FYI.

This story is over 5 years old.

Kejahatan Terorganisir

Selama Era Kekuasaan Putin, Rusia Jadi Surga Bagi Para Mafia

Ini cerita panjang mengulas perjalanan kelompok mafia menguasai bekas wilayah Uni Soviet. Pemerintah Rusia merawat para mafia dan kini memakainya untuk kepentingan mereka.

Mark Galeotti sudah tertarik dengan semua hal yang terkait Rusia sepanjang ia mampu mengingat. Penulis kelahiran Inggris ini punya spesialisasi mendalami isu kejahatan terorganisir lintas negara. Galeotti sudah berulang kali menulis liputan untuk Moscow Times dan saat ini bermukim di Praha, Ceko. Walaupun tidak terdidik sebagai sejarawan, penelusuran sejarah menjadi keahliannya berkat topik liputan yang dia angkat. Minat terhadap organisasi kriminal, terutama di Rusia, lahir ketika Galeotti tinggal di Uni Soviet pada 1988. Saat itu dia sedang merampungkan studi doktoral, di tengah momen menjelang ambruknya imperium komunisme tersebut.

Iklan

Galeotti kala itu melakukan penelitian terhadap para veteran perang Soviet-Afghanistan yang baru kembali dari garis depan. Dia menemui banyak veteran selama kurun satu tahun. Ada yang berhasil hidup normal kembali, namun sebagian gagal beradaptasi dan jadi kehilangan arah. Mereka yang sulit membaur lagi di masyarakat segera menggelisahkan Galeotti. Dia melihat ada banyak veteran Soviet yang mengalami masalah macam itu. Kekhawatirannya terbukti, sebagian pengusaha segera mempekerjakan para mantan prajurit untuk bisnis abu-abu. Intinya, mereka direkut jadi mafia. Soviet nyaris runtuh, sementara kelompok mafia berkembang sangat pesat di berbagai provinsi. Sejak itulah, Galeotti bersumpah akan terus memantau pergerakan organisasi kejahatan di Rusia. Kelompok kriminal itu sulit terlihat di permukaan, namun tindak-tanduknya jelas terasa.

Selama 30 tahun, Galeotti mendalami isu-isu mafia di Rusia. Untunglah, dia memiliki koneksi orang dalam yang bersedia buka-bukaan. Penulis yang sebelumnya pernah menyumbangkan artikel untuk VICE ini, akhirnya menuntaskan satu fase penting dalam hidupnya: menerbitkan buku terlengkap soal jaringan mafia Rusia. Buku itu diberi judulThe Vory: Russia's Super Mafia.

Galeotti mendalami alasan mafia bisa bermunculan bak cendawan di Rusia. Dia menjabarkan secara lengkap ideologi vor-v-zakone (merampok sesuai aturan hukum) yang diyakini para dedengkot mafia Negeri Tirai Besi, situasi sosial macam apa yang terjadi di Soviet menjelang keruntuhannya pada 1990, serta alasan pemerintah Rusia—termasuk Presiden Vladimir Putin yang berkuasa di Moskow lebih dari dua dekade—secara sadar memelihara para mafia.

Iklan

Saya mewawancarai Galeotti soal buku barunya, membahas lebih detail beberapa topik di atas. Sebagai mantan anggota geng kriminal yang terobsesi dengan kredo La Cosa Nostra, saya tentu terpukau melihat jalinan absurd mafia di Rusia. Praktik kriminal di negara tersebut sepenuhnya berbeda dari yang biasa diketahui orang soal mafia.

Berikut cuplikan obrolan kami.


Tonton dokumenter VICE mengenai para suporter hooligan Rusia yang sangat brutal dan terlatih melakukan kekerasan:


VICE: Aspek dalam buku ini yang paling mencengangkan adalah luasnya pengetahuanmu soal sejarah Rusia. Kamu bisa mengaitkan kamp konsentrasi Soviet era Stalin dengan persemaian gagasan 'rampok taat hukum'. Bisa kamu jelaskan lebih lanjut apa kaitannya dengan maraknya mafia di Rusia masa kini?
Mark Galeotti: Jauh sebelum Uni Soviet runtuh, dunia bawah tanah sudah muncul. Orang-orang Soviet menyebutnya Vorovskoy Mir, alias dunianya para pencuri. Sejak era Soviet, para kriminal membangun kubu-kubu. Mereka membuat tato yang identik serta mengembangkan bahasa slang untuk bercakap-cakap di antara kubunya. Kelahiran kultur kejahatan teroriganisir ini tak bisa dilepaskan dari pendirian kamp konsentrasi Gulag. Banyak orang Soviet yang dikirim melakukan kerja paksa di Gulag, selama Stalin berkuasa sebagai diktator.

Di zaman Stalin itulah, nilai-nila vory pra-Soviet sepenuhnya berubah. Dulu, preman mana mau dekat-dekat sama penguasa. Rezim otoriter Stalin membuat para kriminal terserap masuk dalam rantai birokrasi. Masalahnya, Stalin juga tidak punya pilihan. Setelah kejatuhan Tsar, muncul kelompok baru yang disebut cyka secara harfiah artinya lonte. Tapi ini istilah slang di Rusia yang artinya 'bajingan kolaborator pemerintah.' Kalau tidak dirawat rezim, bikin repot juga. Sebaliknya, dari sudut pandang para kriminal, mereka sadar tidak punya pilihan. Melawan rezim komunis ya pasti digebuk.

Iklan

Saya dulunya mantan kriminal. Kenapa tidak pernah ada gesekan antara kelompok kriminal dan rezim kalau memang jumlah anggota mafia cukup besar di Soviet. Plus, kenapa tidak pernah tercatat ada perang antar geng terbuka?
Semua berubah setelah Perang Dunia ke-2 berakhir. Soviet muncul sebagai pemenang perang. Rezim Stalin punya legitimasi untuk menambah kekuasaan. Semua pihak yang mencoba melawan langsung dikirim ke gulag. Di saat bersamaan, mafia-mafia kolaborator pemerintah dirangkul, diminta ikut menindas kriminal lain yang enggan bekerja sama. Jadi memang langsung timpang. Pendek kata, mafia yang sekarang bertahan hingga era Rusia modern adalah keturunan sistem kolaborator era Stalin. Mereka bertahan karena rezim masa lalu merawat mereka.

Stalin mati pada 1953. Sistem gulag lantas dihapuskan. Banyak kriminal mendadak bebas. Baik kriminal murni, kolaborator, dan mereka yang dipenjarakan rezim, jadi satu. Mentalitasnya terlanjur terbentuk. Dunia bawah tanah Rusia saat itu mengadopsi budaya yang disebut vorovskoy mir. Artinya, mentalitas kita kriminal yang punya aturan main sendiri, tapi harus bekerja sama dengan pemerintah asal diuntungkan.

Orang-orang kayak gitu, tokoh vorovskoy mir, marak sepanjang kurun 1950-an. Tidak semuanya kriminal lho. Ada yang betulan cuma tokoh masyarakat, atau pendeta disegani. Mereka bisa menyelesaikan masalah tanpa harus lewat urusan birokrasi. Rata-rata konflik di dunia kriminal bawah tanah Soviet tidak pernah berakhir jadi perang antar geng. Karena ada orang-orang disegani yang jadi hakim dan menengahi ketika terjadi masalah.

Iklan

Lantas kenapa jumlah mafia melonjak drastis setelah Uni Soviet runtuh?
Jelas dong. Tiba-tiba saja muncul sekian banyak negara baru. Dulu cuma ada satu penguasa. Kontelasi kekuasaan sederhana banget. Musuh sekaligus sahabatmu adalah Partai Komunis Soviet. Ketika mendadak Rusia dan negara pecahan Soviet lain mengadopsi demokrasi, dan sistem perekonomian pasar, tak ada lagi pemimpin tunggal. Kompetisi terbuka sekali. Aturan lama dibuang ke tempat sampah. Resolusi konflik cara-cara vorovskoy mir tidak laku lagi. Siapa cepat dia dapat. Daripada berpegang sama tokoh yang disegani, sekalian saja bentuk gengmu sendiri.

Dulu minimal kalau mau bikin geng harus waspada sama KGB. Soviet bubar, hilang sudah ancaman itu. Banyak tokoh-tokoh organisasi kejahatan yang mendadak melihat peluang empuk, mengadaptasi pola lama dengan raja-raja baru yang bermunculan di wilayah. Jadilah mereka berkongsi dengan penguasa baru merebut industri, aset daerah, dan bekas BUMN era Soviet.

Kondisi setelah Soviet bubar sudah seperti perang sih. Betulan terjadi konflik antar geng yang penuh kekerasan. Berbagai geng berebut bisnis-bisnis yang dulunya didominasi negara. Setelah beberapa tahun memasuki dekade 90'an, baru konstelasi kekuatan agak stabil. Ada belasan geng atau aliansi kriminal kuat yang saling berebut pengaruh. Oh iya, perlu saya jelaskan ya, di Rusia tidak pernah ada keluarga kriminal tunggal kayak Mafia Keluarga Gambino gitu. Rata-rata aliansi. Bahkan bisa dibilang, satu-satunya yang kompak adalah mafia dari sekitar Moskow. Musuh mereka adalah mafia dari provinsi-provinsi lain. Di era 90'an itu juga, akhirnya perjanjian damai tercapai antar kelompok kriminal. Artinya, keseimbangan di dunia bawah tanah sebetulnya sudah muncul jauh sebelum Vladimir Putin muncul di jagat politik Rusia.

Iklan

Di Amerika, mafia berusaha mempengaruhi pejabat. Sebaliknya di Rusia setelah Soviet bubar, seakan-akan birokrasi negara berubah struktur menjadi dijalankan gerombolan mafia. Apa penyebabnya?
Kaum Vory termasuk arsitek awal kebijakan politik dan ekonomi di Rusia setelah Soviet bubar. Jujur saja, ketika rezim komunis jatuh, semua orang berlomba-lomba mencoleng kekayaan negara. Sistem yang ada kala itu adalah kleptokrasi. Perbedaan terbesar mafia rusia dan di Italia atau AS adalah kemauan untuk mencuri sesuai aturan. Ketika organisasi kejahatan lazimnya berusaha tak tersentuh hukum, mafia Rusia justru mendekati kekuasaan. Mereka ikut lelang tapi tentu saja sambil ada main sama pejabat. Sebagian dari mereka juga jadi pejabat. Komplet deh jadinya.

Kelompok yang paling pertama mengadopsi sistem kapitalisme di Rusia ya kalangan mafia. Makanya mereka lebih sigap dan cepat mengambil peluang. Tapi kapitalismenya bukan yang jenis taat hukum sepenuhnya. Tujuan akhirnya adalah memperoleh uang sebanyak-banyaknya. Sampai sekarang, pemerasan dan ancaman itu dianggap taktik bisnis biasa di Rusia. Karena dedengkot mafia jadi pengusaha-pengusaha besar. Pola lama di dunia bawah tanah diadopsi sepenuhnya dalam kultur baru era keterbukaan. Intinya, bapak-bapak bangsa Rusia modern setelah Soviet jatuh adalah petinggi kaum vory. Petinggi kaum bajingan.

Kalau kaum vory bisa sedemikian berkuasa setelah Rusia baru berdiri, kenapa Vladimir Putin akhirnya bisa menjinakkan para mafia?
Untuk menjawab ini, mari kita kembali dulu ke masa Putin baru berkarir di birokrasi. Setelah selesai tugasnya sebagai agen intelijen KGB untuk Jerman Timur, dia akhirnya jadi wakil wali kota di Saint Petersburg. Itu pertengahan 90-an. Atasannya memberinya satu tugas saja: jadi perantara komunikasi kepada semua pihak, agar pemerintah dan semua pihak sama-sama diuntungkan. Entah itu pengusaha, investor asing, sampai petinggi organisasi kriminal. Putin kenal orang-orang dunia bawah tanah karena jadi wakil wali kota itu. Salah satu tokoh kriminal yang akrab banget sama Putin di awal karir politiknya adalah Vladimir S. Barsukov. Julukan Barsukov adalah "gubernur malam". Semua urusan birokrasi yang kotor-kotor jadi urusan Barsukov. Nah, awalnya Barsukov memainkan peran itu dengan baik. Sampai ketika Putin popularitasnya melonjak berkat sukses memadamkan pemberontakan Chechnya pada 1999, menang pemilu dan jadi presiden baru Rusia.

Iklan

Ketika Putin berkuasa, Barsukov ternyata ikut besar kepala. Dia merasa punya beking penting di Kremlin. Tindak-tanduknya sudah tak lagi sekadar di urusan dunia bawah tanah. Dia bikin malu Putin beberapa kali. Pada 2007, Putin sudah tak tahan lagi. Barsukov diciduk satu tim bersenjata lengkap tengah malam, dibawa naik helikopter polisi ke Moskow dari Saint Petersburg. Dia langsung dipulangkan hari itu juga. Dari insiden itu, orang-orang mafia sadar, jangan main-main sama Putin. Dia bisa menyikat siapapun. Tak peduli itu orang lama berpengaruh macam Barsukov.

Sebagai negara yang sampai sekarang mengadopsi sistem kleptokrasi, apa pengaruh buruk mesranya mafia dan pemerintah Rusia terhadap tatanan politik global?
Semua urusan domestik Rusia jadi bermasalah, karena negara ini secara alamiah punya peranan penting terhadap politik dan ekonomi global. Kita jadi tidak pernah tahu, apakah kepentingan yang diusung Moskow sebetulnya murni agenda rezim atau pesanan mafia. Putin menurut saya juga secara sadar mengerahkan jaringan mafia yang dia kenal untuk meneror negara-negara Barat yang memusuhinya.

Sudah berulang kali musuh-musuh politik Putin dibunuh tanpa memakai agen pemerintah. Cukup kerahkan saja kelompok kriminal bawah tanah. Jaringan mafia ini kerjanya sekarang sudah mirip KGB di era Soviet. Mafia Rusia juga menguasai media, sehingga mempengaruhi pencitraan Putin di mata publik.

Tentu sudah mulai terlihat perubahan. Ada kelompok sipil Rusia yang ingin mengurangi atau bahkan menghapus pengaruh mafia dari pemerintahan. Mereka ini rata-rata kelas menengah terdidik yang jengah dengan tingkat korupsi di Rusia sekarang.

Prediksi saya, ketika kelak Putin mati atau tak punya kekuatan politik lagi, dalam enam tahun terjadi perang pengaruh. Antara kelompok pro demokrasi dengan mafia di Rusia.


Wawancara ini sudah disunting agar lebih ringkas dibaca. Baca lebih lanjut buku Galeotti lewat tautan ini.

Follow Seth Ferranti di Twitter.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE US.