India mencabut otonomi wilayah mayoritas muslim Kashmir dekat perbatasan Pakistan yang selama ini dilanda konflik.
Seorang perempuan Kashmir menangis saat salat Idul Adha di masjid. Kegiatan ibadah warga Muslim dibatasi setelah status otonomi khusus Kashmir dicabut sepihak oleh Pemerintah India, Srinagar, 12 Agustus 2019. Foto oleh Danish Siddiqu/Reuters
Politik Internasional

Tak Ada Perayaan Idul Adha di Kashmir

India mencabut otonomi wilayah mayoritas muslim dekat perbatasan Pakistan yang selama ini dilanda konflik. Warga sipil jadi korban akibat represi tersebut di tengah hari raya besar Islam.
AN
Diterjemahkan oleh Annisa Nurul Aziza
Jakarta, ID
JP
Diterjemahkan oleh Jade Poa

Ubaid Kana mengangkat kedua tangannya untuk berdoa. Hari itu bertepatan dengan perayaan Idul Adha 2019. Lulusan Ilkom Universitas Jamia Millia Islamia, yang sekarang menyandang profesi seniman efek visual, mengikuti ibadah salat Idul Adha di Masjid Chappar Wali di Okhla, New Delhi. Perayaan kali ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Padahal, dia seharusnya salat di Masjid Jamia, yang berada di Kota Sopore, Distrik Baramulla di Jammu dan Kashmir (J&K).

Iklan

Kana mengucapkan “Selamat Hari Raya Idul Adha!” di sepanjang perjalanan pulang menuju apartemen. Suaranya sangat datar. Sama sekali tak terdengar kegembiraan di baliknya. Dia seolah sedang latihan melakukan sesuatu tanpa benar-benar merasakannya. Namun, Kana bukan satu-satunya orang asal J&K yang terpaksa membatalkan tiket mudik.

Sama seperti kebanyakan perantau yang kampung halamannya serba terbatas, dia tak banyak tahu soal kondisi terkini keluarganya. “Tak ada yang tahu seperti apa situasi di Sopore,” katanya kepadaku. Berbeda dari Kana, saya beruntung masih bisa SMS-an dengan keluarga setiap dua atau tiga hari sekali.

Idul Adha kali ini seharusnya menjadi hari istimewa untuk Kana, karena dia beli tiket pakai gaji pertamanya. Dia rencananya ingin menghadiahi sang adik tas ransel. Hadiahnya kini teronggok begitu saja di pojok kamar. Dia tak bisa melakukan apa-apa selain menyesap teh. “Kalaupun saya mendarat di bandara Srinagar, bagaimana caranya pergi ke Sopore yang jaraknya 60 kilometer?”

Setelah pemerintahan Modi mengumumkan keputusan menghapus Pasal 370 kepada Rajya Sabha atau Majelis Tinggi India, banyak pembatasan berlaku di Lembah Kashmir. Menurut pemerintah India, upaya pembatasan ini dilakukan untuk meminimalisir ketegangan. Penghapusan Pasal 370 sama saja artinya dengan mencabut status khusus yang telah dipegang Kashmir sejak 70 tahun lalu. Negara bagiannya juga dipecah menjadi dua wilayah persatuan, yaitu Jammu dan Kashmir dan Ladakh. Kedua wilayah ini akan diperintah langsung oleh New Delhi.

Iklan

Hampir tak ada berita yang muncul dari Lembah Kashmir, bahkan setelah perayaan terbesarnya berlalu. Sebagian besar media nasional dan internasional menunggu di Srinagar, sehingga liputan berita hanya bisa datang dari tempat itu saja. Selama diputusnya jaringan telepon dan internet, warga cuma diperbolehkan menghubungi keluarganya di luar negara bagian mayoritas Muslim sebentar saja oleh pihak berwajib. Kondisi aktual di Kashmir Utara dan Selatan masih kelabu. Bisa dibilang, tidak ada perayaan Idul Adha di Kashmir tahun ini. Warga hanya diizinkan salat di dalam masjid dengan penjagaan super ketat oleh kelompok bersenjata, kawat berduri, dan barikade.

1565683158690-2019-08-12T085249Z_416744178_RC14E10DFCA0_RTRMADP_3_INDIA-KASHMIR

Penduduk Kashmir melaksanakan salat Idul Adha di sebuah masjid selama masa pembatasan ibadah setelah status otonomi khusus Kashmir dicabut Pemerintah India, Srinagar, 12 Agustus 2019. Foto: Reuters/Danish Siddiqui

“Kami baru akan merayakan Idul Adha setelah India mengembalikan apa yang telah mereka rebut,” bunyi twit Shah Faesal, mantan birokrat di Kashmir. “Kami tak akan merayakan Idul Adha sampai penghinaan terakhir terbalaskan atau dibatalkan.” Shah adalah warga Kashmir pertama yang menjalankan Pemeriksaan Layanan Sipil India. Dia melepas jabatannya untuk bergabung dengan politik ‘arus utama’ beberapa bulan lalu.

Apabila politikus pro-India merasa Idul Adha tidak dapat dirayakan sebelum penghinaan terhadap Kashmir ‘dibalas’, maka bisa dibayangkan bagaimana perasaan penduduk Kashmir, yang menganggap India sebagai negara opresif yang menduduki tanah mereka.

Namun, pemerintah mengatakan Idul Adha tetap ‘dirayakan’. “Salat Idul Adha dilaksanakan di berbagai masjid. Usai salat, jamaah bubar secara damai,” ujar SP Pani, Inspektur Jenderal Polisi, saat jumpa pers. “Sempat terjadi sejumlah peristiwa yang melanggar hukum, tetapi ditangani secara profesional. Sejumlah orang melapor mengalami cedera usai peristiwa ini.”

Iklan

Adil Ahmad, seorang jurnalis yang berhasil saya hubungi, berbeda pendapat. “Segala klaim bahwa situasi di Kashmir itu normal, sebetulnya keliru,” ujarnya melalui telepon. “Peraturan ketat sedang diberlakukan di sini. Jalan raya tampak sepi. Kami tidak diizinkan beribadah di Masjid Jamia di Srinagar. Itu yang saya ketahui.”


Tonton dokumenter VICE soal gerakan anak muda Kashmir menolak represi pemerintah India:


Seperti umat Islam di negara-negara lain, Idul Adha merupakan perayaan kurban bagi orang yang hidup di Lembah Kashmir. Menjelang Idul Adha biasanya terlihat pengembara dan pedagang sapi menjual kurban di sisi jalan, taman bermain, dan depan masjid. Tahun lalu, hewan senilai total Rs 3,5 miliar (setara Rp703,5 miliar) dikurbankan di Kashmir. Tahun ini, Ieshan Wani selaku ketua saluran televisi berita Wion News mengonfirmasi kepada VICE jika di Kashmir tidak berlangsung banyak perayaan. “Ibadah tidak diperbolehkan di masjid-masjid besar. Tidak banyak orang membeli hewan kurban,” kata Ieshan.

Sejumlah laporan dari Kashmir bersifat kontradiktif—versi pemerintah bertentangan dengan laporan media asing. Pada Jumat, 10.000 orang dikabarkan menggelar demo di Srinagar menolak keputusan India untuk membatalkan status khusus Kashmir. Aparat pemerintah dikabarkan menembakkan peluru dan gas air mata ke arah massa di lokasi demo usai sholat Jumat. Namun, Kementerian Dalam Negeri India menyangkal telah terjadi protes dengan lebih dari 20 orang—meskipun saluran berita TV menyiarkan cuplikan massa bersorak “Pergilah, India, pergilah.”

Iklan

Para pengunjuk rasa berbekal batu terus menggelar demonstrasi hingga kemarin (12/8) di Hyderpora, Ram Bagh, dan Barzulla, seperti yang dilaporkan Mint dan aparat kepolisian lokal. Warga menyebut perlakuan India "sangat tidak adil."

1565683603103-2019-08-12T084753Z_197479141_RC1F3FED1380_RTRMADP_3_INDIA-KASHMIR

Penduduk Kashmir menghadiri protes usai Idul Adha di sebuah masjid selama masa pembatasan ibadah setelah status otonomi khusus Kashmir dicabut Pemerintah India, Srinagar, 12 Agustus 2019. Foto: Reuters/Danish Siddiqui

Perlu diingat masalah ini memengaruhi Kashmir sebagai bangsa sekaligus penduduknya. Seperti saya dan Kana, sebagian besar dari kami merayakan Idul Adha sendirian untuk pertama kalinya. “Ini pertama kalinya sepanjang hidupku tidak merayakan Idul Adha bersama orang tua saya. Ini Idul Adha atau hari Asyura?” tanya Kana sebelum saya pulang.

Saat kami berpamitan, muncul siaran ‘istimewa’ di TV yang melaporkan warga Kashmir merayakan Idul Adha secara “gembira,” padahal jurnalisnya meliput dari helikopter. Ironis sekali memang.


Follow Hanan Zaffar di Twitter.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE India