Gaya Hidup Anak Muda

Survei: Millenial dan Gen Z Merasa Beban Hidup Mereka Lebih Berat Daripada Generasi Tua

Masalah keuangan menjadi sumber utama stres bagi anak-anak muda yang sekarang di awal karir profesional atau sedang kuliah.
Survei: Millenial dan Gen Z Merasa Beban Hidup Mereka Lebih Berat Daripada Generasi Tua
Foto ilustrasi oleh  Rhett Noonan via Unsplash

Sebagian besar anak muda merasa sangat tertekan dan lebih menderita daripada generasi tua. Setidaknya begitulah yang diungkapkan hasil survei pemasok produk akupunktur Lhasa OMS. Sebanyak 78 persen responden mengaku hidup di zaman sekarang tak semudah dulu.

Lhasa OMS mewawancarai 2.010 orang berusia 18-37 untuk lebih memahami tingkat stres, bagaimana ini memengaruhi kehidupannya, dan cara mereka mengurangi stres. Hasilnya menunjukkan sebagian besar kaum millenial dan Gen Z gampang stres karena memikirkan pekerjaan, kesehatan, politik, dan teknologi.

Iklan

Secara spesifik, 78 persen peserta survei mengatakan utang adalah faktor utamanya. Mayoritas responden juga menyinggung pasar kerja lebih kompetitif (76 persen), layanan kesehatan lebih mahal (70 persen), dan masa depan negara (64 persen) sebagai penyebab mereka mudah tertekan.

Melihat data ini, maka bisa disimpulkan keuangan adalah sumber utama stres pada generasi muda. Masalah ekonomi memengaruhi 74 persen peserta, yang diikuti tekanan pekerjaan (65 persen), keseimbangan kehidupan dan kerja (56 persen), dan kesehatan mental (55 persen).

Stresor ini terbukti membawa efek samping pada fisik, perilaku dan mental seseorang. Studi membeberkan generasi milenial dan Gen Z cenderung mengalami gangguan kecemasan, kewalahan, kelelahan, insomnia, dan mengasingkan diri.

Cara responden mengurangi stres cukup beragam. 60 persen akan menonton film dan TV, 52 persen mendengarkan musik, dan 48 persennya lagi lebih memilih tidur. Selain itu, ada juga yang mengatasinya dengan memakan makanan favorit, masturbasi, minum-minum, bersih-bersih, dan berhubungan seks.

Dewasa ini, stres menjadi masalah kesehatan mental yang serius. Mei lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memasukkan burnout ke dalam daftar gangguan kejiwaan yang bernama International Classification of Diseases (ICD-11).

Stres berkepanjangan dapat menyebabkan burnout, yang nantinya berdampak buruk bagi kesehatan fisik dan mental dalam jangka panjang jika tidak segera ditangani. Orang yang mengalami burnout akan kesulitan beraktivitas dan menjauhi diri.

Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai penelitian menunjukkan generasi millenial rentan mengidap gangguan kesehatan mental. Survei terbaru dari YouGov menemukan 11 persen anak millenial merasa kesepian.

Follow Edoardo di Twitter dan Instagram.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE Asia