FYI.

This story is over 5 years old.

asal-usul ketakutan

Manusia Ternyata Sudah Dari Sononya Takut Laba-laba dan Ular

Buktinya, anak kecil saja sudah stres padahal baru "ketemu" gambar ular dan laba-laba doang.
Timo Pasche/James van den Broeke/Getty Images

Takut laba-laba atau ular? Jangan khawatir, kamu enggak sendirian kok—sebuah riset menunjukkan ketakutan terhadap hewan melata adalah fobia yang umum dimiliki orang dewasa, dan sekitar sepertiga populasi manusia umumnya membenci hewan melata. Fakta ini sulit diterima sebab mayoritas dari kita jarang sekali berpapasan dengan ular atau laba-laba dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, agak kurang logis juga kalau kita menyimpan ketakutan akan dua makhluk hidup ini. Pola pikir macam inilah yang membuat para ilmuwan bertanya-tanya apakah fobia ini adalah sesuatu yang kita pelajari dari pengalaman atau memang dari sononya terpogram dalam otak kita. Sebuah penelitian baru yang dikerjakan oleh sekumpulan ilmuwan gila—gimana enggak gila, wong selama penelitian mereka memperlihat gambar ular dan laba-laba kepada balita yang tak berdaya—menyimpulkan bahwa fobia akan dua binatang dibawa sejak lahir, mungkin sebagai produk sampingan evolusi manusia.

Iklan

Sejumlah ilmuwan di Max Planck Institute for Human Cognitive and Brain Sciences (MPI CBS), Leipzig, Jerman dan Uppsala University, Swedia merekrut sekelompok orang tua untuk menjalani tes yang lumayan bikin merinding. Para orang tua ini diminta berkenan mengizinkan anaknya melihat gambar-gambar tertentu selagi kamera mengawasi perubahan besar pupil anak balita mereka. Pupil manusia mengembang dan menciut tergantung jumlah cahaya yang tersedia.

Jika pupil bereaksi tanpa dipicu perubahan cahay di sekitar mata, maka bisa dipastikan sistem noradrenergic, yang berfungsi memberikan sinyal stress, bekerja. Cara-cara yang umumnya digunakan untuk mengukur stres tentunya tak bisa digunakan pada balita. Pun, merek juga tentunya tak bisa menjelaskan emosi mereka pada para peneliti. Alhasil, jalan-jalan satunya yang bisa ditempuh adalah memerhatikan pergerakan pupil mereka.

Di bagian pertama penelitian, para peneliti menunjukan bayi berusia 16 bulan gambar laba-laba dan bunga serta gambar ular dan ikan. Untuk mengendalikan variabel penelitian, semua gambar yang diperlihatkan kepada setiap grup anak punya warna serta ukuran yang sama. Gambar-gambar itu diperlihatkan satu persatu dalam urutan yang pseudorandom. Di bagian kedua penelitian itu, satu kelompok anak berusia 12 tahun dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok ditunjukkan gambar ular sementara kelompok lainnya cuma diperlihatkan gambar ikan.

Iklan

Tonton dokumenter VICE mengenai metode ekstrem menyembuhkan depresi memakai obat penenang tapi tingkat kesuksesannya tinggi:


Para ilmuwan kemudian mengolah data ukuran pupil semua anak selama penelitian berlangsung. “Saat kami menunjukkan gambar ular atau laba-laba, bukannya bunga atau ikan dengan gambar dan warna yang sama, pupil anak-anak langsung mengembang,” terang Stefanie Hoehl, periset utama dalam penelitian tersebut dan pakar ilmu syarat di MPI CBS dan University of Vienna, dalam sebuah pernyataan resmi. Bahkan, bayi paling muda dalam penelitian ini pun menunjukkan tanda-tanda stres setelah melihat gambar ular dan laba-laba.

Berkaca pada hasil ini, para ilmuwan yakin bahwa fobia ini adalah produk sampingan dari evolusi yang membentuk otak manusia. Otak kita saat ini terbentuk setelah manusia hidup berdampingan dengan hawan-hewan berbahaya selama 40 sampai 60 juta tahun. Akibatnya, tercipta bias dalam cara manusia mengenali dan bereaksi terhadap ular dan laba-laba. Inilah asalan kenapa bayi di Swedia, yang seumur hidupnya belum sekalipun bertemu ular dan laba-laba, sudah stres duluan ketika melihat gambar dua hewan menyeramkan itu.

Respon yang ditunjukan anak-anak ini ternyata sangat spesifik. Sebuah penelitian lain memperlihatkan gambar beruang dan badak ternyata tak memicu respon serupa. Dan bayi, yang memang masih culun dalam mengenali bahaya, mungkin tak memiliki ketakutan yang sama terhadap objek-objek berbahaya seperti pisau, jarum suntik dan colokan listrik karena mereka harus terlebih dahulu diajari bahwa tiga benda itu berbahaya.

Dalam kasus ular dan laba-laba, otak kita sudah tahu bagaimana kita harus bereaksi, jauh sebelum kita diajarkan betapa ganasnya ular dan laba-laba.

Artikel ini pertama kali tayang di Tonic