FYI.

This story is over 5 years old.

Sepakbola

Perkenalkan Rohan Ricketts, Satu-Satunya Pesepakbola Pernah Berkarir di Hampir Semua Benua

Rohan Ricketts pernah bermain untuk klub Inggris, Kanada, Hongaria, Moldova, Jerman, Irlandia, India, Ekuador, Thailand, dan Hong Kong. Dari liga tarkam sampai melawan Manchester United pernah dia lakoni.
Gambar peta karir Rohan Ricketts sebagai pesepakbola

Rohan Ricketts tidak pernah membayangkan kalau dirinya akan bermain di salah satu tingkat tertinggi sepakbola melawan pesepakbola hebat seperti Roy Keane dan Paul Scholes.

Tiga belas tahun lalu, dia bermain untuk Tottenham Hotspur di hadapan 68.000 pendukung saat bertanding di stadion legendaris Manchester United, Old Trafford. Pertandingan tersebut adalah laga favorit Ricketts sepanjang karirnya.

Pertandingannya berakhir imbang tanpa gol. Rickett, yang merupakan hasil didikan Arsenal, diganti oleh pemain lain di detik-detik terakhir. Dia kemudian dipinjamkan ke Wolves dan tidak lagi bermain untuk Spurs.

Iklan

Setelahnya, dia sering pindah-pindah klub. Ricketts yang saat ini berusia 35 sempat membayangkan bagaimana jadinya kalau ada orang dari masa depan yang memberi tahu seperti apa hidupnya nanti beberapa puluh tahun mendatang. Orang itu pasti akan mengatakan sambil setengah bergurau, “hidupmu akan kacau balau”.

“Saya mungkin bakalan mengira kalau ini mimpi buruk! Saya bermain di Spurs, punya teman dan tinggal di apartemen yang bagus di Essex. Lengkap deh pokoknya. Saya masuk di Timnas U-21 Inggris, tapi berpeluang juga terpilih ke timnas senior. Jadi kalau ada yang bilang saya bakalan main di Goa dan tempat-tempat macam itu, saya bakalan bilang kamu sinting.”

meet-rohan-ricketts-the-worlds-most-well-traveled-soccer-player-body-image-1436396639

Ricketts ketika bermain untuk klub Toronto F.C.. Foto oleh The Star-Ledger-USA TODAY Sports

Yang dimaksud dari “tempat-tempat ini” adalah sejumlah negara tempat dia pernah meniti karier sepakbola setelah Spurs: Toronto, Hongaria, Moldova, Jerman, Irlandia, India, Ekuador, Thailand, dan Hong Kong. Dia juga pernah sempat ikut uji coba di Skotlandia dan Belgia.

Pesepakbola asal Inggris ini mengatakan bahwa pertandingan di Old Trafford adalah pertandingan favoritnya “karena saya bermain di seluruh pertandingan. Saya sangat bersemangat waktu itu.” Dia berhenti sejenak, sebelum menambahkan: “Dan sekarang saya lagi di Starbucks di Hong Kong makan roti apel!”

Dia tinggal di Hong Kong setelah menandatangani kontrak dengan Eastern SC, yang penampilannya menurun setelah sempat menjadi favorit untuk memenangkan gelar Liga Premier HK. Saat ditulisnya artikel ini, masa kontrak Ricketts sudah habis dan dia sedang mencari klub baru. Dia tidak yakin bakalan tinggal di mana setelah ini.

Iklan

“Saya, sih, nyantai saja,” katanya, menjelaskan pencarian klub barunya. Begitulah caranya menjalani karir sebagai pesepakbola selama 10 tahun belakangan ini. Dia jadi lebih memahami cara kerja pasar tenaga kerja pemain sepakbola di dunia. Tidak banyak pesepakbola yang mengetahui ini. Dia tak jauh berbeda dari aktor dan aktris yang berebut masuk ke dunia Hollywood supaya bisa sukses.

“Di Thailand, banyak pemain yang datang dari luar negeri. Kira-kira ada tiga atau empat orang yang menunggu kesempatan untuk dikontrak. Saking banyaknya pesepakbola bebas transfer (belum dapat klub), tidak ada cukup ruang untuk menampung mereka. Semua pemain ini harus turun kasta ke liga bawah. Bahkan, pesepakbola Jerman yang pernah main di Bundesliga pun rela melakukan ini. Mereka datang ke Asia, tapi kuotanya sudah penuh (oleh pemain didikan klub). Ada juga atlet sepakbola yang pergi ke negara lain secara dadakan karena ada kejadian tidak mengenakkan.

“Ini jelas tidak mudah bagi mereka. Bermain sepakbola adalah satu-satunya yang mereka tahu dan impikan. Mereka sudah berharap diterima, tapi kenyataannya agen malah membohongi mereka. Mereka menghabiskan jutaan rupiah cuma untuk ikut uji coba. Saya punya teman yang tidak pernah ke Guam, tapi punya paspornya. Dia pengin resmi menjadi orang Asia supaya bisa mengalahkan sitem kuota itu. Banyak sekali orang yang mencoba ganti paspor mereka agar dapat celah.”

Iklan

Perjalanan ke luar negeri ini ternyata tidak semewah bayangan orang. Ricketts sering telat dibayar. Dia juga pernah menandatangani kontrak yang tidak sesuai dengan janji. Dia menggambarkan Moldova sebagai “benar-benar mimpi buruk” dan India sebagai “mimpi buruk”. “Saya punya tiga pelatih dalam tiga bulan. Gaji yang saya dapat enggak utuh. Hidup saya benar-benar sengsara,” katanya saat mendeskripsikan Hongaria.

Ricketts menceritakan sedikit pengalamannya di Asia Tenggara. “Tingkat teknisnya sih oke-oke saja. Tapi saya tidak terbiasa dengan teknik fisiknya. Tapi kadang ada untungnya juga. Saya sudah tidak muda lagi, dan sekarang mainnya jadi lebih lancar. Saya pernah main di India dan Thailand. Kalau Ekuador tidak seperti kedua negara ini. Mereka lebih intens. Negara-negara di Asia tingkat intensitas dan mentalitasnya sangat berbeda. Alasannya karena mereka tidak terbiasa main bola sejak kecil.”

Menurutnya, dia tidak dengan sengaja memutuskan pergi keliling dunia dengan cara ini. Sebagian besar alasannya karena Ricketts ingin mencoba peruntungan, baik dalam hal sepakbola maupun keuangan. Terlepas dari segala kesulitannya, berkeliling dunia memberikan banyak keuntungan kepadanya. Selain memenuhi halaman paspor dan belajar kata-kata kasar dari negara lain, dia bertemu dengan pacarnya di Toronto dan belajar bahasa Spanyol di Ekuador. Baginya, ini jauh lebih menguntungkan daripada tetap tinggal di Inggris.

Iklan

“Pajak di Inggris lebih tinggi,” tuturnya. “Misalnya kamu dapat gaji puluhan juta, tapi kamu tidak bisa menikmati seluruh gajimu itu. Kamu harus pakai uangnya buat bayar rumah, tagihan listrik, atau cicilan mobil. Saya mendapatkan semuanya secara cuma-cuma di semua tempat yang pernah saya tinggali. Saya juga pernah tinggal di negara yang serba murah. Saya pikir ini jauh lebih baik.”

meet-rohan-ricketts-the-worlds-most-well-traveled-soccer-player-body-image-1436454622

Rohan Ricketts bertemu bocah-bocah. EPA.

Namun, alasan sebenarnya lelaki kelahiran Stockwell di London Selatan ini meninggalkan liga di tanah airnya adalah sistem liga sepakbolanya itu sendiri. Ricketts adalah pemain gelandang yang dianugerahi tekad dan trik kreatif, tetapi dia jelas merasa tidak diterima oleh struktur sepakbola Inggris yang lebih konservatif dan defensif.

“Beberapa manajer tidak tahu bagaimana mereka harus menyertakan saya ke dalam sistemnya yang kaku. Bagi mereka, (gaya bermain saya) adalah suatu kemewahan. Banyak pemain teknis sepertiku yang dianggap istimewa karena dunia sepakbola di Inggris tidak seperti itu. Jadi, ke mana perginya pesepakbola seperti Josh McEachran (pemain Chelsea berusia 22 yang saat ditulisnya artikel ini sedang dipinjamkan ke Vitesse Arnhem)? Semua orang membicarakannya. Dia tidak akan bermain untuk Chelsea. Begitu juga dengan Jack Wilshere. Dia beruntung masuk Arsenal karena bisa menyesuaikan gaya bermainnya. Kalau tidak masuk Arsenal, dia tidak akan mungkin bisa masuk klub manapun,” ujarnya.

Namun, kemarahan Ricketts berubah menjadi ketidakpedulian. Dia kecewa karena bermain di MLS sebelum sahamnya mulai meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

“Jujur saja, saya enggak peduli sama sekali. Mereka saja tidak peduli. Saya telah bermain untuk klub-klub besar macam Arsenal, Spurs, Wolves, dan Barnsley. Ketika saya main di MLS, para calon agen Inggris akan bertanya: ‘Siapa dia? Tidak, jangan pilih dia. Lebih baik kita pilih orang ini dari Conference (tingkat kelima dari sistem sepakbola di Inggris) yang sudah kita amati selama setahun terakhir.’ Tapi sekarang semua orang tertarik dengan MLS: ‘Ohhhh, MLS!’ Banyak pemain dari sana direkrut.”