Hong Kong

Nyaris 300 Orang Ditangkap Polisi Hong Kong Karena Kembali Berdemonstrasi

Kelompok pro-demokrasi menggelar unjuk rasa kesekian kalinya setelah pemerintah menunda pemilu. Perlawanan anak muda terhadap kebijakan Beijing makin keras.
Polisi Hong Kong menangkap nyaris 300 peserta unjuk rasa pro-demokrasi
Seorang demonstran muda ditahan paksa oleh polisi pada 6 September 2020. Massa menolak penundaan pemilu serta memprotes UU keamanan buatan Tiongkok yang represif. Foto oleh DALE DE LA REY / AFP

Kepolisian Hong Kong menahan nyaris 300 orang—termasuk aktivitas oposisi—setelah ribuan orang terlibat unjuk rasa kesekian kalinya di wilayah otonom Tiongkok tersebut. Massa memprotes kebijakan Beijing yang mengintervensi pemilu lokal di Hong Kong, dengan cara menunda pemungutan suara atas alasan sedang pandemi.

Selain itu, gerakan pro-demokrasi juga memanfaatkan aksi kali ini memprotes UU keamanan yang kontroversial, yang belakangan sering dipakai untuk membungkam aktivis antipemerintah. Penangkapan ini menandai perlawanan anak muda terhadap kebijakan represif Tiongkok tak kunjung padam, sekalipun gerakan tersebut sudah intensif berunjuk rasa sejak 2019.

Iklan

Video penangkapan orang-orang yang berunjuk rasa tersebar di media sosial. Sebagian memakai tagar #Mulan untuk memasukkan topik ini ke perbincangan media sosial. Salah satu video yang viral adalah saat polisi dengan seragam dan persenjataan ala militer menyergap sampai jatuh seorang gadis yang baru 12 tahun ketika berusaha kabur dari kericuhan.

Pemilu parlemen lokal yang dipersoalkan gerakan pro-demokrasi seharusnya digelar pada 6 September 2020. Namun Carrie Lam, Gubernur Hong Kong, menunda pelaksanaan pemungutan suara dengan alasan pandemi masih membahayakan. Aktivis berargumen pemilu seharusnya bisa dilakukan tanpa memicu kerumunan, lalu berbalik menuduh Lam berusaha mempertahankan kekuasaan partainya yang pro-Beijing.

Joshua Wong, tokoh muda simbol gerakan pro-demokrasi Hong Kong, menyatakan aparat makin represif membungkam aspirasi para aktivis oposisi. Dia mengaku di hari H unjuk rasa dikuntit sebuah mobil. “Saya diikuti sampai lebih dari 1,5 jam,” ujarnya lewat thread di Twitter.

Sementara tokoh oposisi lain Tam Tak-chi dari Koaliai Partai Kedaulatan Rakyat (PP), ditahan polisi karena menyerukan tindakan “makar” seperti dilaporkan oleh South China Morning Post.

Penahanan demonstran ini seringkali tanpa alasan jelas dan prosesnya dimudahkan berkat UU keamanan nasional yang diloloskan parlemen Tiongkok pada Juli lalu. Dengan asumsi demonstrasi mengajak orang berbuat makar atau berkolusi dengan negara lain, maka polisi Hong Kong berhak menahan siapapun selama mungkin, serta ketika terbukti di pengadilan tersangka terancam hukuman penjara seumur hidup.

Iklan

Salah satu penyidik Kepolisian Hong Kong Steve Li Kwai-wah membenarkan pihaknya melaksanakan penahanan besar-besaran akhir pekan ini. Semua yang ditahan adalah demonstran yang dianggap sudah kelewat batas.

“Beberapa tersangka kami tahan karena melakukan ujaran kebencian terhadap pemerintah,” kata Steve Li.

Pada 4 September lalu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menerbitkan surat terbuka yag meminta Tiongkok membatalkan pelaksanaan UU keamanan nasional untuk Hong Kong. Beleid itu, menurut PBB, berisiko melanggar HAM.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE News