Views My Own

Video Hoax Bayi Bisa Bicara Adalah Pengingat Agar Anak Muda Aktif di WA keluarga

Di saat pandemi seperti sekarang, hoax tersebar begitu massif di Indonesia. Keluargamu bisa kena info sesat, seperti video bayi yang viral. Jangan malas, grup WhatsApp adalah medan tempurmu sekarang.
Hoax Video Bayi Bicara Telur Rebus Bisa Obati Corona di Indonesia
Ilustrasi aktif menggunakan WhatsApp di ponsel pintar via Pxfuel/domain publik

Semua pembaca VICE pastinya cukup cerdas untuk tahu mana video hoax dan yang bukan. Contohnya video bayi di Indonesia yang barulahir tiba-tiba ceramah soal cara mengobati virus corona yang viral beberapa hari terakhir ini. Video dengan kualitas editing menyedihkan itu terbuat dari 100 persen hoax.

Masalahnya, video kayak gini mau enggak mau mesti bikin kita refleksi sebentar. Sebelum masuk ke sana, coba tonton dulu videonya sampai habis. Boleh kesel tapi enggak boleh banting barang.

Iklan

Barengan sama video, tersebar rumor bahwa jika seseorang makan telur rebus sebelum pukul 12 malam, doi bakal kebal dari virus corona. Saya mencoba open minded pada kemungkinan black swan theory di sini, bersiap menerima kalau emang ada fenomena bayi lahir bisa langsung ngomong kayak di cerita nabi-nabi. Tapi kita pasti sepakat dong, editing video ini terlalu payah sampai kita enggak perlu berusaha membuktikan ini omong kosong.

Nyatanya, kalau kamu mantengin komen-komen di Facebook, platform yang kadung dicap sebagai medsosnya boomer itu, ada lho orang yang beneran ngerebus telur dengan semangat nothing to lose, "Mau ini hoax apa beneran, enggak ada ruginya makan telur."

Saya pengin banget dadah-dadah ke orang yang masih menyisakan ruang percaya kayak gitu. Halo, kamu, yak yang di situ, jangan-jangan dulu pas nonton Spontan percaya beneran kalau orang utan di acara itu bisa ngomong kayak manusia?

Saya membayangkan apa reaksi ibu saya jika menonton video itu. Kemungkinan besar sih dia bakal tahu video jenis begini jelas bohongan. Tapi… bisa jadi dia bakal percaya semisal ada temannya yang yakin info ini benar, terus japri atau ngomong langsung, "Eh, katanya telur bisa nyembuhin corona lho."

Kayaknya ini problem banyak orang, khawatir orang tua mereka termakan hoax. Saya jadi ingat esai di blog penulis Ardi Wilda dua hari lalu. Dia mencoba mencari tahu, kenapa sih orang tua, om, dan tante kita doyan mengonsumsi dan menyebarkan kabar keliru?

Iklan

Menurut pengamatan Ardi ke pakdenya, itu karena mereka menetapkan ukuran validitas informasi dari siapa yang ngomong. Ardi juga menemukan kalau bukan suatu kebetulan, lingkaran pertemanan merekalah yang mereka anggap sebagai sumber-sumber valid.

Padahal, harusnya kita, keluarga mereka, yang jadi kanal penjernih informasi. Apalagi kalau kita sebagai anak atau keponakan bisa tegas menyebut bahwa kita lebih tahu bagaimana cara membedakan hoaks dari fakta.

Masalahnya satu, kita udah jengah duluan dengan salah satu ruang informasi pemersatu saudara: grup WhatsApp keluarga. Kita memilih jaga jarak dengan mereka, karena tidak tahan dengan limpahan hoaks atau segan berdebat di sana, lewat cara-cara kayak jadi anggota pasif, mute notifikasi, bahkan buat beberapa yang pemberani, keluar dari grup dan tak pernah kembali.

Eksperimen Ardi jadi menarik. Ia mencoba untuk aktif di grup WA keluarganya. Hasilnya, "Lambat laun, anggota di grup WhatsApp keluarga justru bertanya tentang keabsahan sebuah info pada saya." Pengalaman tersebut bikin Ardi jadi sentimental. "Di titik itu, saya benar-benar merasa menjadi anggota keluarga."

Apa yang dicoba Ardi layak dipraktikkan juga oleh kita, anak muda Indonesia dengan orang-orang terkasih rentan disambar hoax. Bahkan tak hanya grup WhatsApp. Saya yakin, banyak anak-anak yang enggan berteman di media sosial seperti Facebook atau Instagram dengan keluarga mereka yang lebih tua dengan alasan privasi.

Mungkin perlahan kita bisa mencoba eksperimen sosial in di keluarga masing-masingi. Mari berganti peran dengan orang tua yang dulu menemani kita belajar semasa kecil. Sekarang, kitalah yang perlu lebih aktif menemani mereka memakai media sosial lebih bijaksana.


'Views My Own' adalah ruang di VICE Indonesia untuk opini, komentar peristiwa, serta analisis. Anda punya esai atau opini yang ingin dibagikan pada khalayak luas? Silakan kirim email berisi ide tulisan itu ke indonesia@vice.com.