FYI.

This story is over 5 years old.

Berita

Thailand Hendak Menetapkan Hukuman Mati Khusus Untuk Koruptor

Aturan ini dikhawatirkan pakar hukum bisa dipakai untuk membungkam oposisi pemerintahan junta militer.

Junta militer Thailand sedang menetapkan aturan baru berupa hukuman mati bagi pejabat publik yang terbukti melakukan tindak korupsi lebih dari 1 miliar Baht (setara Rp378 miliar). Kebijakan tersebut membuat beberapa ahli hukum bertanya-tanya, apakah ancaman hukuman suntik mati akan dipakai membungkam pihak yang mengkritik pemerintah.

"Berbagai negara di kawasan Asia Tenggara maupun Asia Selatan seperti Malaysia, Kamboja, dan India, telah menggunakan hukuman bagi tindak korupsi sebagai alat politik," ujar John Samuel, direktur eksekutif LSM Asian Forum for Human Rights and Development (FORUM-ASIA). "Di Thailand, ide hukuman mati ini jika diimplementasikan bisa dengan mudah digunakan buat menindas kalangan oposisi."

Iklan

Militer menggulingkan mantan Perdana Mentri Yingluck Shinawatra pada 2014 dengan alasan korupsi sudah merajalela. Junta kemudian mengklaim perlu "mengambil alih dan mencabut masalah" dari pemerintahan. Pemerintahan junta secara sepihak menunjuk Jenderal Prayuth Chan-ocha sebagai Perdana Menteri. Prayuth sebelumnya menjabat sebagai Komandan  Tertinggi Angkatan Darat Thailand. Dia mengumumkan rencana menghapus korupsi dari Thailand dalam kurun waktu dua dekade.

Oktober tahun lalu, junta membuka pengadilan anti-korupsi pertama. Badan Reformasi Nasional bentukan militer lalu menyetujui pelaksanaan hukuman mati dalam rapat 9 Januari 2016. Rencananya, terpidana mati akan dieksekusi menggunakan hukuman suntik. Namun hukuman ini hanya untuk skandal korupsi paling parah. Proposal tersebut kini sedang diajukan pada parlemen, dan komite konstitusional junta sebelum bisa diimplementasikan menjadi peraturan resmi.

Dalam hukum yang diajukan tersebut, pejabat publik yang terbukti mencuri kurang dari 1 milyar baht menghadapi hukuman hingga lima tahun penjara. Pejabat publik yang terbukti mencuri lebih dari itu, akan menghadapi hukuman lebih berat. Hal ini adalah pendekatan ekstrem yang membuat sebagian orang bertanya-tanya apakah hanya hukuman suntik mati sekadar jurus publisitas untuk memperbaiki citra junta militer.

"Pendekatan lain tidak ada yang berhasil, jadi mengapa tidak sekalian menerapkan hukuman berat yang membikin jera pejabat publik korup?"—Thanyatahn Phonsatha

Iklan

Thailand sebetulnya ada di urutan rendah pada indeks persepsi korupsi Transparency International. Tepatnya, Thailand menduduki posisi ke-76 dari 168 negara, yang menunjukkan peningkatan indeks secara positif. Negara paling tidak korup adalah Denmark, sementara yang paling korup Somalia. Indonesia berada di urutan yang lebih buruk, yaitu urutan ke-88, setingkat Albania, Aljazair, Mesir, Maroko, Peru, dan Suriname. Semua negara dilanda penyakit korupsi ini pernah memunculkan wacana eksekusi mati untuk koruptor. Tidak ada yang terbukti berhasil.

Mahasiswa di Bangkok, Thanyatahn Phonsatha, saat dihubungi VICE Indonesia menilai ide hukuman mati buat koruptor pantas didukung. Dia mengklaim langkah ekstrem semacam itu adalah satu-satunya cara mengakhiri tradisi korupsi di kalangan pejabat Thailand.

"Rasanya hukuman berat seperti ini akan bermanfaat," ujar Thanyatahn. "Akhirnya ini adalah sesuatu yang bisa membuat pejabat publik korup jera. Pendekatan lain tidak ada yang berhasil, jadi mengapa tidak menetapkan peraturan yang membuat takut para pejabat publik?" ujarnya.

Thailand berhenti mengeksekusi mati terpidana hukuman berat dari kasus pidana apapun sejak 2009. Kendati begitu, kasus kriminal mencolok akhir-akhir ini—seperti kematian akibat tusukan seorang laki-laki saat merampok iPhone 7—memicu kembali perdebatan warga soal kebutuhan penerapan hukuman mati. Tetap saja, ada keraguan bahwa ancaman hukuman mati dapat mengurangi korupsi di Negeri Gajah Putih.

"Hukum mengatur kasus korupsi sangat penting dan esensial bagi demokrasi yang sehat," ujar Samuel. "[Tapi] jika peraturan eksekusi mati diterapkan, hal ini bisa memperburuk rekam jejak hak asasi manusia di Thailand. Sangat mungkin hukuman mati justru meningkatkan kekhawatiran di antara komunitas internasional dan mempertanyakan legitimasi pemerintahan [junta]."