Write for Rights

Maukah Kalian Mengirim Email demi Membebaskan Orang Tak Bersalah dari Penjara?

Solidaritas pada tahanan terzalimi dan pejuang keadilan jadi tema besar kampanye 'Write for Rights' yang digalang Amnesty International. Siapapun, termasuk kalian, bisa terlibat mendukungnya.
kampanye 'Write for Rights' dari Amnesty International untuk membebaskan tahanan politik di berbagai negara
Foto oleh RYAD KRAMDI / AFP VIA GETTY IMAGES

Artikel ini merupakan kolaborasi VICE bersama Amnesty International Indonesia. Klik tautan ini jika kalian tertarik berpartisipasi dalam kampanye ‘Write for Rights’ yang sudah dijalankan Amnesty International sejak 2001. Partisipasi kalian, sekecil apapun, dapat mengubah hidup orang-orang yang mengalami ketidakadilan.


Bagi banyak orang, dunia belakangan menjadi tempat yang terasa makin penuh permusuhan. 

Iklan

Bahkan sebelum pandemi mematikan melanda hampir setiap negara di Bumi, planet kita terasa bertambah kacau. Meningkatnya kebencian antar kelompok, kudeta, krisis, dan penindasan—bersama anomali alam yang menggulitakan langit mulai dari Seattle, hingga Sydney akibat bencana iklim yang mulai menampakkan wujudnya—membuat dunia seakan-akan berada di tepi jurang kehancuran. 

Dengan kata lain, di masa seperti ini adanya orang yang bersedia berdiri dan bertindak melawan ketidakadilan terasa sangat penting. Dalam merespons situasi menakutkan yang menjelang, kita butuh sosok-sosok yang siap memperjuangkan keadilan. Untuk mempertaruhkan semuanya, demi kepentingan banyak orang.

Di seluruh dunia, ada banyak orang semacam ini: rakyat biasa yang kebetulan berada dalam keadaan paling luar biasa, lantas dipaksa berjuang demi hidup mereka atau nyawa orang lain. Tetapi siapakah mereka? Seperti apa rupa mereka? Di mana mereka tinggal? Dan apa yang mereka lakukan? 

Salah satu contoh yang bisa disebut adalah Jani Silva, yang menghabiskan separuh hidupnya mempertahankan sumber daya alam dan keanekaragaman hayati kawasan Amazon di negara asalnya, Kolombia, dari kepentingan ekonomi rakus dan politik yang culas. Silva dihadapkan pada ancaman berulang yang dapat merenggut hidupnya, pengawasan aparat, hingga intimidasi tanpa henti.

Body Image_Jani Silva.jpg

Foto Jani Silva oleh Nubia Acosta

Contoh sosok biasa lain yang terpaksa memanggul peran sebagai pejuang keadilan adalah Melike Balkan dan Özgür Gür. Keduanya mahasiswa yang menghadapi tuntutan tiga tahun penjara di peradilan Turki selepas menyelenggarakan pawai damai LGBTI Pride di kampus Universitas Teknik Timur Tengah tahun lalu.

Iklan

Ada juga sosok Khaled Drareni, seorang wartawan Aljazair yang dijatuhi hukuman dua tahun penjara atas "kejahatan" jurnalisme. Dia dibui hanya karena melaporkan fakta. Ia ditangkap saat meliput protes antipemerintah dan dituduh "menghasut kerumunan massa" dan "merusak persatuan nasional". 

Sosok pemberani lainnya adalah keluarga mendiang Popi Qwabe dan Bongeka Phungula, yang memperjuangkan keadilan terhadap dua gadis kulit hitam yang ditembak mati pada Mei 2017 di Johannesburg, Afrika Selatan. Hilang setelah naik sebuah minicab, mayat Popi dan Bongeka ditemukan di pinggir jalan di lokasi terpisah. Meskipun mengantongi bukti pelaku, kerabat dua gadis itu menilai polisi tidak pernah menyelidiki pembunuhan tersebut sebagaimana seharusnya.

Nama lain yang patut kita ingat adalah Paing Phyo Min di Myanmar, Germain Rukuki di Burundi, dan Idris Khattak di Pakistan. Masing-masing nama tersebut saat ini ditahan atas tudingan kejahatan dibuat-buat, seperti membacakan puisi kritis terhadap rezim, membela hak asasi manusia, atau menyelidiki kasus penghilangan paksa aktivis.

Ingat-ingat juga nama Gustavo Gatica, yang tak lagi bisa melihat karena tindakan brutal polisi saat terlibat unjuk rasa pro-demokrasi; atau Nassima al-Sada, aktivis hak perempuan yang ditahan di Kerajaan Arab Saudi hanya karena memprotes undang-undang yang membatasi kebebasan dan hak perempuan mengemudi.

Iklan

Kita juga perlu mengenal tiga pemuda berjuluk El Hiblu 3, yang terancam hukuman penjara seumur hidup di Malta lantaran menentang pengembalian migran secara ilegal, dari kemungkinan penyiksaan dan pelecehan di tangan milisi Libya.

Body Image_Popi Qwabe and Bongeka Phungula.jpg

Foto Popi Qwabe dan Bongeka Phungula dari arsip pribadi.

Daftar ketidakadilan, dan sosok-sosok yang berani melawannya, tentu tidak ada habisnya. Akan tetapi, sepanjang 2020, cerita sepuluh nama di atas menjadi fokus kampanye Write for Rights yang digalang Amnesty International.

Kampanye ini telah menginspirasi orang-orang di lebih dari 170 negara untuk menulis surat, email, cuitan, hingga petisi setiap bulan November dan Desember selama 19 tahun terakhir, demi mendukung mereka yang dilecehkan, diancam, dan dipenjara secara tidak adil. Pada 2019 saja, lebih dari 6,5 juta dukungan diberikan orang-orang dari berbagai negara dan wilayah terhadap kampanye Write for Rights.

Setiap tahun jutaan pesan dukungan ini masuk ke kotak surat dan surel, tidak hanya ke mereka yang mengalami atau menentang pelanggaran HAM, tetapi mereka yang bertanggung jawab atas terjadinya kedegilan tersebut. Pesan-pesan solidaritas membanjiri kanal penguasa berbagai negara di seluruh dunia; menekan pemerintah, politikus, dan pengambil kebijakan agar berhenti mengabaikan hak asasi manusia.

Satu tindakan kecil betul-betul dapat mengubah dunia. Akan tetapi diperlukan dukungan puluhan, ratusan, ribuan, atau jutaan orang sehingga langkah kecil tadi berpinak menjadi tekanan perubahan amat kuat, yang hanya terjadi saat banyak orang berteriak bersama.

Iklan

Kampanye Write for Rights telah menghasilkan perubahan nyata, bahkan mengubah atau menyelamatkan hidup orang-orang terzalimi. Moses Akatugba, remaja 15 tahun, mengalaminya sendiri. Dia pernah ditangkap oleh tentara Nigeria. Dia sempat ditembak di tangan, serta dipukul di kepala dan punggung, hanya karena dituduh mencuri ponsel. Moses akhirnya dibebaskan dari penjara, setelah para pendukung Amnesty menulis lebih dari 800.000 surat kepada pihak berwenang di negara itu pada 2014. 

Tekanan yang diberikan para penulis surat dalam kampanye ini juga berpotensi menghasilkan perubahan berarti dalam beberapa agenda perjuangan terbesar yang dihadapi umat manusia masa kini. Selama lebih dari 50 tahun, komunitas masyarakat adat di Grassy Narrows First Nation menderita efek keracunan merkuri, imbas krisis kesehatan terburuk dalam sejarah Kanada.

Setelah puluhan tahun advokasi oleh perwakilan komunitas, didukung lebih dari 400.000 orang yang bersolidaritas dengan Grassy Narrows selama kampanye Write for Rights 2019, program senilai CA$19,5 juta untuk membangun pusat perawatan korban keracunan merkuri akhirnya diteken pemerintah setempat pada 2 April 2020.

Kampanye ini mendorong semua orang buat mengirim surat dan pesan dukungan kepada mereka yang berjuang atau teraniaya. Membawa harapan yang sangat dibutuhkan bagi siapapun yang berada di titik-titik paling gelap dalam hidup mereka. 

Pada 2018, saya menjadi satu dari 15 orang yang ditangkap atas pelanggaran pasal antiteror Inggris, lantaran mencegah penerbangan deportasi migran meninggalkan bandara Stansted. Sebagai buntut dari aktivisme politik tersebut, masa depan terasa suram lantaran saya dan 14 orang lain menghadapi potensi penjara seumur hidup.

Iklan

Ribuan pendukung Amnesty di Inggris menulis surat dukungan bagi kami, dikirim ke aamat Direktur Layanan Penuntutan Kerajaan dan Jaksa Agung. Surat-surat itu menjadi faktor penting yang memastikan kami akhirnya tidak masuk penjara. Pesan dukungan dan solidaritas yang kami terima— berjumlah kurang lebih 11.000—tentunya sangat berarti, mengingatkan bahwa kami tidak sendirian pada saat kami benar-benar membutuhkannya.

Jadi, siapa saja sosok yang berani melawan ketidakadilan? Mereka yang saya sebut sebelumnya, dan ribuan lainnya yang belum saya sebutkan. Tetapi, seperti yang saya lihat dengan mata kepala sendiri, mereka semua sejatinya manusia biasa. Sama belaka seperti Anda dan orang yang Anda cintai. Tiap orang pada dasarnya memiliki kekuatan untuk terlibat perjuangan global melawan ketidakadilan. Lewat secarik surat sederhana sekalipun, Anda berpotensi mengubah, atau bahkan menyelamatkan hidup seseorang.

Saat dunia berada pada titik tergelapnya, orang-orang biasa—kita semua—memiliki kekuatan menyalakan kembali cahaya harapan. Karenanya memasuki Desember 2020, berikan suara Anda. Libatkan diri dalam kampanye Write for Rights, agar situasi planet ini sedikit lebih cerah bagi kita semua.


Klik di sini untuk ikut serta dalam Write for Rights. Tindakan sederhana Anda dapat mengubah hidup seseorang.