FYI.

This story is over 5 years old.

kebijakan kota

Becak Bakal Legal Kembali di Jakarta, Apakah Kita Mengalami Kemunduran?

Di era Gubernur Ali Sadikin 1970-an dulu, becak diberangus karena jumlahnya makin tak terkendali. Kini beredar wacana becak akan kembali beroperasi di Jakarta, apa benar aspirasi warga?
Becak di depan Kedutaan Besar Inggris, Jakarta. Foto dari Collectie Stichting Nationaal Museum van Wereldculturen dijepret pada 1968 oleh Ir. J.G. Ohler / diambil dari Wikimedia Commons

Lebih dari setengah abad lalu becak mengalami punah dari Jakarta. Becak memang pernah menjadi raja jalanan ibu kota kala itu. Disinyalir becak, yang mayoritas dulu diimpor dari Tiongkok, menjadi sarana transportasi favorit sejak 1936 di Jakarta. Namun masa keemasan becak harus berakhir dalam kurun 1960-an hingga 1980-an ketika gubernur DKI Jakarta kala itu Ali Sadikin menghapus keberadaan becak karena dinilai tidak masuk kategori alat transportasi umum. Puncaknya, sekira 40 ribu becak dibuang ke perairan Kepulauan Seribu buat jadi rumah ikan.

Iklan

Kini setelah bertahun-tahun masyarakat Jakarta tak pernah melihat becak lalu lalang di jalanan, muncul rencana dari Pemprov DKI Jakarta untuk kembali melegalkan becak lewat revisi peraturan daerah tentang ketertiban umum. Dalam revisi yang akan digarap Gubernur Anies Baswedan tersebut, becak akan kembali mengaspal di sejumlah tempat di Jakarta. Rencana revisi tersebut sontak membuat berbagai kalangan heran dengan langkah Anies. Bukannya bikin transportasi yang lebih nyaman kok malah menambah ruwet lalu lintas?

Gubernur Anies awal tahun ini kepada media bilang bahwa kebutuhan warga atas becak masih tinggi. Dia berujar bahwa becak masih membantu terutama buat ibu-ibu dengan belanjaan banyak dari pasar. Belakangan, Minggu (7/10) kemarin, Anies mengatakan akan segera menuntaskan aturan yang mengatur keberadaan Beca di Jakarta.

“(Peraturan operasional becak) nanti, nanti aja kalau sudah siap semua," ujar Anies saat menghadiri acara di Kebon Jeruk, Jakarta Barat seperti dikutip Detik.com

Becak memang bukan monopoli Jakarta. Di berbagai daerah seperti Yogyakarta, Solo, Medan (meski bentuknya becak motor sih), Cirebon, dan lainnya, becak masih dianggap sebagai transportasi andalan. Namun, berkaca dari tata kota dan kacaunya jalanan Jakarta, apakah becak masih relevan? Tentu sulit membayangkan ketika sedang berkendara di jalanan yang macet karena penyempitan jalan akibat proyek, masih harus ditambahi dengan becak yang dikayuh pelan atau lagi ngetem nunggu penumpang.

Iklan

Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengatakan becak jelas tidak cocok dengan kondisi Jakarta. Ia juga mempertanyakan langkah pemerintah untuk mengendalikan jumlah penarik becak yang bisa tak terbendung sekalinya becak menjadi legal.

"Ini Ibu Kota negara, lho. Becak dari zaman Ali Sadikin dijadikan rumpon. Sekarang kok dihidupkan lagi? Terus pengendalian pemerintah gimana?" Kata Prasetio dikutip Detikcom.

Rencana Anies tersebut juga langsung ditanggapi politisi di DPRD dari fraksi Hanura Veri Yonnefil yang mengatakan bahwa pola pikir gubernur sekarang malah mundur. Menurutnya lagi, becak tak akan menjadi solusi transportasi umum yang saat ini masih belum berkembang dalam mengurai kemacetan.

“Jadi kayak jaman jahiliah lagi kita,” kata Veri dikutip media lokal. “Tanpa becak aja macetnya sudah minta ampun. Makanya cara berpikir gubernur mundur 28 tahun yang lalu.”

Jangankan politisi, masyarakat Jakarta terutama para komuter dan pengendara kendaraan bermotor sudah was-was jika rencana tersebut betulan terjadi. Rahmat Gunawan, salah seorang karyawan di sebuah universitas di Jakarta Barat mengatakan bahwa kondisi angkutan umum yang semrawut setiap paginya sudah bikin jengkel, apalagi jika ditambah dengan keberadaan becak.

“Angkot ngetem aja bisa bikin macet bermeter-meter, dan sampai sekarang tidak ada solusi, gimana kalau becak yang ngetem di pasar atau stasiun kereta?” kata Rahmat yang harus berkendara dari rumahnya di Depok setiap hari kerja.

Hal sama juga diungkapkan Arsanti yang biasa naik KRL dari Lenteng Agung untuk menuju tempat kerjanya di Cawang. Angkutan umum, menurutnya, seharusnya mengedepankan kenyamanan dan kecepatan, bukan justru menghambat. Becak, katanya, adalah program transportasi yang buang-buang waktu dan investasi.

“Gue enggak anti dengan becak, kalau sebatas untuk hiburan,” kata Arsanti. “Tapi kalau tujuannya cuma buat dari pasar ke rumah, kayaknya itu mubazir banget. Belum kalau bikin macet.”

Jadi nikmatin aja waktu kalian bermacet-macetan di jalanan saat ini. Nanti kalau becak sudah resmi beroperasi, bisa jadi macetnya bakal berlipat-lipat.