The VICE Guide to Right Now

Anggota DPR RI Usul Orang Miskin Dilarang Gelar Pesta Nikah

Usulan eks bupati Purwakarta Dedi Mulyadi ini niatnya buat mengritik pernyataan Menko Muhadjir Effendy. Cuma doi enggak sadar perspektif mereka berdua sama-sama bermasalah.
Anggota DPR Dedi Mulyadi Usul Orang Miskin Dilarang Gelar Pesta Pernikahan
Foto ilustrasi pernikahan adat jawa oleh Bennylin/Wikimedia Commons/lisensi CC 3.0

Semangat menyusun panduan do’s and don'ts buat 24,79 juta jiwa orang miskin Indonesia masih membara di antara pejabat pemerintah. Komentar terkini, Sabtu (8/8) lalu anggota DPR RI sekaligus eks bupati Purwakarta Dedi Mulyadi usul daripada ngatur jodoh orang miskin, mending orang miskin dilarang menggelar pesta pernikahan.

 “Yang harus dibuat regulasi oleh pemerintah adalah orang berpenghasilan rendah dilarang buat pesta perkawinan karena akan melahirkan kemiskinan baru. Ketika kami berkunjung ke Wanayasa [kecamatan di Purwakarta] dan membuat panggung hiburan, ada seorang anak naik panggung dan dapat saweran Rp10 juta. Lalu, ibunya naik juga dan menangis. Uang itu sangat membantu karena ia habis menggadaikan tanah Rp10 juta untuk pernikahan anak tertuanya,” kata Dedi kepada Kompas. Mantap, berbagi pengalaman masyarakat miskin via studi kasus saweran panggung hiburan.

Iklan

Dedi menganggap kewajiban tradisi untuk melaksanakan pesta pernikahan menimbulkan kemiskinan baru. Inilah yang mesti diatur pemerintah. Jangan sampai untuk menikahkan anak, orang tua keluarga miskin sampai pinjam uang ke rentenir atau menggadaikan tanah. Apabila tidak mampu, mending akad saja. Biarkan orang kaya saja yang pesta tujuh hari tujuh malam.

Saran ini dilontarkan sebagai respons atas gagasan Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia Muhadjir Effendy. Minggu lalu, menko bikin geger karena bilang satu penyebab lahirnya kemiskinan baru adalah karena orang miskin menikahi orang miskin lain.

“Sesama keluarga miskin besanan kemudian lahirlah keluarga miskin baru sehingga ini perlu ada pemotongan mata rantai keluarga miskin. Kenapa? Karena kemiskinan itu pada dasarnya basisnya adalah di dalam keluarga,” kata Muhadjir dalam webinar Kongres Wanita Indonesia (Kowani), Minggu (2/8), dilansir Detik.

Sebenarnya Dedi berniat mengkritik pernyataan Muhadjir. Menurutnya, sebaiknya yang diperhatikan pemerintah bukanlah siapa yang akan dinikahi, tapi bagaimana beban ekonomi pernikahannya. Di situlah muncul solusi teknis macam aturan larangan menggelar pesta nikah tersebut. Hmmm, padahal pendapat mereka berdua mah sama aja, sama-sama nyuruh orang miskin sadar diri.

Enggak cuma Dedi, sejawat lain di DPR juga ikutan komentar tentang pernyataan Muhadjir. Ketua Komisi VII DPR RI Yandri Susanto misalnya bilang, pernyataan mantan mendikbud itu menyakiti perasaan masyarakat.

Iklan

“Ya, jadi menurut saya, itu sangat disayangkan seorang menko berbicara seperti itu. Teorinya atau kesimpulannya dari mana? Atau sudah ada semacam penelitian secara serius atau belum?” kata Yandri.

Cukup pandangan dari politisinya, sekarang kita cari analisis dari mereka yang beneran pakai ilmu. Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal sudah mengkritik pernyataan Muhadjir karena dirasa kelewatan.

Pemerintah seharusnya enggak mengambinghitamkan orang miskin sebagai penyebab kemiskinan mereka sendiri. Lha habis, kan pemerintah yang harusnya bekerja untuk mengentaskan kemiskinan. Kok enggak sadar diri banget sampai nyalahin pasangan miskin yang saling mencintai.

“Kalau untuk menyatakan harus menikah dengan siapa itu saya rasa kebablasan. Itu kan hak privasi, tidak bisa diatur juga. Ini menjadi tugas pemerintah untuk memberikan akses dan afirmasi buat orang miskin [untuk keluar dari jurang kemiskinan],” kata Fithra kepada CNN Indonesia. “Misalnya saja akses pendidikan. Orang miskin kesulitan internet dan teknologi, jadi sulit belajar. Kalau orang kaya sudah ada. Ini harus difasilitasi. Jadi, solusinya bukan orang miskin dinikahkan dengan orang kaya.”

Ekonom INDEF Bhima Yudhistira punya pendapat sama. Kalau emang ada yang harus disalahkan, pemerintah harus jadi penjahat utama. Sebab, menurut Bhima, kemiskinan terjadi karena ketidakmampuan sistem dan struktur sosial dalam menyediakan kesempatan yang memungkinkan orang miskin “naik kelas”.

“Jadi mereka dimiskinkan karena struktur ekonomi memang tidak berpihak pada mobilitas kelas bawah. Jadi, mulai dari sistem pendidikan, kemudian orang kaya yang menguasai aset. Misalnya, 1 persen orang terkaya menguasai 50 persen kekayaan nasional, ya bagaimana orang miskin mau naik kelas. Jadi, kemiskinan akan bertambah terus kalau pemerintah abai. Kemiskinan terjadi karena struktur ekonomi, bukan pernikahan,” kata Bhima kepada CNN Indonesia.

Menyedihkan sih. Setelah 75 tahun merdeka, pejabat publik bukannya memikirkan mengapa orang miskin bisa bangkrut hanya karena mengadakan pesta pernikahan, mereka malah ngatur kode etik kehidupan orang miskin. Semua ekonom studi kemiskinan dijamin menangis melihat fenomena ini.