FYI.

This story is over 5 years old.

biofuel

Minyak Jelantah asal Indonesia Jadi Favorit Maling di AS

Situasi ini dipicu melonjaknya harga jual biofuel, termasuk minyak sawit dari Tanah Air, di pasaran Negeri Paman Sam.
Minyak goreng bekas. Foto via akun Flickr Tim Pierce.

Perampokan restoran tengah malam memang bukan cerita baru. Tapi, dini hari 2 Maret lalu, dua orang pencuri masuk salah satu kios restoran cepat saji Wingstop sambil menggondol 2200 galon minyak jelantah, sisa penggorangan ayam. Kerugian yang ditimbulkan oleh kasus pencurian ini mencapai—diukur dari nilai minyak jelantah di pasaran—sebesar $600 (atau setara Rp8 juta). Pencurian minyak jelantah sedang marak di Amerika Serikat. Beberapa minggu terakhir, setidaknya ada 44 kasus pencurian jelantah yang dilaporkan, menyusul meningkatnya harga minyak jelantah—minyak sisa proses penggorengan yang dibuat dari tumbuhan—di Negeri Paman Sam itu. Minyak jelantah menempati urutan kedua bahan mentah yang banyak dipakai dalam produksi biodiesel, yang volume produksinya mencapai 635.000 ton. Kelangkaan semakin diperparah sengketa dagang yang terjadi antara AS dan Indonesia—salah satu pengekspor minyak nabati (biofuel) utama dunia dalam bentuk komoditas minyak sawit. Amerika Serikat terancam mengalami penurunan impor biofuel dari Tanah Air, karena sawit dianggap tidak ramah lingkungan. Imbasnya pasar gelap minyak jelantah akan makin merajalela. Peningkatan permintaan biofuel berbasis sawit menggeser penggunaan minyak nabati lain. Produk yang dibuat dari minyak penyulingan ulang, seperti cat, makanan hewan, bahkan make up sudah banyak dikenal orang. Di AS, restoran biasanya menyalurkan minyak goreng sawit bekas kepada penampung setelah kembali menyulingnya. Belakangan konsumen Amerika Serikat memilih membuat biofuelnya sendiri, yang membuat permintaan akan minyak jelantah. Pergeseran ini awalnya dipicu oleh munculnya peraturan tahun 2007 yang mewajibkan mobil, truk dan bis di AS menggunakan lebih banyak biofuel. Akibatnya, harga bahan mentah biodiesel kedelai, minyak sawit, dan minyak jagung meningkat. Segalon minyak goreng kini dijual seharga 25 sen (sekitar Rp4.000) per gram. "Ini sudah seperti barang loakan," ujar Sumit Majumdar, presiden Buffalo Biodiesel, salah satu penampung minyak jelantah di New York, kepada sebuah media setempat. "Ada pasar untuk minyak curian. Sama seperti pasar besi atau barang bekas." Para penampung minyak jelantah banyak berkongsi dengan pengusaha restoran, namun akhir-akhir mereka mulai terpinggirkan oleh para bandit pencuri minyak, apalagi ketika harga biodiesel mencapai $3 segalon. Selagi kompetitor penyuplai biodiesel dari Argentina dan Indonesia diawasi dengan ketat, rasanya harga biodiesel di negara adi daya ini tak akan stabil dalam waktu dekat.

Iklan

Dalam upayanya mewujudkan "America First", Trump telah menempatkan 16 negara—termasuk Indonesia—dalam radar mereka karena dianggap sebagai kompetitor. Indonesia berada di urutan 15 dengan catatan surplus perdagangan sebesar US$13 miliar. Negara-negara ini diminta membayar biaya antidumping seperti yang disebutkan Keppres terbaru Trump. Menurut sang presiden AS, semua negara tersebut berutang secara kolektif sebesar $2,3 miliar (setara Rp30 triliun) kepada Negeri Paman Sam. Saat ini, Komisi Perdagangan Internasional AS (ITC) tengah menyelidiki apakah impor minyak sawit dari Argentina dan Indonesia menyebabkan defisit perdagangan bagi Amerika Serikat. ITC sampai sini belum menentukan apakah kedua negara wajib membayar denda antidumping. "Ada indikasi yang menunjukkan bahwa sektor Industri Amerika Serikat dirugikan secara material oleh impor biodiesel dari Argentina dan Indonesia yang mendapatkan subsidi dan dijual di Amerika Serikat di bawah harga yang wajar," seperti dikutip dari keterangan yang diberikan ITC. Penerapan denda itu akan memperlambat impor, berdasarkan laporan yang diturunkan oleh Rabobank, nominalnya tahun lalu mencapai $1,47 miliar (setara Rp19 triliun). Namun, melihat kebijakan yang mewajibkan konsumsi biofuel di AS, pembatasan kompetitor asing di pasar domestik akan disambut oleh para penyuling lokal. Tapi AS tampaknya tidak akan menerapkan kebijakan perdagangan agresif dengan Indonesia. Bulan lalu, wakil presiden Mike Pence mengunjungi Jakarta, memperkuat hubungan strategis kedua negara lewat percakapannya dengan presiden Jokowi. Kunjungan Pence juga dinilai sedikit menghapus sedikit mendung dalam perdagangan AS dan Indonesia. "Bakal ada tim yang akan membicarakan manajemen perdagangan bilateral dan investasi yang berdasarkan prinsip yang win-win," kata Jokowi pada media sesudah pertemuannya bersama Pence.