FYI.

This story is over 5 years old.

The VICE Guide to Right Now

Batal Banding, Masa Depan Ahok di Dunia Politik Justru Tetap Aman

Anggota tim pengacara mengakui langkah ini diambil agar Ahok tetap memiliki hak berpolitik. Banding hingga MA berpeluang memperberat hukuman kasus penistaan agama yang menjeratnya.
Foto oleh Achmad Fikri Faqih untuk VICE Indonesia.

Gubernur nonaktif DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, batal mengajukan banding setelah dijatuhi hukuman penjara selama dua tahun atas kasus penistaan agama. Pihak keluarga menjelaskan keputusan itu dalam konferensi pers yang digelar di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa siang waktu setempat. Keputusan politikus akrab disapa Ahok itu mengakhiri salah satu saga persidangan paling sengit dan membelah opini publik dalam sejarah Indonesia.

Iklan

Ahok segera ditahan dua minggu lalu, setelah secara mengejutkan hakim memvonisnya hukuman dua tahun di belakang penjara, berbeda dari dakwaan hukuman percobaan dua tahun yang menjadi tuntutan awal jaksa. Ahok diberi waktu dua minggu untuk mengajukan banding. Awal pekan ini, tim kuasa hukum Ahok sempat memasukkan berkas banding, lalu mendadak 30 menit kemudian membatalkan keputusan mereka atas desakan keluarga.

Selama jumpa pers, Veronica Tan sambil menangis membacakan surat yang ditulis oleh suaminya, menjelaskan keputusan untuk tidak naik banding. "Saya tahu tidak mudah bagi saudara menerima kenyataan seperti ini, apalagi saya. Tetapi saya telah belajar mengampuni dan menerima semua ini," kata Veronika saat membacakan pernyataan sang suami. "Untuk kebaikan kita dalam berbangsa dan bernegara."

Wartawan yang hadir saat jumpa pers berusaha bertanya mengenai alasan personal Veronica memutuskan mendukung pencabutan banding. Dia menjawab menerima keputusan pengadilan adalah solusi terbaik.

"Dari pertama pada saat bapak menjabat sebagai gubernur sampai tersangka, kami sekeluarga sudah merasa cukup," kata Veronica dalam jumpa pers tersebut. "Selanjutnya kami sekeluarga akan menjalani ini."

Berbeda dari pandangan awam, pakar hukum pidana menganggap tim kuasa hukum dan keluarga Ahok bisa berpikir jernih di tengah hiruk pikuk ini. Menerima vonis hakim justru membuka peluang peninjauan kembali yang langsung ditangani oleh Mahkamah Agung. Apabila banding yang ditempuh, prosesnya lebih panjang, serta sangat mungkin hukuman yang diterima menjadi lebih berat. Mengajukan PK juga lebih cepat dibanding Ahok menantikan remisi selama dipenjara.

Iklan

"Preseden di masa lalu memang untuk penodaan agama hampir semua pelaku dihukum lebih dari dua tahun," kata Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Fajar kepada VICE Indonesia. "Kalau PK langsung dikaji Mahkamah Agung. Ahok hanya butuh menjalani vonis dari pengadilan."

Melalui PK atau skema grasi, dengan menerima putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara, hak-politik Ahok justru bisa dipulihkan lebih cepat menurut Fickar. "Sesudah masa hukuman bisa [kembali punya hak dipilih]."

Alasan serupa juga diungkap anggota tim pengacara Ahok saat diwawancarai Tempo. Salah satu tujuan pencabutan banding adalah menghindari hukuman lebih berat. Dalam sejarahnya, kerap kali pengadilan tinggi Indonesia menjatuhkan hukuman yang lebih berat dalam pengadilan banding, menjadikan kasus berbau politik seperti yang menjerat Ahok berisiko tinggi. Ahok dihukum dua tahun penjara, namun tuntutan yang dijatuhkan padanya memiliki maksimal lima tahun.

"Dia bilang, kalau banding, hukumannya bisa ditambah," kata pengacara Darwin Aritonang kepada Tempo. "Maju ke kasasi, ditambah lagi. Bisa-bisa hak politiknya dicabut."

Di mata majelis hakim, Ahok terbukti melakukan penistaan agama karena mempertanyakan interpretasi dari Al Quran Surat Al Maidah ayat 51 yang menyebutkan umat Muslim dilarang memilih pemimpin nonMuslim. Kata-kata itu diucapkan Ahok ketika berkampanye di Kepulauan Seribu. Berbagai kelompok radikal Islam segera memanfaatkan pernyataan tersebut, mengorganisir beberapa aksi demo massif menuntut Ahok ditangkap, dan secara signifikan mempengaruhi popularitas Ahok menjelang Pemilihan Kepala Daerah Jakarta 2017.

Iklan

Pegiat HAM menyebut keputusan pengadilan atas kasus Ahok ini berbahaya dan menjadi pukulan telak bagi tolerasi beragama di Indonesia. Sebaliknya, kalangan pengkritik Ahok, contohnya anggota Partai Gerindra, berargumen keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara sudah tepat.

"Mungkin beliau sudah menyadari apa yang beliau lakukan di Pulau Seribu memang salah dan hukuman dua tahun dianggap layak," ujar Habiburokhman, politisi Gerindra saat dihubungi awak media tentang keputusan Ahok mencabut upaya banding.

Kader Gerindra akan menjadi penguasa ibu kota Indonesia begitu Anies Baswedan dan Sandiaga Uno resmi dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Oktober mendatang.

Anggota kuasa hukum Ahok lainnya mengatakan alasan lain Ahok mencabut banding, adalah tidak ingin memperkeruh suasana Indonesia menjelang bulan Ramadan yang akan dimulai akhir pekan ini.

"Ini merupakan bentuk beliau sangat menghormati umat Islam," kata pengacara Ronny Talapessy. "Beliau tidak ingin jika nanti banding dilanjutkan, ada demo-demo lagi yang bisa mengganggu ibadah umat muslim di bulan Ramadan.

Pekan lalu publik sempat dikejutkan ketika Kejaksaan Negeri Jakarta Utara justru yang lebih dulu mengajukan banding atas vonis hakim. Jaksa merasa hakim mengabaikan tuntutan mereka dalam kasus Ahok. Tim jaksa hanya mendakwa Ahok bersalah atas Pasal 156 KUHP yakni menyebabkan "permusuhan, kebencian dan menyinggung kelompok tertentu." Namun para hakim malah menuntut Ahok karena menista agama dan menjatuhkan hukuman berat.

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menyatakan banding jaksa bukan untuk mengurangi hukuman Ahok, melainkan menegakkan integritas dan profesionalisme mereka. Vonis hakim yang memakai pasal berbeda secara tersirat membuat jaksa terkesan tak profesional saat menyusun dakwaan.

"Ahok dituntut dengan Pasal 156 lalu divonis 156a, seolah jaksa tidak profesional. Makanya bagi jaksa penting untuk menegakkan profesionalisme juga," kata Refly.