Alexis Stone memakai topeng
Alexis Stone mengenakan salah satu topengnya 

FYI.

This story is over 5 years old.

Seni Rupa

Apakah Operasi Plastik Bisa Masuk Kategori Seni Pertunjukan?

Seniman Alexis Stone melakukan operasi plastik yang mengejutkan publik.

“Saya enggak mau tampil begini terus karena enggak menggambarkan diriku yang sesungguhnya. Makanya saya mengubah semuanya,” tutur Elliot Joseph Rentz dalam video YouTube-nya yang diunggah pada 1 Agustus 2018. Dalam video ini, dia membuat pengumuman yang amat mengejutkan.

“Saya dihina gila, ‘produk gagal’, pecandu, dan jelek. Orang-orang juga bilang kalau saya sudah merusak wajah sendiri,” kata Rentz, atau yang lebih dikenal sebagai Alexis Stone. Dia kemudian menyatakan akan menggunakan seluruh penghasilannya untuk operasi plastik. “Ya, saya benar-benar melakukannya,” terangnya.

Iklan

“Saya habis konsultasi! Sekarang waktunya operasi!” tulis Stone dalam postingan Instagramnya pada 17 Oktober 2018. Pada hari yang sama, seseorang bertindak sebagai Stone dan mengunggah foto di akun Instagramnya dengan keterangan: “ Hello everyone! Alexis’s surgery went smoothly and on schedule! He is now recovering from the comfort of his hospital bed.” (Halo semuanya! Operasi plastik Alexis berjalan lancar! Saat ini dia sedang menjalani proses pemulihan dari ranjang rumah sakit.) Foto tersebut menampilkan Stone yang sedang berbaring di ranjang pasien setelah operasi.

Foto itu ternyata bukan diambil di rumah sakit, melainkan di ruang tamu Stone. Lalu, bagaimana dengan operasinya? Enggak pernah terjadi. Semua hanyalah kebohongan belaka. Apakah ini performance art yang brilian, atau malah menyeramkan? Kalian jawab saja sendiri.

Dalam video “The Reveal” yang diunggah pada 9 November 2018 (yang telah ditonton 475.000 kali saat artikel ini ditulis), Stone memperkenalkan wajah barunya yang telah dicangkok lemak pada hidung, dahi dan dagu. Dia juga mengimplan dagu dan pipinya, serta melakukan eye lift. “Saya melakukan ini bukan buat sombong-sombongan, tapi untuk menjaga kewarasanku,” tutup Rentz. Dia mengutip Pete Burns, seniman yang terkenal dengan oplas ekstremnya.

Video tersebut menuai banyak kritik pedas. “Siapa yang berani-beraninya membiarkan lelaki 24 tahun [yang sedang] mengalami gangguan jiwa dan menjalani rehab selama 4 bulan melakukan ini? Mengapa tidak ada yang membuatnya mengambil tindakan pencegahan tertentu demi kesehatan mentalnya? Menurut saya, sangat tidak etis bila dokter melakukan ini,” bunyi salah satu komentar yang disukai ribuan orang. “Saya enggak benci kamu. Cuma penampilanmu sangat menyeramkan,” bunyi komentar lain yang jauh lebih sopan.

Iklan

Pada 14 Desember 2018, Rentz ngomong dalam video Instagram kalau dia “diperlakukan secara negatif.” Dia lalu mengunggah foto kolase komentar negatif tersebut ke Instagramnya pada 28 Desember 2018.

Pada Tahun Baru, sebuah video dokumenter di YouTube mengungkapkan semua ini cuma sekadar performance art, atau eksperimen sosial kalau menurut Rentz. Dokumenter berdurasi 35 menit ini menampilkan semua perjalanannya, yang dimulai dengan berkonsultasi pada David Martí, makeup artist pemenang Academy Award. Rentz pergi menemui Marti di Barcelona. Di sana, dia dikasih topeng wajah yang mirip dengannya. Mereka bahkan sampai membuat topeng stunt yang gampang dilepas dan dipakai di tempat umum.

Rentz mengumumkan dalam video kalau dia sadar penuh saat awal proses pembuatan. Dia juga menjelaskan sudah 13 hari sober, dan tentang perjuangannya melawan depresi. “Reputasi drag saya buruk,” terang Rentz. Dia lalu menambahkan bahwa dia telah didiagnosis dengan gangguan kepribadian emosional yang tidak stabil (atau yang lebih dikenal sebagai Borderline Personality Disorder). “Saya cuma kepingin mengembalikan Elliot yang dulu lagi,” katanya. Rentz sempat mengalami masa-masa sulit setelah putus dengan pacarnya.

Namun sekian menit kemudian, kesan ringkih itu menguap entah kemana. Yang muncul adalah Rentz asli bereaksi terhadap video “reveal.” Menurutnya, respons terhadap video itu sesuai dengan yang dia harapkan, bahwa semuanya berjalan seperti yang dia perhitungkan. Dan di titik itulah, semua pertunjukan ini harusnya kelar.

Iklan

Ngobrol dengan Rentz kurang dari 24 jam setelah dirinya “buka kartu” sejujurnya agak membingungkan. Di satu sisi, dia masih meresapi ribuan komentar dan reaksi yang diperoleh video unggahannya. Di sisi lain, dia tak yakin apa perannya dalam performance art tersebut—dalang atau wayangnya. “Saya enggak yakin apa video itu jadi inspirasi banyak orang atau saya malah buang-buang waktu selama lima bulan saja. Tapi, saya tahu saya harus melakukannya,” kata Rentz, sambil menyebut Mrs. Doubtfire (film Robin Williams tentang seorang ayah yang menyamar menjadi wanita uzur pengasuh anak) dan Jocelyn Wildenstein (seorang perempuan cisgender yang menghiasi cover-cover majalah ‘90an) sebagai inspirasinya, “Saya sih pengin jadi orang terakhir yang tertawa dalam situasi ini.” Tapi, apakah tawa itu setimpal dengan komentar-komentar bernada miring yang Rentz peroleh? Jika iya, apa yang harus dibayar oleh Rentz?

“Saya harus memusatkan perhatianku pada hal-hal negatif di internet,” katanya, “karena itu pesan utama dari semua yang saya lakukan.” kendati begitu, Rentz mengaku terkaget-kaget dengan tingkat negativitas yang dia terima. “Sata enggak mikir orang bakal mengirim pesan ke saya, ibu dan teman-temanku. Isinya bilang saya lebih baik bunuh diri. Ada juga yang bilang saya bikin pacarnya bunuh diri. Dan itu beneran terjadi. Wajah dalam operasi ini cuma bohong-bohongan tapi ini komentar dan reaksi ada orang betulan. Ternyata hanya perlu sedikit silikon dan cara bercerita tertentu untuk memunculkan sisi negatif internet.”

Iklan

Tapi, negativitas tak lagi mengejutkan pada 2019. Platform seperti Twitter pernah dituding sengaja didesain untuk menegaskan sisi negatif internet. “Rasanya seperti tak ada jalan keluar dari hal-hal negatif ini,” tulis The Atlantic tentang kebengisan kerap ditampilkan di Instagram. “Rentz ini tidak tulus kok. Dia tahu bahwa video tentang kecantikan ekstrem atau operasi wajah yang gagal akan memancing gelombang komentar berisi kebencian lalu dia bertingkah bak tak punya salah serta betapa kejamnya orang lain. Ditambah lagi, komentar ini dikemukakan dari sudut pandang lelaki kulit putih yang nyaman,” ujar Imp Queen, seorang draq queen transgender terkemuka yang dikenal riasan ekstremnya, saat ditanyai pendapatnya tentang tindakan Rentz.

Dan kita belum menyentuh ihwal kesehatan mental. “Otak saya tidak dirancang untuk menanggapi respons di platform macam ini.” Rentz mengakui, cuma butuh satu komentar miring untuk membuatnya “meledak.” Plus, ada tudingan bahwa Rentz sebagai seorang pria kulit putih yang cukup kaya memandang negativitas dalam internet lewat sudut pandangnya yang jelas bias—sesuatu yang dia akui tapi tak permasalahkan sama sekali.

“Saya enggak bermaksud meledek operasi ekstrem,” aku Rentz. Dia menambahkan: “bagi saya sih ini ironis. Ini salah satu hal yang paling indah yang pernah saya rasakan. Saya benar-benar melakukan semua ini agar saya waras. Jadi harusnya, ini semua dipandang sebagai sebuah eksperimen sosial.”

Iklan

Dia lantas melanjutkan: “Saya ingat pernah ngobrol dengan Jocelyn [Wildenstein] dan dia bilang, ‘Kamu harus balik tanya pada dirimu sendiri: apakah kamu ingin memancing reaksi orang-orang ini dan tak jadi baper di akhir prosesnya atau kamu memang ingin jadi seperti mereka?’ dan saya benar-benar kebingungan saya sebenarnya memilih yang mana.”

Saat ditanya kenapa dirinya melakukan semua itu, dia cuma bilang ingin menunjukkan “kekuatan make-up sesungguhnya.” Menurutnya, apa yang dia lakukan punya imbas yang sama seperti film yang bisa menarik kita ke dua fantasi hingga kita lupa drama-drama dalam kehidupan nyata.

Jawaban itu jelas memancing pertanyaan-pertanyaan lainnya. Siapa yang mestinya masuk alam fantasi Alexis Stone? jangan-jangan ini cuma teriakan minta perhatian Rentz di dunia maya?

“Mau dibilang jenius atau gila kek…saya harus melakukan ini. Saya harus melakukannya biar tetap waras.”