Pengendalian Rokok

Bukan Cuma Badminton, Berbagai Program CSR Rokok Kuasai Indonesia Karena Aturan Lemah

Debat KPAI vs PB Djarum ini puncak gunung es potensi masalah dari pengendalian konsumsi tembakau. Peneliti, dalam opininya ini, menyebut Indonesia sebagai 'Disneyland untuk industri rokok'.
Bukan Cuma Badminton KPAI vs PB Djarum, Berbagai Program CSR Rokok Kuasai Indonesia Karena Aturan Lemah Yayasan Lentera Anak PBSI
Kolase oleh VICE. Ilustrasi rokok [kiri] via publik domain; ilustrasi atlet badminton muda dari Pexels/lisensi CC 2.0

Dengan jumlah penduduk lebih dari 260 juta orang, Indonesia adalah negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Salah satu kekuatan terbesarnya adalah populasi yang muda, sebesar 37 persen penduduknya di bawah 20 tahun. Namun potensi dan produktivitas Indonesia terancam oleh banyaknya kematian karena rokok.

Dari 10 persen perokok dunia yang tinggal di Asia Tenggara, setengahnya ada di Indonesia. Diperkirakan bahwa penyakit yang berhubungan dengan rokok menewaskan hampir 250.000 orang Indonesia setiap tahun.

Iklan

Tujuh puluh enam persen laki-laki berusia 15 ke atas di Indonesia merokok. Ini tertinggi di dunia. Dan generasi berikutnya menunjukkan pertanda mereka akan mengikuti jejak senior mereka. Selain itu, 20 persen dari anak usia 13-15 tahun merokok, persentase tertinggi di kawasan ini. Bahkan sebelum usia sepuluh tahun, 20 persen anak-anak telah mencoba sebatang rokok, dan pada usia 13 tahun, lebih dari 90 persen dari mereka sudah mencoba merokok.

file-20180531-69484-k1lfsx

Statistik seperti ini menjelaskan mengapa Indonesia adalah pasar terbesar kedua untuk tembakau di dunia setelah Tiongkok, dengan penjualan lebih dari 315 miliar batang rokok per tahun. Indonesia juga mengekspor rokok jauh lebih banyak daripada yang mereka impor. Industri ini menghasilkan penjualan tahunan lebih dari US$21 miliar, dengan perkiraan pertumbuhan sekitar 5 persen saban tahun.

Industri rokok menyumbang sekitar 10 persen dari seluruh pendapatan pajak Indonesia dan memperkerjakan sekitar 2,5 juta pekerja dalam pertanian dan manufaktur. Tidak mengherankan jika negara Indonesia berencana untuk menggandakan produksi tembakau dalam sepuluh tahun ke depan.

Lima pemain menguasai tiga perempat pasar rokok Indonesia. Pemimpinnya adalah HM Sampoerna, sebesar 92,5 persen sahamnya dimiliki oleh Philip Morris International—yang juga membuat rokok Marlboro. Mereka diikuti beberapa konglomerat Indonesia: Gudang Garam dan Djarum, keduanya dikenal dengan rokok kretek atau rokok cengkeh. Keempat adalah British American Tobacco. Dan kelompok Indonesia lainnya, Nojorono Tobacco, di urutan kelima (sumber dari angka-angka ini adalah kelompok anti-merokok Tobacco Free Kids).

Iklan
file-20180602-142089-1vj3vxl

Perusahaan-perusahaan ini punya pengaruh politik dan keuangan yang kuat di Indonesia. Pemerintah berkonsultasi dengan industri rokok tentang perubahan yang diusulkan soal kebijakan tembakau, tetapi aturannya jarang diperketat.

Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia yang belum menandatangani dan meratifikasi Konvensi Kerangka Kerja Kontrol Tembakau (FCTC) World Health Organisation. Cina bahkan sudah bergabung sebagai penandatangan Konvensi dan menunjukkan kemajuan yang stabil. FCTC melingkupi pembatasan sejauh mana perusahaan tembakau dapat melobi pemerintah, serta penjualan kepada anak-anak dan perokok pasif. FCTC juga melihat bahwa cara paling efektif untuk mengurangi jumlah remaja yang mencoba merokok adalah dengan melarang aktivitas pemasaran tembakau.

Pemerintah Indonesia percaya bahwa pengawasan tembakau yang lebih ketat dapat melukai industri, dengan menyoroti rentannya petani dan pekerja tembakau lainnya. Memang sebagian besar buruh tembakau rentan dan hidup dalam kemiskinan, tetapi industri ini juga menopang kekayaan empat konglomerat Indonesia yang pemiliknya memiliki gabungan kekayaan bersih sekitar US$43 miliar.

Sementara negara-negara Asia Tenggara seperti Singapura, Brunei dan Thailand – mengimplementasikan kebijakan larangan pemasaran tembakau dengan semakin baik, Indonesia tetap tidak tegas. Karenanya, Indonesia mendapatkan julukan "Disneyland industri tembakau".

Iklan

Julukan ini terasa tepat mengingat berapa banyak anak-anak yang menjadi tertarik untuk merokok. Sebatang rokok dijual dengan harga paling murah kurang dari Rp 1.000. Satu pak Marlboro isi 20 dapat dibeli seharga sekitar Rp 20.000 dibandingkan di Australia yang dijual sekitar Rp 200.000. Undang-undang Indonesia menyatakan bahwa rokok hanya dapat dijual dan dikonsumsi oleh orang dewasa berusia 18 tahun ke atas, tetapi pengecer yang menjual kepada anak-anak tidak diberi hukuman.

Konsumsi tembakau

file-20180531-69521-o24ny1

Indonesia adalah satu-satunya negara di kawasan ini yang masih mengizinkan iklan rokok langsung. Untuk mengurangi paparan iklan rokok pada anak-anak dan remaja, iklan rokok di TV dan radio dibatasi antara pukul 21:30 dan 05:00. Tetapi anak-anak masih terpapar melalui papan iklan, kios di pinggir jalan, konser musik, acara olahraga dan internet. Toko dan restoran dengan iklan rokok ada di mana-mana.

Perusahaan rokok menyangkal bahwa iklan mereka menyasar anak-anak di bawah 18 tahun. Tapi sangkalan mereka tidak meyakinkan. Iklan mereka menggunakan tema yang cenderung sangat menarik bagi kaum muda, seperti humor, petualangan, keberanian dan kesuksesan. Para desainer muda yang ditampilkan dalam iklan rokok GG Mild Gudang Garam adalah contoh yang baik:

Iklan untuk Sampoerna A Mild ini seperti panggilan untuk anak muda dengan dengan moped, gitar, dan akrobat jalanan:

Satu lagi contoh adalah iklan LA Bold dari Djarum. Menggabungkan tinju, laki-laki dengan gaya pakaian necis dikelilingi penggemar perempuan, iklan tersebut menampilkan sulih suara: “I rule the world because I live Bold” atau dalam bahasa Indonesia “Saya menguasai dunia ini karena saya hidup berani”.

Iklan

Industri ini juga memposisikan diri sebagai bagian integral dari masyarakat melalui Corporate Social Responsibility (CSR) dan sponsorship. Banyak dari kegiatan-kegiatan ini secara langsung melibatkan kaum muda. Sampoerna telah mengembangkan jalur pendidikan yang mereka namakan Sampoerna School System, yang mendistribusikan beasiswa, mendukung sekolah-sekolah kurang mampu dan melatih para guru dan kepala sekolah.

Djarum mensponsori Djarum Superliga Badminton dan mendirikan akademi pelatihan olahraga untuk bakat-bakat muda. Gudang Garam aktif mensponsori acara dan festival yang menargetkan digital natives, merujuk mereka sebagai “Generasi G”.

Di Asia Tenggara, Kamboja, Laos, Singapura, Thailand dan Vietnam telah melarang semua perusahaan tembakau menggunakan kegiatan CSR mereka untuk publisitas, sementara Brunei telah melarang kegiatan tersebut sama sekali. Indonesia memiliki larangan yang sama terhadap publisitas CSR tembakau, tetapi kegiatan semacam itu masih mendapat peliputan di media. Sementara pemerintah mendukung dan bahkan berpartisipasi di dalamnya.

Singkatnya, Indonesia memiliki masalah besar dengan tembakau. Secara khusus, pemerintah perlu segera berbuat lebih banyak untuk melindungi anak-anak, karena mereka tidak cukup berpengalaman untuk membuat pilihan dengan baik. Iklan rokok perlu dilarang secara menyeluruh, dan penjualan harus diperketat, dan betul-betul ditegakkan. Sponsor dan CSR terkait tembakau juga harus dilarang, kontribusi apa pun yang mereka berikan kepada masyarakat tak sepadan dengan kerugiannya.

Pada saat sebagian besar negara di kawasan ini bergerak menuju arah yang benar dalam soal kebijakan rokok, Indonesia perlu mengejar dengan cepat.

The Conversation

Nathalia Tjandra, adalah dosen pemasaran di Edinburgh Napier University. Dia menerima dana hibah penelitian dari Carnegie Trust.

Artikel ini dipublikasi ulang dari The Conversation berdasarkan lisensi Creative Commons. Baca artikel aslinya di sini.