Balap F1

Panitia F1 Singapura Berjuang Supaya Balapan Tetap Digelar Meski Ada Ancaman Asap

Salah satu caranya adalah menyiapkan masker anti asap buat penonton. Nasib balapan malam hari itu terancam karena udara Singapura terus memburuk akibat kiriman asap dari Sumatra dan Kalimantan.
Panitia F1 Singapura Berjuang Supaya Balapan Tetap Digelar Meski Ada Ancaman Asap
Foto balapan F1 di Singapura oleh Roderick Eime via Flickr/lisensi CC 2.0

Sejak 2008, Singapura punya satu acara penting digelar saban akhir September: balapan Grand Prix Formula One (F1). Balapan paling elit sedunia itu digelar malam hari, melintasi jalanan Singapura yang sehari-harinya untuk dikendarai orang biasa, dan segera memiliki ciri khas dibanding kompetisi F1 negara lain. Namun untuk pertama kalinya, datang tamu tak diundang yang bisa mengancam ajang balapan tahun ini: kabut asap pekat yang muncul akibat kebakaran hutan di Sumatra dan Kalimantan.

Iklan

Panitia penyelenggara panik, karena sekalipun Singapura sudah berulang kali kena asap impor, tapi baru sekarang polusi udara itu terjadi saat gelaran F1. Mereka pun segera pontang-panting berjuang agar balapan di Sirkuit Marina Bay itu tetap berlangsung normal.

Merujuk laporan BBC, petinggi F1 sudah memantau situasi udara di Singapura, termasuk jarak pandang di sirkuit. Kalau terjadi cuaca yang amat buruk, panita menyiapkan beberapa rencana darurat. Salah satunya, adalah kemungkinan membagi-bagikan masker anti polusi sekali pakai buat penonton yang datang ke Marina Bay. Stok masker itu akan segera keular bila indeks polusi (PSI) mencapai level yang tidak sehat. Selain itu, posko P3K akan didirikan di tiap sudut sirkuit, sehingga kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, serta ibu hamil bisa segera memperoleh bantuan andai ada gangguan kesehatan.

"Kami sudah mempersiapkan banyak hal agar kabut asap tidak mengganggu jalannya balapan," kata juru bicara F1. "Informasi mengenai standar polusi juga akan selalu terpampang di sirkuit."

Pada 14 September 2019, indeks polusi akibat kabut asap di Singapura mencapai level 100, artinya sudah sangat tidak sehat untuk dihirup manusia. Bloomberg melaporkan bahwa di beberapa titik, polusi di negara kota itu sempat tembus 117. Masalahnya, yang bikin panitia F1 ketar-ketir, angka itu diprediksi akan melonjak akhir pekan—artinya saat balapan digelar.

Iklan

Pada 2015, saat Indonesia dilanda kebakaran hutan yang amat hebat, gelaran F1 juga sempat dikhawatirkan terganggu. Namun, sepekan sebelum acara ternyata level PSI menurun drastis, sehingga pebalap F1 bisa melaju normal dalam balapan malam tersebut.

Sejauh ini, para pebalap F1 mengaku akan tetap bertanding sekalipun polusi udara memburuk. Pernyataan itu misalnya disampaikan Max Verstappen dari tim Red Bull. "Mau cuaca seperti apapun saya pikir balapan bisa jalan terus, toh semua orang merasakannya," kata pebalap asal Belanda tersebut saat diwawancarai The Strit Times.

Kekhawatiran lain adalah menurunnya minat turis asing untuk datang ke Singapura menyaksikan F1. Sejauh ini, wisatawan masih berdatangan. Hotel-hotel di Negeri Singa melaporkan kamar penuh selama F1 berlansung. Termasuk JW Marriot, hotel yang persis berada di samping kanan arena balap.

Tanpa serbuan kabut asap pun, sebenarnya balapan di Singapura dianggap banyak kalangan sebagai salah satu yang paling menantang dari rangkaian kompetisi F1 sepanjang tahun.

Sebab, balapan digelar malam, yang tentunya punya tantangan visibilitas tersendiri bagi para pebalap. Selain itu, panjang sirkuit serta udara Singapura yang lembap juga membuat banyak pengemudi jet darat itu merasa balapan di Singapura serupa ujian fisik yang amat berat.

Follow Meera di Twitter dan Instagram.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE ASIA.