramah berlebihan ini. Aksi “pendisiplinan” Usman viral setelah akun Facebook Eddha Sikki mengunggah cerita tersebut di grup “Info Bone Terkini” .

Gara-gara viral inilah Kepala Sekolah SMPN 3 Dua Boccoe Andi Sanawiah buru-buru mengirim surat penjelasan kepada Sekretaris Dinas Pendidikan Bone Nursalam. Setelah mendapat penjelasan soal kondisi kesehatan Usman, semua pihak pilih memaklumi “tindakan aneh” itu.

“Bukan penyekapan karena guru dan siswa itu sama-sama di dalam kelas. Guru itu mengaku ceramah. Bukan [dari] jam tujuh, melainkan guru itu ceramah dari jam sebelas hingga jam tiga sore,” kata Nursalam, dilansir CNN Indonesia

Iklan

Sebelum kasus ini, sudah ada laporan tentang temuan ASN dengan gangguan kejiwaan di berbagai institusi pemerintahan. Rata-rata diperlakukan sebagai pekerja yang berhak untuk terus bekerja, sembari diberi pemahaman bahwa penyakit tersebut bisa disembuhkan. Masalahnya, kebijakan ini sangat relatif, tergantung institusi yang menaungi si ASN. Berbagai kasus menunjukkan institusi pemerintahan belum punya standari operasi (SOP) apabila ada ASN divonis mengalami gangguan kejiwaan.

Memang ada contoh yang bagus. Di Kudus, Jawa Tengah pada Januari 2020, seorang ASN guru SD diberitakan lolos dari pemecatan setelah mangkir kerja selama 176 hari. Pasalnya, setelah diselidiki, ia tidak masuk kerja karena tengah berjuang melawan gangguan kejiwaan yang ia derita. Plt. Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan (BKPP) Kudus Catur Widyatno sendiri membenarkan, gangguan kejiwaan yang terjadi pada guru tersebut membuatnya harus menjalani pengobatan sehingga tak bisa masuk kerja.

Di Serang, Banten, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) setempat juga patut diapresiasi. Saat menemukan ada lima ASN terindikasi punya gangguan kejiwaan, pimpinan langsung memberikan fasilitas dan akses pengobatan. “Ada dua PNS yang sakit jiwa di Ciomas dan sudah kita jemput bola dibawa ke psikiater. Satunya penjaga di UPTD [bagian dari Dinas PUPR], satunya lagi guru. Keduanya laki-laki, yang satu sudah parah, sekarang fase pengobatan,” ujar Kasubbid BKD Serang Bina Barleyantina dilansir Radar Banten.

Bina menyebut, ASN dengan gangguan kejiwaan tetap bisa bekerja di bawah pengawasan pimpinan dan BKD. Bagi ASN yang tengah berjuang mengobati penyakitnya tersebut, Bina bilang mereka berhak mengambil cuti berobat selama dua pekan. Apabila setelahnya masih juga sakit, yang bersangkutan berhak mendapat cuti sakit satu tahun.

Tapi ya begitu, tidak semua institusi pemerintah bisa menerima dan mengakomodasi pegawai dengan riwayat gangguan kejiwaan. Di Aceh, ASN berusia 53 tahun bernama Siti Nuri dipecat dengan tidak hormat dari Dinas Kesehatan Aceh karena dianggap indisipliner. Padahal kantor sudah tahu Siti kerap kesulitan bekerja karena divonis mengidap skizofrenia paranoid, gangguan kejiwaan menimbulkan halusinasi. Saat ini keluarga Siti Nuri tengah menggugat pemecatan tersebut karena dinilai tidak mempertimbangkan penyakit yang diderita Siti.

Kembali ke Bone, selain pemakluman, belum ada kabar apa yang akan ditempuh otoritas pendidikan setempat agar murid tidak harus mengalami hari nahas serupa lagi.