FYI.

This story is over 5 years old.

Lion Air Jatuh di Karawang

Tim Penyelam Selidiki Obyek di Bawah Laut, Diduga Badan Pesawat Lion Air

Fokus pencarian selanjutnya adalah kotak hitam demi menguak penyebab insiden penerbangan paling parah di Indonesia sejak 1997 ini.
​Proses evakuasi korban dan barang pribadi penumpang Lion Air JT 610 di Tanjung Karawang oleh Basarnas
Proses evakuasi korban dan barang pribadi penumpang Lion Air JT 610 di Tanjung Karawang. Foto oleh Arzia Tivany/VICE

Tim penyelam dari upaya Search and Rescue (SAR) gabungan di perairan Karawang dalam proses memeriksa indikasi benda yang diduga badan pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh awal pekan ini. Seperti dilansir CNN Indonesia, obyek di dasar laut tersebut diduga kuat terkait pesawat karena memiliki panjang 22 meter, dengan lebar lima meter, dan tinggi 10 meter.

Temuan ini disampaikan Panglima Tentara Nasional Indonesia, Marsekal Hadi Tjahjanto, yang membantu Basarnas dalam operasi ini. "Dugaan kuat adalah bagian dari fuselage (badan pesawat) JT-610 itu sudah ditentukan koordinatnya," ujarnya kepada awak media di Posko Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Iklan

Informasi koordinat ini diperoleh TNI dari proses geosurvey dari kapal KRI Rigel. "Kabasarnas dan Pangarmada I untuk melaksanakan peninjauan langsung di lapangan," kata Hadi.

Dari pantauan VICE Indonesia saat mengikuti proses evakuasi dari atas KRI Srikuda, ada lebih dari 60 penyelam yang terlibat pencarian puing-puing Lion Air JT 610. Arus perairan di Tanjung Karawang relatif tidak terlalu berombak namun jarak pandang agak terbatas akibat lumpur. Sebanyak 60 penyelam mencari tanda-tanda keberadaan pesawat hingga kedalaman 35 meter.

Jika memakai ukuran jumlah korban, insiden jatuhnya Lion Air JT 610 ini adalah kecelakaan udara paling parah kedua sepanjang sejarah di Indonesia. Pesawat Lion yang nahas ini mengangkut 189 penumpang serta kru. Insiden terburuk di Tanah Air adalah saat pesawat maskapai Garuda dengan nomor penerbangan GA 152 menabrak Gunung Sibolangit di Sumatra Utara, ketika hendak mendarat di Bandara Polonia Medan. Tragedi pada 26 September 1997 itu menewaskan seluruh 234 penumpang dan kru. Sedangkan insiden terburuk ketiga adalah jatuhnya pesawat AirAsia dengan nomor penerbangan QZ 8501 di Selat Karimata, pada 28 Desember 2014 lalu. Total 162 penumpang dan awak pesawat tewas.

Pemerintah masih belum berkomentar di luar proses evakuasi, dan belum membicarakan potensi sanksi bagi maskapai. Manajemen Lion Air menepis berbagai informasi di media sosial bahwa pesawat Boeing 737 MAX 8 yang jatuh di Karawang mengalami masalah sebelumnya saat terbang dari Denpasar ke Jakarta. Presiden Direktur Lion Air, Edward Sirait, mengakui sempat ada kendala teknis namun sudah dituntaskan sesuai prosedur. Maskapai penerbangan murah itu juga berencana tetap mengoperasikan 11 unit pesawat Boeing 737 MAX 8 yang baru datang Agustus lalu.

Lion baru berjanji akan memberi santunan kepada keluarga korban tewas masing-masing Rp1,25 miliar. "Kami akan mengikuti sesuai ketentuan sesuai dengan Peraturan," kata juru bicara Lion, Danang Mandala Prihantoro, saat dihubungi Kompas.

Di sisi lain, belum semua keluarga korban memperoleh kepastian mengenai nasib orang-orang yang terkasih. Hingga tiga hari setelah insiden, total temuan SAR baru 48 kantong jenazah yang semua dikirim ke RS Polri Kramat Jati. Selain jasad, baik yang utuh maupun tidak, tim membawa pula tujuh kantong berisi barang-barang pribadi milik korban. Diharapkan benda-benda itu juga bisa membantu proses identifikasi ante-mortem tanpa selalu mengandalkan tes DNA.

Arzia Wargadiredja turut berkontribusi untuk laporan ini