FYI.

This story is over 5 years old.

Ponsel Pintar

Penyebab Bunyi Ringtone Ponsel Zaman Sekarang Terdengar Menyebalkan

Kami menjabarkan sejarah perkembangan nada dering ponsel yang makin lama mengganggu. Seorang lelaki dari Ukraina ingin mengubahnya jadi lebih menyenangkan.

Artikel ini pertama kali tayang di Motherboard.

Selama beberapa minggu, Slavio Pole, seorang musisi dan sound engineer asal Ukraina berusaha mencapai misinya menggunakan Twitter: Dia ingin Apple menggunakan ringtone buatannya sekalian membuang nada dering standar mereka yang sekarang.

Mungkin ini terdengar seperti upaya yang sia-sia (ketika saya menulis artikel ini, dia cuma punya enam follower di Twitter. Saya salah satunya), tapi alasannya terdengar masuk akal, walaupun sedikit kurang lazim.

Iklan

Untuk apa sih dia melakukan ini? Biarpun Pole tidak memiliki iPhone, dia mendengar bunyi nada dering iPhone di mana-mana. Bunyi tersebut menganggunya, sampai merusak mood saat melakoni rutinitas harian. Begitulah pengakuan Pole.

“Kebanyakan ringtone di iPhone memiliki bunyi yang tajam,” ujarnya saat dihubungi Motherboard via email. “Saya mengecek semua bunyi di iPhone dan bisa menyimpulkan bahwa banyak ringtone bunyinya lebay dan tidak jelas.”

Masalah bunyi tidak alami mengganggu yang dihasilkan oleh alat-alat elektronik macam smartphone tentunya bukan semata salah Apple. Ketika ukuran ponsel kita menyusut ke ukuran kantong baju dan jeroannya dimasukan ke dalam sirkuit-sirkuit kecil, ini membuat kita bisa meredefinisikan sebuah ringtone. Tapi ini menciptakan masalah baru: nada dering khas tiap merek ponsel. Mulai dari nada dering khas Nokia, Blackberry, hingga Apple.

Saking populernya bunyi tersebut, nada dering tiap merek ponsel menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Kita terganggu tapi sudah biasa.

Maka apakah argumen Pole masuk akal? Perlukah kita terobosan untuk menciptakan ringtone baru? Mari kita lihat dulu perjalanan sejarah ringtone selama ini.

1902

Ini adalah tahun ketika gitaris Spanyol, Francisco Tárrega pertama kali menciptakan “Gran Vals” komposisi gitar tersebut menginspirasi “Lagu Nokia” yang ikonik ketika para ilmuwan perusahaan asal Finlandia itu mencari ringtone yang sesuai untuk produk telepon selulernya. Lagu tersebut, yang nantinya menjadi salah satu musik yang paling sering didengar di dunia, dipilih oleh Nokia karena sudah menjadi hak publik—Tárrega sudah mati sekitar 80 tahun ketika mereka menggunakan lagu tersebut sebagai ringtone. Biarpun permainan gitar Tárrega menjadi inspirasi ringtone tersebut, The Next Web menulis pada 2011 bahwa versi orisinil dari komposisi lagu tersebut diciptakan oleh Fréderic Chopin di “Grand Valse Brillante,” biarpun ini tidak terlalu jelas karena kedua komposisi tersebut dimainkan menggunakan instrumen yang berbeda dan dalam konteks yang berbeda.

Dua titik kunci dalam evolusi ringtone modern

Iklan

Carterfone tidak sengaja menghasilkan nada dering. Aturan perusahaan membuat produk teleponnya memiliki ringtone pertama sepanjang sejarah. Sumber foto: ArnoldReinhold/Wikimedia Common

Dua moen penting yang memicu evolusi nada dering modern

Kesuksesan “Crazy Frog,” karakter kartun amfibi yang menghasilkan hit single terbesar 2005, Axel F mungkin akan mengecohmu. Kamu mengira lagu itu menginspirasi maraknya nada dering di ponsel. Salah besar. Ringtone sebetulnya pertama kali digunakan malah bukan di ponsel lho.

Ringtone belum benar-benar menjadi populer hingga era ponsel tiba, tapi titik inspirasi ringtone kita sekarang sudah dimulai sejak dekade 1970'an. Pada 1968, Federal Communications Commission (FCC) mengatur bahwa peralatan yang tidak dibuat oleh Bell boleh disambungkan ke sistem telepon. Keputusan ini dijatuhkan karena sebuah alat yang disebut Carterfone, yang membuat saluran telepon bisa disambungkan ke sistem radio pribadi dua arah.

Keputusan ini, yang dilawan AT&T habis-habisan, ternyata berdampak signifikan, karena ini membuat perusahaan pihak ketiga bisa menawarkan jasa komunikasi jarak jauh, sesuatu yang pertama kali ditawarkan oleh MCI pada 1970.

Efek lain dari keputusan ini adalah dibolehkannya pembuatan alat yang menghasilkan ringtone lucu-lucuan. Tele-Tune, diproduksi oleh Interconnect Telephone of Canada di tahun 1981, memfokuskan ringtone untuk penelpon, bukan penerima; mereka menggunakan chip guna menampung delapan lagu sebagai ringtone.

Di saat ketika gawai-gawai ini mulai dijual untuk umum, seorang musisi Inggris bernama Thomas Morgan Robertson tengah mengerjakan album debutnya, The Golden Age of Wireless, merujuk ke radio, bukan ponsel. Dia dikenal sebagai Thomas Dolby. Nama album ini menjadi ikonik akibat paruh kedua karirnya yang menarik.

Iklan

Another, less heralded side effect of the ruling was that it allowed for the use of devices that created novelty ringtones. The Tele-Tune, produced by Interconnect Telephone of Canada around 1981, focused its ringtones on the caller, not the recipient; it used chips to play up to eight tunes in place of the ringing you might expect otherwise.

(It could be argued that answering machines were the ringtones of their day, and much work went into customizing those, as Phone Losers of America graciously recalls.)

Around the time that these devices were starting to appear on shelves, a British musician named Thomas Morgan Robertson was working on his debut album, The Golden Age of Wireless, a name in reference to radio, not cell phones. You might know the guy as Thomas Dolby. It's a rather ironic album name given the second stage of his career.

Dolby, seorang musisi synthpop yang lagu hitnya “She Blinded Me With Science” menunjukkan sedikit dari talentanya, memainkan peran penting dalam evolusi ringtone—dia menambahkan kedalaman ke bunyi standar yang ponsel biasa hasilkan.

Saat diwawancarai The A.V. Club pada 2005, Dolby mengaku mulai masuk ke dunia ringtone karena software yang diciptakan oleh perusahaannya, Beatnik. Teknologi tersebut tadinya dimaksudkan sebagai plugin situs macam Flash atau Java, tapi ternyata justru bisa diterapkan untuk ponsel sederhana.

“Ketika kehancuran dot-com terjadi, yang tersisa bagi Beatnik adalah kontrak dengan Nokia yang sedang mencari ringtone polifonik untuk dimasukkan ke produk mereka,” kata Dolby saat diwawancarai sebuah media. “Kebetulan, kebutuhan teknologi software-audio situs tidak berbeda jauh dengan kebutuhan Nokia, karena kami telah menciptakan mesin audio berbasis software yang bisa diunduh sangat cepat dan menggunakan file ala-ala MIDI, tapi memiliki fidelitas yang lebih bagus karena bisa menggunakan sampel dari lagu rekaman sesungguhnya.”

Iklan

Strategi Beatnik efektif—mereka menciptakan software yang menjadi solusi bagi masalah banyak pencipta ponsel lainnya yang berkutat dengan chip perangkat keras yang mahal. Nokia, yang tadinya menggunakan bunyi monofonik, berusaha menambah kedalaman dari bunyi ringtone mereka.

Saking efektifnya solusi Dolby, setiap perusahaan ponsel besar dari era pra-smartphone melisensi software tersebut menyusul kesuksesan Nokia.

“Semua orang melisensi mesin Beatnik,” kata Dolby. “Itu menjadi ringtone dominan di dunia.”

Pelisensian ini membuka kesempatan bagi industri rekaman untuk mencari keuntungan dari musik digital—yang ketentuannya belum terlalu jelas di 2001—terutama di luar AS. Merujuk buku The Mobile Revolution: The Making of Mobile Services Worldwide karya Dan Steinbock, pasar Jepang dan Eropa menyukai model ringtone, sementara industri Inggris justru berusaha melindungi pasarnya sendiri yang baru mulai bertumbuh.

“Industri musik tidak mau mengalami situasi seperti apa yang terjadi dengan Napster dan mulai mengambil tindakan keras terhadap situs-situs macam itu,” kata Ben Coppin dari Lembaga Anti-Pembajakan, Envisional, pada 2001.

Kemelut soal ringtone agak berbeda dari perdebatan download lagu mp3 yang dilakukan Napster. Menurut konferensi pers pada 2004 dalam rangka peluncuran chart Hot Ringtones Billboard, nada dering kala itu merupakan industri bernilai US$300 juta setahun. Boleh lah ya. Chart mereka memang akhirnya kehilangan taji, dan diakhiri pada 2014, tapi untuk sementara, ringtone menjadi cara yang lumayan untuk mendapatkan uang jajan bagi industri rekaman.

Iklan

Ini adalah pasar yang tidak akan mungkin terbentuk apabila Thomas Dolby tidak menjual teknologi ringtone polifoniknya ke Nokia.

Lelaki yang tak punya iPhone ini merasa Apple butuh ringtone standar baru

Kembali ke Slavio Pole. Setelah membaca semua sejarah tadi, sulit untuk mengejek niatnya merevolusi nada dering. Dia ngetweet ke beberapa eksekutif Apple selama beberapa minggu, berharap mereka akan mendengarkan ringtone karyanya. Akhir-akhir ini dia mulai ngetweet The New York Times dan CNN juga.

“Kita ingin yang terbaik menjadi sempurna,” ungkap Pole dalam sebuah video yang menunjukkan dia memasukkan sebuah flash drive ke dalam sebuah surat yang ditujukan untuk markas Apple di Cupertino, California. (Dia mengatakan dia mengirim dua surat—satu untuk Tim Cook, satu untuk Craig Federighi.)

Bunyi ringtone iPhone bisa terdengar dari dalam tas penonton bioskop yang tidak tahu aturan dan penumpang kereta api dan di samping ranjang ketika orang terbangun di pagi hari. Tapi seperti yang saya sebutkan tadi, Pole sendiri tidak memiliki iPhone. Faktanya, kebanyakan teman-teman dia juga tidak menggunakan iPhone.

“Iya, sayangnya di Ukraina, orang-orang tidak menghargai kreativitas, jadi tidak semua orang bisa membeli iPhone,” ujarnya.

Ini bukan hal yang aneh di Ukraina. Kalau membicarakan sistem operasi ponsel, iOS meraup 19,1 persen pasar di Ukraina menurut data Statcounter. Coba bandingkan sama angka 53,4 persen di AS. Salah satu penyebab hal ini, menurut saluran TV lokal 112 Ukraina, karena negara tersebut menerapkan pajak yang lebih tinggi dibanding negara-negara lainnya. Abis, sebuah retail elektronik yang melayani pasar Ukraina, menaruh harga $944 USD untuk iPhone 8, atau $255 lebih mahal daripada harga di pasar AS.

Iklan

Mengingat rata-rata pendapatan warga Ukraina adalah $320 per bulan, kebanyakan orang di negara tersebut tidak mampu membeli gawai baru, boro-boro ponsel baru.

Biarpun begitu, tetap saja Pole mendengar bunyi ringtone di mana-mana.

Pole, yang sudah bermain musik di beebrapa band dan bekerja sebagai sound engineer profesional selama 15 tahun, melihat kesempatan untuk memperbaiki sesuatu. Dia merekam banyak komposisi kecil dengan bantuan kolaborator Iryna Tuzenko dan Sergey Sitnyk—sebuah tim produksi ponsel bernama ZEPHYR.

Dari banyak bunyi yang dihasilkan ZEPHYR, mulai dari bunyi gelembung pecah yang didesain untuk iMessage hingga bunyi dering lembut yang disebut “Evening Mystery,” mungkin favorit saya adalah “Azure Coast,” sebuah tembang piano dan gitar yang dimaksudkan sebagai alarm, dan terdengar jauh lebih tidak abrasif dibanding banyak ringtone Apple.

Biarpun Apple sudah berusaha menciptakan hal yang serupa dalam beberapa tahun terakhir lewat mode “Bedtime” yang ditawarkan oleh versi iOS terbaru, nampaknya tim Pole berhasil mengungguli mereka.

Proses kreatif Apple—entah untuk produk besar macam laptop atau hal kecil seperti ringtone—adalah hal yang misterius, biarpun dalam sejarahnya, sudah ada perusahaan teknologi yang mengandalkan musisi di luar perusahaan untuk menciptakan bebunyian untuk mereka. Misalnya, Microsoft membayar banyak uang untuk Brian Eno untuk menciptakan bunyi startup Windows 95, dan nantinya membayar Robert Fripp untuk melakukan hal yang sama untuk Windows Vista.

Iklan

Biarpun strategi ini nampaknya tidak akan digunakan Apple, Pole mengatakan bahwa Apple seharusnya membuat pengecualian kali ini karena bunyi-bunyi ini adalah hal yang sangat penting.

“Menurut saya perusahaan harus mengandalkan musisi luar karena tidak penting dari mana kamu atau di mana kamu tinggal,” ujar Pole. “Yang terpenting adalah kamu menjadi berguna di manapun kamu berada. Aksi macam ini menganduk aspek sosial dan komersial.”

(Plus, mengingat perusahaan mereka sedang bermasalah dengan Siri saat ini, mereka mungkin mulai memikirkan outsourcing.)

Ide menggunakan sebuah lagu sebagai ringtone, biarpun masih dilakukan oleh banyak orang, mungkin sekarang sudah tidak sekeren ketika zaman “Crazy Frog” dan chart Billboard ringtone masih ada.

Memang, Dolby juga memiliki perasaan campur aduk tentang fakta bahwa idenya membuka jalan bagi penggunaan lagu-lagu pop modern—biarpun sebelum Nokia muncul dengan sound mereka sendiri, memang inilah tujuan akhirnya.

“Cuplikan lagu Adele sebagai ringtone tidak memiliki efek yang sama,” ujarnya saat diwawancarai BBC pada 2011. “Ada kemurnian tentang ringtone polifonik yang tidak bisa digantikan.”

Tapi sepertinya juga banyak orang yang bahkan tidak menyalakan ringtone mereka, kecuali ketika menggunakan ponsel sebagai pengganti bunyi weker. Bunyi resmi dari ponsel justru mungkin mode “bergetar”.

Saya menanyakan ini ke Slavio Pole, karena bagi saya menarik bagaimana dia mencurahkan banyak waktu dan tenaga menciptakan bebunyian indah yang mungkin bahkan tidak digunakan banyak orang.

“Ini bisa menciptakan banyak masalah,” ujar Slavio. “Orang bisa kehilangan uang, kehilangan orang tercinta atau melewatkan telepon proposal bernilai banyak uang karena mereka tidak bisa mendengar bunyi telepon.”

Dan tentu ada saja argumen yang membantah bahwa bunyi ponsel tidak dibutuhkan, bahkan dalam mode bergetar: “Orang membutuhkan weker. Tidak semua orang bisa bangun tepat waktu.”

Coba tolong deh, Tim Cook, Craig Federighi, kalau kalian membaca ini, buruan kontak Slavio Pole. Ubah nada dering kalian yang mulai terdengar mengganggu itu.