Di TikTok, Sedang Marak Video Orang Merekam Sendiri Aksinya Melanggar Hukum

Dampaknya, seperti di Pakistan, banyak netizen dipenjara karena main TikTok. VICE berusaha menyelidiki kenapa ada orang pengin pamer kejahatan terang-terangan.
HJ
Islamabad, PK
Kiri: Tangkapan layar video dua lelaki memegang pistol. Kanan: Pengguna TikTok Hassan Khan memamerkan senjata api.
Kiri: Tangkapan layar video dua lelaki memegang pistol. Kanan: Pengguna TikTok Hassan Khan memamerkan senjata api.

Di suatu malam yang dingin di bulan Januari, Zohaib Ali duduk termenung di atas genteng rumahnya di distrik Sialkot, Punjab. Lelaki 18 tahun teringat kejadian mengerikan yang terus menghantuinya.

Pada Desember 2019, Zohaib bersama kedua teman — Ammar Haider (17) dan Ali Raza (18) — menyewa kontrakan untuk bikin video TikTok. Mereka asyik berjoget mengikuti iringan lagu Punjabi. Tak lama kemudian, mereka mengeluarkan pistol layaknya bintang TikTok lain yang suka pamer senjata.

Iklan

Masih terekam jelas di ingatan Zohaib bagaimana Ammar tak sengaja menembak dirinya sendiri. Sohibnya sempat menodongkan senjata ke arahnya dan Ali beberapa saat sebelum insiden itu. Dia menarik pelatuk, tapi tidak ada tembakan. Dia mengira pelurunya kosong.

“Saya berhenti main TikTok sejak itu,” kata buruh pabrik olahraga tersebut kepada VICE World News. “Peristiwa hari itu terukir dalam benakku.”

Dewasa ini, semakin banyak pengguna TikTok di Pakistan yang mengabaikan hukum demi pansos (panjat sosial). Mereka merekam perilaku tak pantas yang berujung pada penangkapan, peringatan dari pihak berwajib, dan lebih parah lagi kematian. Dilihat dari berita selama enam bulan terakhir, setidaknya 35 orang diamankan polisi karena main TikTok.

Warga Pakistan dapat menjalani hukum penjara maksimal tujuh tahun apabila tertangkap basah memamerkan senjata di depan umum. Panduan Komunitas TikTok bahkan sudah melarang ini.

Zohaib segera mendatangi rumah Ammar untuk mengabarkan peristiwa naas ini. Murtaza marah besar begitu mendengar apa yang terjadi kepada adiknya.

Zohaib Ali

Zohaib Ali berharap TikTok diblokir di Pakistan. Foto: Haroon Janjua

“Dia menyalahkanku dan mengancam akan menjebloskan saya ke penjara,” kenangnya.

Diliputi ketakutan, Zohaib langsung lapor polisi dan menceritakan kronologinya. Dia mendekam dua bulan di lapas remaja sebelum akhirnya dibebaskan dengan jaminan pada Maret 2020.

Iklan

Nasib Ali jauh lebih sial. Sejak diamankan Januari tahun lalu, dia belum bisa keluar dari tahanan karena dituduh membunuh.

Pada Oktober lalu, pemerintah Pakistan memblokir platform berbagi video dengan alasan banyak konten “vulgar” dan “tidak bermoral” yang bersarang di dalamnya. Larangannya hanya bertahan 10 hari. Sementara itu, India baru saja memerintahkan pemblokiran TikTok dan 59 aplikasi buatan Tiongkok secara permanen.

“Seharusnya diblokir permanen. Masih banyak hiburan lain yang bisa dinikmati anak muda. Saya tidak bisa melupakan tanganku yang bersimbah darah,” Zohaib memberi tahu VICE World News.

Banyak Napi Amerika Tenar di TikTok Berkat Cerita Keseharian Dalam Penjara

Sama seperti di negara tetangganya, TikTok sangat populer di kalangan netizen Pakistan. Firma analitik Sensor Tower melaporkan TikTok menjadi aplikasi kedua yang paling banyak diunduh di sana tahun lalu.

Awal bulan ini, tersangka pembunuhan Babar Ali viral di TikTok. Lelaki 32 tahun itu tampak berjoget dengan tangan diborgol di dalam penjara. “Temanku merekam videonya saat menjenguk saya,” ujarnya saat menemui VICE World News dari dalam penjara.

Iklan

Juli lalu, polwan Wafa Tauqeer dari Punjab dicabut jabatannya setelah kedapatan bikin video TikTok pakai seragam. Dia sadar perbuatannya salah, tapi Wafa merasa pemecatan ini tidak adil.

Para ahli berpendapat pelanggaran-pelanggaran ini menjadi PR yang harus dibenahi oleh pengembang aplikasi.

“Mayoritas pengguna TikTok adalah anak muda, sehingga penting bagi aplikasi untuk memberikan pesan sejelas-jelasnya perihal keselamatan. Video informatif pendek akan jauh lebih bermanfaat daripada sebatas persyaratan pelayanan,” terang Nighat Dad, aktivis hak digital di Islamabad.

Pengacara HAM Osama Malik melihat aplikasi sangat lambat menindak konten semacam ini. “Penggunanya ditangkap, tapi videonya masih beredar di aplikasi.”

Follow Haroon Janjua di Twitter.